Mohon tunggu...
little fufu
little fufu Mohon Tunggu... Jurnalis - Pembelajar aktif

manusia sanguin melankolis yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Literasi Sejak Dini, Kenapa Tidak?

26 Maret 2020   11:55 Diperbarui: 26 Maret 2020   18:50 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika mendengar kata "literasi", apa yang muncul dibenak kalian? Keterampilan menulis? Suka membaca? atau yang lain? Sepertinya sebelum memulai, alangkah lebih baik apabila kita membahas pengertian dari literasi itu sendiri, setuju? Oke, let's go.

Istilah literasi (literacy) sendiri sudah berkembang cukup lama. Makna dari literasi sendiri pun mengalami perubahan dari waktu ke waktu, sehingga didefinisikan dengan cakupan yang semakin luas. Menurut Graff dan Gee, literasi bukan suatu keterampilan atau fenomena tunggal. Literasi merupakan konsep yang tidak pernah berakhir. Dinamis dan relatifnya pengertian literasi tersebut lebih lanjut tampak pada bahasan pengertian sebagaimana berikut.

Pada tahun 1950-an, UNESCO menafsirkan literasi sebagai kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan bahan cetakan dan memfungsikan nya dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, pendidik, politikus, dan jurnalis menggunakan istilah membaca dan menulis, bukan literasi.

Street dan Smith menyebutkan bahwa ada dekade 1980-an, pendekatan sosiokultural terhadap literasi mulai berkembang. Sebelum ini, pendekatan sosiokultural memandang literasi bukan sekadar kegiatan membaca-menulis itu sendiri, melainkan praktik sosial atau proses sosial yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan eksentrik.

Fisher dan Eaness-pun menyatakan bahwa literasi adalah perpaduan kemampuan membaca, berpikir, dan menulis. Keterampilan-keterampilan itu diterapkan ketika berinteraksi dengan pihak lain dalam berbagai konteks. Dengan demikian, literasi berkaiatan dengan penggunaan bahasa tulis, termasuk teks-teks digital.

Konsep literasi yang dipaparkan di atas merupakan tujuan ideal dan tujuan akhir yang hendak dicapai dalam pembelajaran literasi. Untuk konsep literasi dalam kelompok bermain anak usia dini, tujuan yang ingin dicapai adalah keterampilan berbahasa yang meliputi menyimak/mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Literasi dini (emergent literacy) adalah suatu pembentukan keterampilan baca tulis yang diketahui awal sebelum sekolah.

Kemampuan awal anak dalam hal baca dan tulis lahir karena keingintahuan anak dan kemauan yang tinggi untuk mengetahui sesuatu. Selain itu, anak yang bermain dengan temannya atau saudaranya yang sudah mampu baca tulis juga dapat mendorong anak berkeinginan untuk mampu melakukan baca tulis. Jadi, disini tidak ada paksaan untuk anak agar dapat baca dan tulis sejak dini. Orang tua harus cakap memantau mana anak yang sudah siap untuk diberi informasi dan mana yang belum siap. Ingat, jangan dipaksa.

Konsep literasi dini dapat dilaksanakan secara ideal jika dua paradigma berikut ini telah bergesar, yaitu:

1. Pandangan berpusat pada orang dewasa ke pandangan berpusat pada anak (Adult centered perspective to child centered perspective).

2. Kesiapan sekolah ke literasi dini (School readiness to emergency literacy).

Kaitannya dengan pergeseran paradigma ini, Cooper (1997:9), menyatakan tentang konsep literasi dini.

"The concept of emergency literacy has not always been the one accepted by school. Before the 1960, educators talked about "reading readiness". The concept went virtually unchallenged until the mind-1960, when Durkin's classic study showed that it was simply not viable. This study was followed by investigation into language acquisition and the literacy habits of young children that led to the formation of the concept known as emergent literacy."

Pergeseran paradigma dari pandangan yang berpusat pada orang dewasa ke pandangan yang berpusat pada anak dapat dilakukan dengan mengetahui perkembangan bahasa anak yang menjadi salah satu subjek kajian ini Pengetahuan tentang perkembangan bahasa anak usia dini akan sangat membantu tercapai pembelajaran keterampilan dasar bahasa yang optimal. Bagi orang tua dan guru, pemahaman tentang perkembangan bahasa anak usia dini sangat diperlukan untuk membantu mereka dalam meningkatkan perkembangan kemampuan bahasa anak tersebut.

Secara naluriah, anak memiliki potensi untuk berkomunikasi dengan lingkungan yang telah diwujudkan sejak lahir. Berikut ini beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak:

1. Pengaruh biologis terhadap perkembangan bahasa anak.

Chomsky menyatakan bahwa hal yang tidak dapat tolak pada evolusi biologis membentuk manusia menjadi makhuluk linguistik. Ia mengatakan bahwa anak-anak dilahirkan ke dunia dengan alat penguasaan bahasa Language Acquisition Device (LAD), yaitu suatu keterikatan biologis yang memudahkan anak untuk mendeteksi kategori bahasa tertentu, seperti fonologi, sintaksis, dan semantik. LAD menurut Chomsky ialah suatu kemampuan tata bahasa bawaan yang mendasari semua bahasa.

2. Pengaruh intelektual terhadap perkembangan bahasa anak.

Perkembangan bahasa anak juga dipengaruhi faktor intelektual. Anak yang memiliki intelektual dan kognisi tinggi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Menurut Sunaryo dan Agung (2002:137), menyatakan bahwa perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor intelektual/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa anak. Misalnya, bayi, tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih sangat sederhana. Semakin bayi itu tumbuh dan berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan maka bahasa mulai berkembang dari tingkat yang sangat sederhana menuju ke bahasa yang kompleks.

Pernyataan diatas, mengandung pengertian bahwa perkembangan bahasa sejalan dengan perkembangan intelektual anak. Dengan kata lain, terdapat korelasi positif antara perkembangan intelektual dengan perkembangan bahasa anak.

3. Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan bahasa anak. 

Selain dipengaruhi oleh faktor biologis dan intelektual, perkembangan bahasa anak dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan yang berperan besar dalam perkembangan awal bahasa anak adalah lingkungan sosial. Menurut Adam Son dan Schegloff dalam Santrock (1995:182), menyatakan tentang pentingnya lingkungan sosial dalam mempengaruhi perkembangan awal bahasa anak, yaitu "... kita tidak mempelajari bahasa dalam suatu "ruang hampa sosial" (social vacuum). Kebanyakan anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita memerlukan pengenalan bahasa yang lebih dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang baik."

Lingkungan sosial yang pertama dan utama yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak adalah keluarga, yang terdiri dari ibu, ayah, dan orang dewasa di dalam keluarga. Santrock (1995: 182-183), berpendapat bahwa beberapa strategi yang diterapkan orang terdekat (ibu, ayah, dan orang dewasa lainnya) dalam pembelajaran untuk perkembangan bahasa anak sebagai berikut:

a. Motherese, yaitu cara ibu dan orang dewaasa lainnya sering berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas menggunakan kalimat-kalimat sederhana.

b. Recasting, yaitu pengucapan makna suatu kalimat yang sama atau mirip dengan cara berbeda. hal ini dapat dilakukan dengan mengubahnya menjadi suatu pertanyaan.

c. Echoing, yaitu mengulangi apa yang anak katakan khususnya suatu ungkapan atau kalimat yang tidak sempurna.

d. Expanding, yaitu menyatakan ulang apa yang telah anak katakan.

e. Labelling, yaitu mengidentifikasi nama-nama benda.

Strategi pembelajaran bahasa pada anak dilakukan ibu atau orang dewasa lainnya baik secara disengaja maupun tidak disengaja. Demikian pentingnya pengaruh lingkungan (keluarga).

Lingkungan sosial kedua yang turut mempengaruhi perkembangan bahasa anak adalah sekolah. Di sekolah anak mulai berinteraksi dengan teman sebayanya, ibu guru, bapak guru dan orang dewasa lainnya. Bentuk interaksi di sekolah berbeda dengan interaksi di dalam keluarga sebagai lingkungan sosial pertama.

Dirasai hal-hal diatas adalah pengetahuan dasar yang patut kita perhatikan. Tapi ada satu hal yang perlu diingat, setiap anak memiliki proses perkembangan bahasa yang berbeda-beda. Jadi jangan pernah membanding-bandingkan anak kita dengan anak yang lain didepan anak. hal tersebut akan menyebabkan gangguan psikologis pada anak.

 Pada artikel kali ini, mungkin cukup sampai disini. Kali lain, jika ada kesempatan akan saya bahas lebih lanjut mengenai perkembangan bahasa anak. Semoga bermanfaat, terimakasih.  

Sumber Bacaan:

Susanto, Ahmad. 2016. Pendidikan Anak Usia Dini (Ciputat: Bumi Aksara).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun