Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Merawat Kecanduan Menulis di Kompasiana Pada 2019

1 Januari 2019   11:10 Diperbarui: 2 Januari 2019   01:10 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: soulofjakarta.com

Kompasianer yang terlibat dalam diskusi itu, semuanya berdomisili di Kota Kupang, ibu kota Provinsi NTT. Saya satu-satunya yang datang dari kabupaten, menempuh perjalanan darat 110 km ke  Kupang, persisnya dari kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Bagi saya, diskusi seperti ini adalah sekolah sesungguhnya bagi penulis. Konsep berbagi ilmu dilakukan dengan interactive, supportive dan practice.

Selepas diskusi itu, saya semakin paham seluk beluk menulis di Kompasiana. Tekad saya, semoga tidak hanya tambah produktif tetapi kontennya juga meningkat secara kualitatif. Hal-hal lain bisa dipelajari sambil menulis, learning by doing termasuk menyangkut gaya menulis di blog. 

Bagi saya, ada perbedaan besar menulis di koran dan blog. Di koran, konten artikel lebih kaku, analitis bahkan ilmiah. Di blog sebaliknya, isi artikel bisa lebih rileks, dengan gaya khas bercerita (story telling).  Gaya inilah yang sedang saya gandrungi akhir-akhir ini. Jadi semacam pelampiasan, lepas dari kekakuan menulis di koran selama ini. Entahlah, tetapi sepertinya inilah magnet terbesar yang membuat passion menulis di Kompasiana begitu besar.

Jauh sebelum itu, menulis dengan gaya bercerita mengingtkan saya pada John Hersey-penulis pemenang Pulitzer Prize, dalam bukunya Hiroshima. Gaya demikian membuat para pembacanya seperti berada di setiap detik peristiwa, bersama enam korban selamat dari dampak ledakan bom atom di negeri sakura itu.  

Di Indonesia, gaya ini telah lama dianut para penulis aktivis seperti Linda Christanty, Andreas Harsono, Coen Husein Pontoh dkk, seperti bisa dilihat dalam antologi in-depth-reporting mereka "Jurnalisme Sastrawi".  

Tulisan dengan gaya bercerita biasanya mudah memainkan perasaan para pembaca, menggugah mereka, dan akhirnya larut dalam keseluruhan isi tulisan. Inilah chemistry yang paling diinginkan seorang penulis dari para pembacanya. Karena itu, memiliki kesempatan menulis dengan gaya demikian, bagi saya seperti dream comes true, apalagi menulis di Kompasiana dengan segmen pembaca jutaan orang di Indonesia. 

Pengalaman baru ini harus dirawat  di tahun 2019, dengan menulis lebih banyak artikel. Sebagaimana Pram bilang, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun