Mohon tunggu...
Made Dike Julianitakasih I
Made Dike Julianitakasih I Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Made Dike Julianitakasih Ilyasa. Pegiat Komunitas Ruang Imajinasi Sastra IMM FAI UMY. Pernah Meraih Juara Penulisan Cerpen Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Nasional (PEKSIMINAS) Kemdikbud

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mencintai Muhammadiyah lewat Prof Yunahar Ilyas

26 Juni 2023   16:52 Diperbarui: 26 Juni 2023   16:57 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pun bergegas membuat daftar pertanyaan. Mungkin satu pertanyaan dulu, batinku mengusik. Jadilah pertanyaan yang kukirim seperti ini: Utang dan sedekah, mana yang harus didahulukan?

Bagi pemahaman aliran tertentu, bisa jadi harus mendahulukan utang daripada sedekah karena status utang adalah wajib dibayar, sedangkan sedekah tidak. Tetapi kalau begitu, kapan melakukan sedekah sedangkan utang saja tidak tahu kapan bisa dibayar?

Episode demi episode kuikuti dengan keyakinan akan dijawab oleh Prof Yun, meski harus memupuk kesabaran dikarenakan bejibun pertanyaan yang mengantri. Akhirnya, pada episode 'Rezeki dan Hutang', pertanyaan itu terjawab juga. Prof Yun menjelaskan dengan sederhana dan komprehensif.

"Sedekah itu tidak harus menunggu utang lunas, kapanpun kita bisa bersedekah walaupun memiliki utang. Tidak harus kaya, tidak harus berlebih. Kita boleh bersedekah, tinggal bagaimana mengaturnya. Kalau misalkan utangnya mendesak untuk dibayar, ya dibayar dulu saja utangnya. Sebab kalau tidak bayar, utang ditagih. Tapi kalau utangnya bisa diatur, misalnya sepuluh tahun (untuk mencicil), masa selama sepuluh tahun dia tidak sedekah? Jadi manajemen anggaran untuk utang atau sedekah ini bisa diatur. Tetapi kalau harus memilih, enggak bisa dua-duanya, maka dahulukan bayarlah utang. Karena apabila kita meninggal, utang menjadi tanggungjawab kita, sedangkan jika tidak sedekah berarti nanti tidak dapat pahala saja."

Beliau menjelaskan sesederhana itu, aku berpikir rumit sekali. Sempat terbayang olehku, beliau akan dengan kaku menjawab bahwa utang didahulukan di atas segala-galanya. Ternyata tidak demikian, sama sekali. Sejak saat itu, aku semakin penasaran dan bersemangat untuk mempelajari fikih ibadah dan muamalah dari sudut pandang Muhammadiyah. Muhammadiyah itu tidak kaku, ekslusif, apalagi liberal. Demikian, aku mengenal dan kini mencintai Muhammadiyah melalui Prof Yun. Terima kasih, Prof.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun