Pada tahun 2016 terjadi peningkatan yang cukup tinggi, dari 256,2 juta jiwa penduduk menghasilkan tingkat penetrasi internet sebesar 51, 8 %. Dengan penyebaran Pulau Jawa 65%, Sumatera 15,7 %, Bali & Nusa 4,7 %, Kalimantan 5,8 %, Sulawesi 6.3 %, Maluku dan Papua 2.5 %.
Hal menarik lagi dari perkembangan cyberspace di Indonesia ialah tingginya intensitas penduduk Indonesia yang menggunakan jejaring media sosial, dalam hal ini seperti Facebook dan Twitter. Berikut 10 negara pengguna Facebook tertinggi pada mei 2014 dan pengguna Twitter tertinggi se-Asia Pasifik menurut badan pusat statistik marketing online (Statista):
Indonesia merupakan negara yang mengalami perkembangan grafik yang tinggi dalam penggunaan internet. Tingginya grafik ini mengakibatkan peluang dan ancaman bagi Indonesia, termasuk eksistensi Islam Nusantara yang mampu menghadirkan corak Islam yang moderat dan mampu berakulturasi demi menjaga kekokohan NKRI.
Dari hasil diskusi organisasi PMII cabang Ciputat dalam salah satu rangkaian materi Pelatihan Kader Lanjut di Puspitek, terlihat pemaparan yang mencengangkan dari salah satu pemateri. “Semua kategori informasi SEO (Search Engine Optimization) di Google berkaitan dengan keislaman di langit Indonesia peringkat halaman pertama yakni media yang beraliran Wahabi. Bisa diketik pada mesin google “tau” maka akan keluar tausiyah islam pada peringkat pertama, ketika dibuka maka urutan halaman pertama tidak satupun bercorak Islam Nusantara” (Mas Huday, Pengamat Digital Media NU).
Fakta tersebut memberi tamparan yang luar biasa bagi yang menjagai Aswaja dan Pancasila dalam mempertahankan NKRI. Maka tidak bisa dipungkiri belakangan ini gerakan radikalisme makin marak muncul. Salah satu penyebab yakni kalangan Nahdliyin tidak mampu menyerang balik arus informasi yang begitu pesatnya di era virtual. Maka bisa diprediksi pada tahun 2030, kalangan komunitas virtual akan menguasai laju persebaran informasi, jika kalangan Islam Nusantara yang moderat baik NU dan Muhammadiyah tidak dapat meng-upgrade diri sudah dipastikan kita akan kehilangan jatidiri.
Terlebih Muhammadiyah sebagai ormas Islam berkemajuan harus mampu membendung pemahanam yang memecah belah NKRI, Hoax, dan radikalisme. Jangan hanya terfokus pada memajukan umat dalam bentuk fisik saja. Namun kepunahan ini terjadi jika organisasi Islam moderat yang selalu menjaga NKRI, seperti NU dan Muhammadiyah tidak melakukan pembenahan diri dalam pertempuran di dunia maya.Ormas Islam semacam ini harus mampu mengimbangi masuknya Ideologi transnasional yang mencoba merusak NKRI.
Rabu, 28 Desember 2016 ormas ini mulai merespon dan menabuhkan genderang perang dengan mengadakan Kopdar Netizen NU. Diharapkan dengan pertemuan ini tidak hanya sebagai ajang silaturahim dan ngopi semata. Namun harus mampu menciptakan Roadmap apa saja yang akan dikeluarkan kedepannya. Harus mampu menciptakan domino efek yang luar biasa baik dari bawah maupun atas. karena nyatanya untuk saat ini masih tertinggal jauh, bisa kita lihat dari kekuatan mereka menguasai SEO (search engine optimization) Google, konten share sosial media dan messenger, menciptakan akun viral, dll.
Penulis adalah mahasiswa FISIP UIN Jakarta & Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ciputat
Catatan:
[1] Werner J.Severin Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2014) hal.380