Mohon tunggu...
Ganda M Sihite
Ganda M Sihite Mohon Tunggu... Lainnya - Ingat lah pencipta mu dimasa mudamu

Research Human Right, Peace and Conflict Resolution, National Security

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

May Day, Omnibus Law di Tengah Huru-hara Pandemi Covid-19

10 Mei 2020   09:49 Diperbarui: 10 Mei 2020   09:51 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Empat orang tewas, puluhan luka-luka. Kalangan buruh pun marah dan mereka melakukan aksi pada 4 Mei di lapangan Haymart. Aksi yang diikuti puluhan ribu buruh ini awalnya berjalan damai. Namun tiba-tiba sebuah bom meledak. Tidak diketahui siapa yang meledakkan bom. Seorang polisi tewas dan belasan terluka. Polisi membalas dengan menembaki para buruh.

Karena kejadian ini, pimpinan buruh dijatuhi hukuman gantung. Masyarakat marah atas hasil hasil pengadilan. Mereka mendesak pemerintah untuk membebaskan para aktivis buruh yang ditahan. Aktivis buruh pun dibebaskan. Sejak saat itulah diperingati sebagai Hari Buruh.(sumber)

Di Indonesia setiap tanggal 1 mei atau May Day biasanya selalu dirayakan oleh buruh di berbagai kota di Indonesia dengan aksi Unjuk Rasa. Dengan berbagai tuntutan akan hak hak buruh yang harus dipenuhi dan kesejahteraan buruh. 

Setiap May Day tuntutan yang disuarakan selalu terkait dengan penghapusan Outsorching, Upah dan Kesejahteraan Buruh melalui hak hak nya tersebut. Dan disisi lain Undang Undang Ketenagakerjaan pun belum sepenuhnya menjawab akan persoalan buruh tersebut.

Hal itu karena beberapa pasal masih diatur terkait dnegan pemberlakuan outsorching. Dan realita nya hak hak buruh yang ada pada UU tersebut masih jauh dari yang diharapkan, dan terkesan buruh sampai saat ini masih tertindas.

Belum selesai persoalan buruh akan kesejahteraannya sebagaimana diatur dalam UU ketenagakerjaan, kini buruh kembali dihadapkan pada realita regulasi/aturan yang dibuat oleh pemerintah yaitu Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Regulasi yang dihadirkan dengan Dalih untuk meningkatkan perekonomian bangsa dengan kemudahan investasi, tapi pemerintah malah menabrak aturan yang diatasnya dan sendi sendi kehidupan masyarakat.

Mengutip pernyataan dari Prof Hariadi, Kartodihardjo,Pakar Kehutanan IPB mengatakan bahwa " Dalam RUU Cipta Kerja, kemudahan investasi diasumsikan sebagai Solusi sambil melanggengkan asbak tetap sebagai asbak. 

Solusi yang tidak berhubungan dengan masalah yang dihadapi masyarakat". disisi lain Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) lebih mengedepankan kepentingan investor. Ini akan membuat petani menjadi buruh di industri yang dikembangkan perusahaan besar.

Selain itu dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja pasal pasal yang mengatur terkait ketenagakerjaan malah semakin menyiksa hak hak para buruh dan lebih buruk aturannya daripada UU ketenagakerjaan. 

Dan berbagai pegiat atau aktivis yang menyangkut dalam omnibus law ini getol menolak dan meminta pemerintah untuk tidak melanjutkan nya. Karena dirasa dampak buruk yang lebih besar diprediksi akan terjadi setelah bencana kemanusian ini

Ditengah huru hara pandemi covid19 ini, bukan nya fokus mengatasi bencana kemanusiaan, DPR RI malah melanjutkan pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. Dengan sikap arogansi DPR RI ditengah pandemi ini membuat berbagai pihak geram terutama para buruh dan masyarakat menengah lainnya yang nantinya akan terkena imbas nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun