Esok hari sebelum memasuki kelas, Ilhan menyodorkan buku tulis di meja Pak Inung. Ruang guru penuh dengan orang-orang berseragam khaki yang sedang menyusun rencana pembelajaran di gawai.
"Berikut tugas yang sudah saya kerjakan bersama Lingga, Pak."
Pak Inung menatap buku tersebut, berganti memandang Ilhan prihatin.
"Saya hanya minta Anda belajar mandiri di rumah, meski saya sangat memahami perasaan Anda," ucap Pak Inung terbata. "Jika memang sangat berat, mintalah pertolongan pada profesional. Bukankah saya sudah sarankan berkali-kali?"
Kedua alis Ilhan bertaut, bingung. "Maksud Bapak?"
Pak Inung hanya menghela napas lelah.
Ilhan berjalan lambat-lambat ke kelas. Ia pun menghubungi Lingga lewat ponsel, hendak bertanya di mana posisinya sekarang karena sejak tadi belum terlihat di lingkungan sekolah. Nomor yang anda putar, salah.
Ilhan mengerutkan kening. Seorang siswa berjalan menuju kelas XII IPA-1. Teman sekelas Lingga. Ilhan kemudian mencegatnya, "Permisi, punya nomornya Lingga?"
Gadis itu termangu. "Maksudmu nomor ponsel orang tuanya? Enggak punya."
"Bukan orang tuanya. Lingga," jelas Ilhan.
Selintas gadis itu memandang Ilhan gamang. "Enggak, enggak punya." Ia terlihat ragu, namun akhirnya memilih buka suara lagi.