Atas kondisi tersebut, upaya melestarikan bahasa daerah yang eksis di negeri ini wajib terus dilakukan. Slogan "Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah dan Kuasai Bahasa Asing" bisa menjadi pijakan penting. Â
Di jalur formal, memasukan bahasa daerah dalam kurikulum muatan lokal yang telah diterapkan selama ini perlu diperluas cakupannya. Untuk merangsang minat dan motivasi siswa, pendekatan kreatifitas seperti pentas seni dan karya sastra dalam bahasa daerah dengan melibatkan siswa dalam lanskap penutur  bahasa tertentu merupakan alternatif yang menarik. Langkah ini akan mendukung prinsip pendidikan multibahasa berbasis bahasa ibu, terutama bagi siswa SD.
Di level perguruan tinggi, kegiatan penelitian diranah linguistik dengan sampel bahasa daerah mesti terus digalakan oleh para civitas akademika, termasuk  misalnya menyusun kamus bahasa daerah.Â
Meski bukan kalangan akademik, ada pelajaran berharga dari komunitas Sengker Kuwung Blambangan di Banyuwangi Jawa Timur. Untuk melestarikan bahasa Using di Banyuwangi, komunitas ini telah menerbitkan 18 buku fiksi dan nonfiksi dalam bahasa daerah Using, termasuk memfasilitasi pelatihan penyusunan kamus bahasa Using.
Upaya seperti menyusun kamus bahasa daerah urgen dilakukan, mengingat bahasa daerah juga berkontribusi  untuk memperkuat dan memperkaya khasanah linguistik Bahasa Indonesia. Kosa kata Bahasa Inggris seperti download dan upload adalah contoh, dimana padanan artinya justru diambil dari bahasa Jawa, unduh dan unggah.
Berikut, sebagai instrumen budaya, bahasa daerah mendapat tempat istimewa di tengah  komunitas penuturnya. Hal ini bisa dilihat pada perhelatan ritual budaya. Masyarakat Dawan di Timor Barat tidak bisa membayangkan jika  Natoni, tutur lisan khas dalam menyambut tamu dan acara adat diganti dengan tutur bahasa Indonesia. Kedalaman makna dan terutama value Natoni sebagai perekat relasi sosial hanya bisa terpenuhi, jika ia ditutur dalam bahasa Dawan.Â
Hal yang sama ditemui dalam tradisi Sole oha di komunitas Lamaholot. Sole oha merupakan semacam seni bercerita hikayat masa lalu dalam tradisi masyarakat penutur bahasa Lamaholot di Kabupaten Flores Timur dan Lembata- NTT, melalui tarian massal.Â
Dan sekali lagi, kisah dalam sole oha  itu akan kedengaran ritmis, syahdu dan menggugah para penari dan penonton hanya jika ia dilantunkan dalam bahasa Lamaholot. Ini artinya, fungsionalitas bahasa daerah dalam konteks  Natoni dan Sole oha merupakan piranti utama budaya yang inherent pada komunitasnya.   Â
Sangat mustahil  jika relasi sosial masyarakat di pulau Adonara, Solor dan Larantuka di Flores Timur, lalu Lembata dan sebagian wilayah kabupaten Alor, hidup tanpa bahasa Lamaholot. Itu tidak mungkin.Â
Ini satu lagi bukti, daya ikat sebuah bahasa daerah yang menyatukan komunitas di tiga kabupaten, terpisah berpulau-pulau tetapi senantiasa bersahabat dalam satu falsafah, persaudaraan warga Lamaholot. Bahasa daerah akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga perangkat sosial kehidupan masyarakat penuturnya.
Selain sebagai piranti komunikasi dan sosial budaya, bahasa daerah juga merupakan bukti sahih, kekayaan imajinasi dan kejayaan literasi nenek moyang kita yang sulit dijelaskan, di jaman secanggih saat ini sekalipun. Tugas berat kita saat ini adalah memastikan bahasa daerah tetap eksis, dipelajari, dan digunakan oleh generasi di masa depan.