Mohon tunggu...
little fufu
little fufu Mohon Tunggu... Jurnalis - Pembelajar aktif

manusia freedom yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengusir Insecure, Sang Penghuni Bilik

21 September 2020   04:23 Diperbarui: 21 September 2020   15:05 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika menilik pada bagian sudut film, tertera tulisan "Taare Zameen Par (2007)". Setelah mengetahui hal tersebut, dengan berat hati, insecure pun meninggalkan hunian tersebut. Sejak saat itu, belum terdengar kabar keberadaan insecure saat ini. Bilik mana yang akan dihuninya ataukah sudah tiada, belum diketahui sejauh ini.

Setelah membaca parable di atas, coba bersama merefleksikannya di kehidupan nyata. Sampai detik ini, berapa kali kita mendengar kata "bodoh", "Tidak bisa apa-apa" dan turunannya di dalam kehidupan kita? Baik secara tersirat maupun tersurat.

Lalu, apa yang kita rasakan setelah mendengar kata tersebut? Rendah diri? Merasa tidak berdaya? Useless? Loser? Tentunya setiap orang memiliki respon yang berbeda-beda. Yang jelas, kata tersebut telah mencemari mental anak. 

So, itulah kenapa orangtua dilarang melabeli anak dengan sesuatu yang negatif. Itu akan berdampak pada alam bawah sadar anak. Bukankah dukungan, kepercayaan orangtua dan lingkungan sekitar merupakan faktor penunjang perkembangan anak?

"Bodoh, tidak berguna, tidak bisa apa-apa", dan lain-lain adalah salah satu contoh pelabelan yang begitu cepat. Bukankah anak-anak masih terus bertumbuh dan berkembang?

Teori perkembangan kognitif anak pun secara gamblang juga sudah memaparkan terkait tahapan perkemban kogntif anak yang telah dibagi menjadi 4 menurut Jean Piaget, yaitu tahap sensorimotor (0-24 bulan), tahap preoperational (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-11 tahun), dan tahapan operasional formal (11 tahun).

Tidak adil kiranya apabila anak dinilai hanya dalam periode tertentu. Syukur-syukur mendapatkan label yang baik, kalau buruk? Apa kabar mental? Jangan sampai anak merasakan insecure sejak dini. 

Jika mental mereka tercemari dengan merasa kurang percaya diri dan turunan nya, dampaknya apa? Anak tidak bisa mengoptimalkan potensinya dengan baik karena tidak percaya pada diri sendiri. Kreativitas anak akan terhalangi. Kiranya penting untuk diingat bahwa, "Semua anak adalah bintang!"

Kita semua tahu, bahwa setiap manusia itu tumbuh dan berkembang, terlebih anak-anak. Perjalanannya masih panjang, perlu melalui berbagai macam tahap perkembangan. Setiap anak pun memiliki tahapan perkembangan yang berbeda-beda, terlebih membicarakan perihal waktu. 

Sudah pernah saya bahas di artikel sebelum-sebelumnya bahwa aspek perkembangan sendiri terdiri dari 6, salah satunya adalah aspek kognitif. Apabila kita menilik kisah Ishaan (Pemain utama dari Taare Zameen Par) yang menderita dyslexia yang menyebabkan di umur 9 tahun, ia belum mampu untuk membaca dan menulis. Ditambah dengan orangtuanya yang menganggap bahwa Ishaan selayaknya anak pada umumnya. Dari situ, Ayah Ishaan menganggap bahwa dia adalah anak yang bodoh, tidak seperti anak lain nya. Berbeda dengan kakaknya yang selalu istiqomah menduduki peringkat pertama. Jelas sudah siapa yang paling dibanggakan. Sunggu scenes yang mengandung bawang, andai saja mereka tau bagaimana kondisi Ishaan.

Setiap melihat Ishaan, entah mengapa saya selalu melihat saya di dalamnya. Namun tidak sememilukan itu. Sebut saja kelebihan anak yang tidak pernah diakui layaknya Ishaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun