Mohon tunggu...
Made Dike Julianitakasih I
Made Dike Julianitakasih I Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Made Dike Julianitakasih Ilyasa. Pegiat Komunitas Ruang Imajinasi Sastra IMM FAI UMY. Pernah Meraih Juara Penulisan Cerpen Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Nasional (PEKSIMINAS) Kemdikbud

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerpen "Spasi"

10 Mei 2023   06:52 Diperbarui: 16 Mei 2023   19:12 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber Pribadi

"Jangan pernah alpa. Tidak akan ada simpul antara kita, selain inheren bisnis dan politik."

Sebaris kalimatnya dahulu mengantarkanku sampai saat ini, di kaki angkasa yang sama seperti malam itu. Bedanya, kini ia meniadakan jarak padaku. Netra tajam, gelap, sekaligus dalam itu tepat memandang nyalang mataku: semakin menghipnotis fundamen kesadaran, memabukkan vitalitas. Lengan dan tungkainya fasih membimbing tubuh ini berdansa mengiringi harmoni di dalam simfoni. Ballroom ekstensif malah terasa sempit, menyesakkan.

Baik sembilan tahun lalu maupun sekarang, tak banyak yang berubah. Dia masih dengan sekat transparannya yang masif, tidak mungkin kutembus. Sajak cintanya sekadar formalitas seremonial pernikahan kala fajar tadi.

Terikat oleh perjanjian yang kami sepakati berdua, prosa lara baru memulai tempias angkaranya.

Ia melingkarkan lengan pada pinggangku perlahan seiring musik klasik di ballroom tersebut memudar. Riuh tepuk tangan merajai seisi puri, decak kagum bersahut-sahutan. Dua tokoh utama dalam temaram malam sukses menggradasi warna purnama.

Kami dalangnya, kami pula wayangnya. Tak akan pernah berhenti memerankan panggung sandiwara. Itulah satu-satunya janji yang kami jaga kemarin, sekarang, esok lusa, hingga nanti-nanti.

Ya. Semua laku, segala afeksi, hanyalah sebatas panah fantasi amor. Artifisial.

**

"Maaf, Res. Saya benar-benar nggak bisa kasih kamu apa-apa. Tapi sungguh, saya senang sekali mendengar kabar ini," ujar Abhi seraya tersenyum hangat. Sorot teduh nan lembutnya menembus retina. Aku bergeming di luar karsa. Abhi, pria yang kucintai sebenar aku mencintai diriku. Impian memilikinya angan di awang-awang sahaja, peliharaan kuil itu tidak pantas kumiliki. Terlalu suci.

"Terima kasih, Bhi. Saya nggak minta macam-macam, kok." Karena aku kemari semata memuaskan hasrat rindu yang mendera, menjadikanku tanya dan engkau jawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun