Gradasi warna-warni  air laut dari biru tua, hijau tosca lalu biru muda seperti menyambut, begitu suara deru mesin gantung perahu motor kami mulai perlahan-lahan mengecil.Â
Tidak ada dermaga, maupun tambatan perahu. Moncong perahu  langsung karam di atas hamparan pasir  putih bersih nan halus pulau itu. Berlantai pasir putih, air laut setinggi mata kaki sekeliling pulau ini bening bak kaca. Ini pengalaman saya mengunjungi destinasi ini Juli 2018 lalu.Â
Letaknya diapiti tiga pulau kecil. Dua pulau di samping kanan, dan satu di sisi kiri. Ketiganya pulau kosong, tak berpenghuni. Â Eksistensi pulau ini sangat tergantung pada pasang surut air laut. Ketika air laut sedang surut, pulau ini akan mencapai luas maksimal dengan kontur melengkung, memanjang kurang lebih 250 meter dan lebar 50an meter. Sebaliknya, saat air laut pasang separuh wilayah pulau ini tertutup air. Daratan yang tersisa sekira 20an meter, dengan onggokan pasir halus yang nampak menonjol.
Namanya pulau Pasir Putih. Banyak orang menjulukinya pulau timbul tenggelam. Warga lokal dalam bahasa Lamaholot menyebutnya, Wera Bura, yang berarti Pasir Putih. Pulau ini terbentuk oleh hamparan pasir putih di tengah laut, tanpa satupun pepohonan.Â
Sampai di pulau ini, serasa beratap langit, berlantai pasir. Menyesal? Tentu tidak, karena dengan mata telanjang, pandangan anda akan dimanja dengan gugusan terumbu karang beberapa meter di sekeliling pulau ini. Â
Bahkan, jika anda kepanasan dan butuh pohon rindang untuk berteduh, silahkan mampir di satu, dua atau bahkan tiga pulau kosong itu. Dari arah Mekko, pulau Watan Peni di sisi kiri dan pulau Kroko dan Ipet di sebelah kanan pulau Pasir.Â
Caranya, tinggal nego dengan awak perahu tumpangan anda terkait tarif tambahan. Selain bisa beristirahat, menikmati bekal hidangan yang dibawa, Â anda juga bisa eksplorasi untuk menyaksikan spesis tanaman perdu dan gugusan hutan bakau dengan ribuan kelelawar bergelantungan di atasnya, Â habitat asli mamalia terbang ini. Sungguh, pemandangan yang langka.Â
Pertama ada Gunung Boleng di Pulau Adonara. Kedua,  Gunung Ile Ape di kampung Lewotolok  Pulau Lembata-Kabupaten Lembata, dan Gunung Batutara, gunung api aktif di tengah laut yang erupsi setiap hari. Letaknya di wilayah Kabupaten Lembata, berbatasan dengan Kabupaten Alor.  Â
Alternatif  pulau kecil lain dengan panorama serupa yang bisa dikunjungi  di sekitar  pulau Pasir Putih, adalah kawasan Bani. Jaraknya sekitar 10km ke arah  selatan Mekko.Â
Pada bulan Maret-Oktober, waktu terbaik berkunjung ke pulau Pasir Putih adalah pagi dan sore hari, apa lagi jika bertepatan dengan air laut surut. Umumnya, banyak pengunjung datang menunggu dan mengabadikan indahnya sunset. Bola matahari jingga menuju peraduan menjelang magrib, tampak jatuh ke ufuk bumi, mengapung di permukaan air laut, lalu perlahan tenggelam ke dalamnya. Ini penampakan sunset di Pulau Pasir Putih.
Mekko menjadi titik kumpul pengunjung sebelum beranjak ke pulau Pasir Putih. Jarak Mekko ke pulau Pasir sekitar 4 km, dengan waktu tempuh berkisar 20-35 menit menggunakan perahu motor milik nelayan setempat.Â
Tarif angkutan perahu motor dari Mekko ke pulau Pasir Rp. 15.000/orang. Jika melakukan  trip dalam rombongan, wisatawan bisa menggunakan perahu motor dengan sistem sewa, harganya tergantung negosiasi dengan operator perahu. Â
Akses menuju Mekko dari Bandara Gewayan Tanah di Larantuka, ibu kota  Kabupaten Flores Timur dengan menggunakan kapal motor penumpang yang rutin melayani rute Larantuka-Waiwerang di Pulau Adonara.Â
Dalam sehari, bisa ada 3 pelayaran dari dan ke Waiwerang dengan tarif  Rp. 25 ribu per orang. Dari Waiwerang ke Mekko, belum ada transportasi publik, maka pilihannya pada mobil carteran atau jasa ojek. Taksiran harga mobil carteran sekitar Rp.250-300 ribu. Jarak tempuh Waiwerang-Mekko sejauh 27km dengan lama perjalanan sekitar 1-2 jam dengan akses jalan  beraspal.Â
Pengunjung akan diantar ke Mekko dengan kapal motor dengan tarif Rp. 25 ribu per orang. Perjalanan akan ditempuh selama 1-2 jam. Sepanjang perjalanan, wisatawan akan melewati hamparan hutan mangrove sepanjang belasan kilo meter. Laut di sepanjang hutan mangrove ini, terbentang padang  Lamun (Seagrass), yang merupakan habitat beragam biota laut dan kaya akan berbagai jenis ikan. Di sinilah, disaat air laut surut,  masyarakat Witihama biasa mencari ikan secara tradisional yang disebut meting.
Obyek wisata pulau Pasir Putih di dusun Mekko sangat potensial dan prospektif untuk dikembangkan, agar mampu mendatangkan manfaat ekonomi, terutama bagi masyarakat lokal dusun Mekko dan desa Pledo secara umum.Â
Merujuk data otoritas desa Pledo, trend pengunjung pulau Pasir menunjukan peningkatan setiap tahunnya. Menurut Zisou Kay Gute, Kepala Urusan Pemerintahan Desa Pledo, rata-rata pengunjung setiap bulan diluar musim liburan mencapai lebih dari 700 wisatawan. Di musim liburan seperti Lebaran, libur semester, angka pengunjung di atas 1.000 orang. Data ini tidak termasuk turis asing yang berkunjung ke pulau Pasir dengan kapal pesiar.
Melihat data kunjungan wisatawan dan prospek pulau Pasir ke depan, tentu saja fasilitas saat ini masih butuh banyak peningkatan. Kasus turis asing yang enggan turun ke darat dari kapal mereka, disebabkan ketiadaan fasilitas penginapan (homestay, cottage), ketersediaan jasa kuliner, toilet, fasilitas internet, tambatan perahu, dan lainnya. Â Â Jika begitu, artinya masyarakat lokal belum mendapat manfaat ekonomi dari kedatangan wisatawan.Â
Selain dukungan fasilitas fisik seperti air bersih, toilet, Â Dinas bisa memfasilitasi pendampingan kepada pihak desa dan kelompok masyarakat yang terkait dalam layanan wisata.Â
Para pemilik dan operator perahu motor, pengelola parkir, pengusaha ikan, pelaku usaha kuliner, sopir, di desa Pledo perlu dirangkul, diedukasi soal ilmu dan pengetahuan layanan  pariwisata dan hospitality.
Pulau Pasir dan kawasan sekitar adalah destinasi ecotourism yang khas, maka model pengembangan yang bijak adalah dengan melibatkan masyarakat sekitar. Model Commuity Based Tourism memungkinkan warga dusun Mekko dan desa Pledo secara umum terlibat dalam perencanaan, pengelolaan dan pengambilan keputusan dalam pembangunan destinasi. Ini untuk menjamin keterlibatan masyarakat dalam upaya konservasi destinasi, dengan dasar kesadaran akan manfaat ekonomi yang mereka dapat.Â
Jika peluang ini dijalankan masyarakat desa Pledo, maka minimal dusun Mekko bisa menjadi dusun wisata yang tersohor, tidak hanya di NTT, tetapi Indonesia, karena pulau Pasir Putih dan kawasan baharinya yang eksotik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H