Mohon tunggu...
Made Dike Julianitakasih I
Made Dike Julianitakasih I Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Made Dike Julianitakasih Ilyasa. Pegiat Komunitas Ruang Imajinasi Sastra IMM FAI UMY. Pernah Meraih Juara Penulisan Cerpen Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Nasional (PEKSIMINAS) Kemdikbud

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjelajah Kisah, Menggapai Beasiswa (Part 2)

6 Juni 2023   21:22 Diperbarui: 6 Juni 2023   21:36 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar @umyogya

Ayah pun kembali tak sadarkan diri. Ya, hari itu tepat aku mendapat surat elektronik dari helpdesk beasiswa Kemdikbud mengenai hasil keputusan Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI). Aku dinyatakan lolos. BPT adalah salah satu skema BPI.

Apakah aku bahagia? Aku tidak tahu. To gain something, perhaps we have to sacrifice some things. Tapi, demi mencapai tahap ini saja, begitu banyak yang harus dilalui. Aku merasa tak siap. Seperti ikan yang kehabisan napas di dalam air, aku kalang kabut mencari pertolongan. Barangkali suatu keberuntungan saat itu pembelajaran masih serba daring, baik di sekolah maupun di kampus. Sehingga aku hanya perlu datang ke sekolah sesuai jadwal piket dan mengajar secara online, demikian juga kuliahnya.

Bagaimana kuliahku? Semester pertama terasa kacau. Kejadian malam itu kiranya telah meracuni tubuh dan pikiran. Akibat sesak napas dan ketakutan setiap menjelang tidur di malam hari, juga sakit kepala dan gejala panik jika mendengar notifikasi apapun dari ponsel, aku tidak sanggup berlama-lama menatap layar gawai. 

Sehingga sering mengerjakan tugas sekadarnya, bahkan terkadang terlambat mengumpulkan. Karena keluhan ini sudah pada tahap mengganggu produktivitas, maka aku memutuskan ke psikolog.
Setelah berbincang-bincang dengannya, ia berkesimpulan bahwa yang kurasakan ini bukan merupakan patologi. Hanya karena aku masih baru menjalankan banyak peran di usia muda, terutama sebagai ibu, mahasiswa, dan guru. Burnout, katanya.

"Berapa usia anaknya?"

"Dua tahun."

"Nah, apalagi masih dua tahun." Ia meletakkan kertas di meja. "Dia pasti bisa merasakan jika anda sedang tidak baik-baik saja. Kalau anda sedang kacau, pasti dia rewel. Ya, 'kan?" Aku tergemap. Memang benar.

"Disadari atau tidak, emosi yang kita rasakan berdampak pada perilaku. Misalnya bila gelisah, anda akan cenderung lebih cuek, tidak benar-benar 'berada di sini'. Dan anak secara naluriah bisa merasakan yang seperti itu. Jadi, berusahalah untuk mengendalikan pikiran dan batin."

"Caramu bicara, membawakan diri, dan lainnya... Saya percaya, kamu bisa," tandas Psikolog itu, sedikit membabat batas formal sekaligus menutup sesi konseling dengan pasti. Dari mana ia beroleh keyakinan demikian, ataukah hanya basa-basi untuk sementara melegakan hati, aku tidak tahu. Satu hal semakin jelas di depan mata: aku memang harus pulang. Menemui Ayah dan Ibu. Menuntaskan semua yang belum selesai.

Maka, beberapa bulan kemudian aku betul-betul menyempatkan pulang; menjumpai Ayah dan Ibu. Menangis sejadinya dalam pelukan keduanya. Meminta maaf atas segala salah, yang terucap dan yang tidak. Baru seusai itulah aku merasa lebih dari siap dan sanggup menghadapi apapun yang menanti di depan. 

Sekembalinya ke kota tempat melanjutkan studi, meski gejala-gejala buruk yang kualami tidak langsung menghilang, namun aku merasa berangsur-angsur lebih tenang. Di saat terpuruk begitu, Tuhan pun masih menyelamatkan IPK-ku: di atas 3,5. Aku semakin percaya bahwa, jalan yang kelak kulintasi barangkali tidak selalu mulus. Ada kalanya harus meniti jalanan terjal, berkelok, bahkan curam. Tetapi selama aku melibatkan Tuhan di sana, pasti Dia mampukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun