Memet memandangi kain kafan. Hatinya masih terasa panas mengingat percakapan dengan teman-temannya, MANTAN teman-temannya.
“Ah, cemen elu Met.”
Lihat jutaan umat berkumpul tanggal 4 November yang lalu, semua bersatu padu saling mendukung demi membela agama, membela kitab suci, membela ulama, membela nabi.
“Oh sungguh bulu kudukku berdiri, setiap aku mendengar takbir dari mulut jutaan umat pendemo”
“Demi – demo, demi – demo. Emangnya elo kagak ada kerjaan lain ya. “Saya mesti kerja tauk, mana bisa ikut demo!” bantah Memet.
“Ini lebih penting dari pada kerja Met, ini urusan hidup dan mati, surga dan neraka.”
“Halah, buat saya kasih makan anak istri lebih penting bos.”
“Met…., Met. Kalau agamamu dinista engkau diam saja, kau sudah kehilangan ghirah, Met.”
“Ghirah-Ghiroh, apanya sih yang dinista? Wong Ahok cuma bilang orang bisa menipu PAKAI ayat suci, apa salahnya sih.”
“Puih, elo kalau gak mau ikut demo ya sudah tapi gak usah ikutan ngebela orang yang menista ayat suci”
“Kalau gitu elo sama saja dengan si kapir. Elo mendingan pakai kain kafan saja”