1. Metode Laci (menyelipkan, atau menitipkan ingatan-ingatan kita terhadap suatu obyek yang sangat kita kita, seperti kamar, rumah, dan lain-lain). Contoh: Menggunakan kursi sebagai obyek atau ikon pengingat dari nama orang seperti putri. Jadi, setiap kita melihat kursi, bisa dibilang kita secara otomatis memproses informasi yang kita lihat dan irecallingi yang merujuk pada putri. Karena kursi merupakan ikon dari putri.
2. Key word method, dengan meletakan imajinasinya yang nyata pada kata-kata yang penting. Contoh: Ingin menghafal freedom yaitu bebas, yang Anda imajinasikan dengan kupu-kupu yang dapat terbang bebas.
3. Verbal technic (mempermudah mengingat dengan memperpendek key word dalam otak). Disini verbal technic berupa akronim atau akostik, diaman menyingkatkan setiap huruf dibagian depan, seperti menyingkat 10 dasa dharma pramuka menjadi tacipaparerahedibesu yang akhirnya memudahkan kita untuk mengingatnya) dan akostik.
dan masih banyak lagi, latihn-latihan yang dapat digunakan untuk memperkuat ingatan kita.
Oh iya, FYI: sebuah informasi yang adanya keterlibatan emosional, rata-rata memiliki daya ingat yang bagus. Contoh ringannya seperti kenangan bersama mantan yang dapat diklasifikasikan LMA, bahkan meskipun sudah move on. Mengapa hal itu bisa terjadi? Â Apakah ini berbanding lurus dengan mereka yang susah untuk move on?Â
Ini pendapat saya, bisa dibilang, ketika melihat atau mengingat nama mantan, otak akan merespon dengan mengeluarkan semua informasi yang terkait dengan nama tersebut, yang rata-rata berupa kenangan, apakah itu kenangan yang indah atau buruk. Setiap informasi tersebut adanya penyertaan emosional yang membuat kita terhanyut atau terbawa dalam suasana.
Cukup menarik memang jika membahas mengenai memori manusia, terkadang sesuatu yang penting mudah sekali untuk dilupakan, seperti mengingat pelajaran, dan sesuatu yang tidak penting justru teringat, seperti kenangan bersama Dia. tetapi itu semua tetap berada pada satu kendali, yaitu diri kita masing-masing, bagaimana kita mengatur atau memanajemen ingatan kita tersebut. Bukankah begitu?
Apakah seharusnya ketika proses pembalajaran di sekolah atau kampus berlangsung, kita menyertakan emosional kita disana agar informasi tersebut melekat dengan baik? Mari kita coba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H