Mohon tunggu...
Mabellita Sausan Humairah
Mabellita Sausan Humairah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Indonesia

Pribadi yang membutuhkan musik dan Twitter untuk mengiringi kehidupan sehari-harinya.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Belajar Bahasa Jepang Hanya dari Anime? Coba Dipikir Dulu Deh...

9 Juni 2024   12:40 Diperbarui: 9 Juni 2024   12:49 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah kamu pernah menonton Attack on Titan, One Piece, Naruto, atau Spy x Family? Kalau tidak pernah menontonnya, pasti setidaknya pernah mendengar nama-nama tersebut, kan? Benar sekali, nama-nama tersebut merupakan beberapa dari sekian banyaknya judul anime yang sangat populer di Indonesia, bahkan dunia. Budaya populer dari Jepang berbentuk animasi ini memang sudah digemari oleh banyak orang sejak tahun 1980-an dan menjadi hal yang identik dengan negeri sakura tersebut. Sampai saat ini, kepopuleran anime masih bertahan, bahkan menjadi salah satu budaya populer dengan fandom terbesar di dunia. Hal ini tentunya membuat para penggemar termotivasi untuk mempelajari bahasa Jepang agar dapat menonton anime tanpa subtitle.

Belajar bahasa Jepang sambil menonton anime dapat dikatakan sebagai metode pembelajaran yang terkesan menyenangkan. Biasanya pemelajar akan mendengar apa yang diucapkan sang tokoh sambil memperhatikan arti dalam takarir. Pemelajar juga bisa ikut mempraktikkan aksen dan cara sang tokoh berbicara sehingga terbiasa dengan ungkapan dan percakapan dalam bahasa Jepang. 

Ada banyak juga para pemelajar bahasa Jepang yang dapat berbicara dengan fasih hanya dengan menonton anime. Metode ini pun terkesan menjadi metode pembelajaran yang mudah dan efektif, terutama untuk pemula. Namun, pada kenyataanya, ada banyak hal terlewatkan yang justru menjadi poin penting dalam mempelajari bahasa Jepang yang tidak bisa dijelaskan melalui anime, baik itu dari segi keterampilan maupun budaya.

Dalam mempelajari bahasa, tentu ada empat keterampilan penting yang perlu dikuasai, di antaranya membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Membaca dan menyimak termasuk ke dalam keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif atau penerimaan. Sementara itu, menulis dan berbicara termasuk ke dalam keterampilan berbahasa bersifat produktif atau pengeluaran. 

Untuk dapat menguasai suatu bahasa dengan fasih, kita tidak boleh meninggalkan salah satu aspeknya karena semua aspek tersebut saling berhubungan dan dapat memengaruhi kemampuan kita saat berkomunikasi dengan bahasa tersebut.

Sumber: nippon.com
Sumber: nippon.com

Keterampilan-keterampilan tersebut tentu juga berlaku bagi para penutur bahasa Jepang. Para pemelajar bahasa Jepang perlu mempelajari dasar bahasa Jepang untuk dapat berkomunikasi layaknya penutur jati. 

Dengan menonton anime, pemelajar dapat melatih kemampuannya dalam memahami percakapan (choukai) dan kemampuan berbicara (kaiwa) dengan melakukan praktik shadowing, yaitu teknik mengucapkan kembali audio yang baru saja didengar dengan suara lantang. Dengan metode seperti ini, pemelajar dapat terbiasa untuk menangkap kalimat yang diucapkan lawan bicara dengan cepat serta berbicara dalam bahasa Jepang.

Namun, metode ini tentunya tidak dapat mencakup kemampuan membaca (dokkai) dan menulis (sakubun). Pemelajar tidak dapat mengetahui bagaimana bentuk kanji, cara baca, dan cara menulisnya hanya dengan menonton anime, sementara kanji termasuk komponen penting dalam bahasa Jepang. 

Bayangkan jika kalian pergi ke Jepang dan tidak tahu bagaimana cara membaca kanji di suatu papan pemberitahuan, pastinya kalian akan sangat kesulitan untuk dapat memahaminya.

Pemelajar juga tidak dapat menulis karangan (sakubun) atau karya tulis apapun dalam bahasa Jepang karena tidak memiliki pengetahuan tata bahasa (bunpou) yang baik. Pemelajar tidak dapat memahami penggunaan partikel yang benar karena biasanya penggunaan partikel lenyap saat diterapkan dalam percakapan. Kosakata yang digunakan juga terlalu luas karena anime memiliki genre yang beragam, termasuk genre fantasi.

 Kosakata dalam anime dengan genre fantasi belum tentu sesuai dengan kosakata yang benar-benar digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kalian pasti tidak ingin membuat lawan bicara kalian kebingungan hanya karena mengucapkan satu kosakata yang tidak familiar, kan?

Selain itu, mengenal budaya suatu negara juga merupakan poin penting dalam mempelajari bahasa asing. Bagaimana pun juga, bahasa tetaplah bagian dari budaya dan terbentuk karena budaya itu sendiri.

Begitu pula dengan bahasa Jepang. Kehidupan sosial di masyarakat Jepang sangat kental dengan nilai atau konsep yang melihat hubungan antarmanusia. Salah satunya adalah konsep uchi-soto. Uchi (bahasa Indonesia: ‘bagian dalam’) adalah lingkup yang memiliki hubungan dekat dengan pembicara dan menjadikan pembicara sebagai bagian dari lingkungan tersebut, seperti keluarga dan perusahaan. 

Sementara itu, soto (bahasa Indonesia: ‘bagian luar’) adalah lingkup yang tidak memiliki hubungan dekat dengan pembicara, seperti orang yang baru saja dikenal, pelanggan toko, dan pihak-pihak lain yang dianggap tidak akrab. Konsep ini menjadi dasar bagi masyarakat Jepang untuk menentukan tuturan seperti apa yang harus digunakan ketika berbicara kepada orang lain karena sangat memengaruhi sikap dan tingkat kesopanan.

Begitu juga dengan pemelajar bahasa Jepang. Untuk dapat berbicara layaknya penutur jati, kita perlu memperhatikan hubungan dengan lawan bicara kita. Jika tergolong dalam uchi, kita sebagai pembicara dapat menggunakan bentuk biasa atau futsuukei. Sementara itu, jika tergolong dalam soto, kita sebagai pembicara harus menggunakan bahasa hormat atau keigo. Kosakata dan tata bahasa yang digunakan antara futsuukei dan keigo juga sangat berbeda sehingga perlu pemahaman lebih lanjut. Menurut Chan dan Wong (2017), penggunaan futsuukei dan keigo dalam anime terkadang tidak sesuai dengan hubungan antartokohnya. Sebagai contoh, dialog tokoh pramusaji restoran kepada tokoh pelanggan yang menggunakan futsuukei dibanding keigo. Hal ini bisa dianggap sebagai perlakuan tidak sopan apabila sampai terjadi di kehidupan sehari-hari kita. Maka dari itu, apabila belajar dengan menonton anime, pemelajar tidak boleh serta-merta mempraktikkan tuturan yang diucapkan sang tokoh tanpa memperhatikan apakah ragam bahasa yang ia gunakan sudah sesuai atau belum.

Selain itu, dengan hanya menonton anime, pemelajar tidak bisa mengukur sampai mana tingkat kemahirannya dalam berbahasa Jepang. Hal tersebut dapat terjadi karena ujaran atau dialog yang digunakan dalam anime tidak diukur sesuai dengan tingkat kemahiran bahasa Jepang penontonnya. Bagaimana pun juga, tokoh dalam anime akan tetap menggunakan ujaran yang mengandung kosakata atau tata bahasa Jepang yang tergolong dalam tingkat N1 JLPT (tingkat tertinggi dan tersulit dalam ujian kecakapan bahasa Jepang) agar sesuai dengan konteks. Sebagai pemula, tidak seharusnya pemelajar mempelajari kosakata atau tata bahasa sulit terlebih dahulu karena hal ini hanya akan membuat pemelajaran menjadi tidak terarah. Akhirnya, pemelajar tidak dapat mengembangkan kemahiran berbahasa Jepangnya karena tidak memiliki target.

Sumber: JLPT Indonesia
Sumber: JLPT Indonesia

Dalam kata lain, untuk mempelajari bahasa Jepang, pemelajar tingkat pemula tidak bisa hanya mengandalkan anime sebagai sumber materi. Pemelajar masih memerlukan pemahaman lebih lanjut mengenai dasar-dasar dalam bahasa Jepang, seperti kosakata, kanji, tata bahasa, dan konsep uchi-soto, yang bisa didapatkan dalam buku pembelajaran bahasa Jepang. Pemelajar juga disarankan untuk mempelajari bahasa Jepang dari tingkat yang paling dasar sehingga pemelajar dapat mengukur tingkat kemahirannya. Dengan itu, pemelajar dapat memahami bahasa Jepang dari tingkat yang termudah sampai yang tersulit secara keseluruhan. Di samping itu, anime juga tidak bisa dikatakan sebagai media yang tidak efektif bagi pemelajar bahasa Jepang. Anime justru akan sangat membantu para pemelajar bahasa Jepang untuk melatih choukai, terutama bagi pemelajar yang ada di tingkat menengah. Menonton anime juga dapat melatih kaiwa agar semakin natural layaknya penutur jati. Akhir kata, metode pembelajaran bahasa Jepang dengan menonton anime dapat menjadi metode yang efektif apabila pemelajar sudah memiliki pengetahuan dasar dalam bahasa Jepang.

Referensi:

Chan, Y. H., & Wong, N. L. (2017). Learning japanese through anime. Journal of Language Teaching and Research, 8(3), 485–495. https://doi.org/10.17507/jltr.0803.06

Coto Japanese Academy. (2023, 13 Juli). Learning Japanese with Anime: Does it actually work?. Diakses pada 8 Juni 2024, dari https://cotoacademy.com/does-learning-japanese-with-anime-work/

Hoyt, N. (2018, 25 Mei). The Pros and Cons of Learning Japanese From Anime. Japanese Tactics. Diakses pada 7 Juni 2024, dari https://japanesetactics.com/the-pros-and-cons-of-learning-japanese-from-anime

IkuZo. (2020, 30 Maret). Apakah Efektif Belajar Bahasa Jepang melalui Anime?. Diakses pada 7 Juni 2024, dari https://goikuzo.com/en/apakah-efektif-belajar-bahasa-jepang-melalui-anime/

Mulyati, Y. (2015). Hakikat Keterampilan Berbahasa. Pdgk4101/Modul1, 1–34. https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/PDGK410103-M1.pdf

Salsabila, D. A., & Hariri, T. (2023). Representasi Konsep Uchi-Soto pada Penerjemahan Teineigo dalam Subtitle Drama Jepang. IZUMI, 12(2), 147-158. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/55084/pdf

Wiyatasari, R. (2017). REPRESENTASI KONSEP UCHI-SOTO DALAM BAHASA JEPANG. KIRYOKU, 1(4), 37. https://doi.org/10.14710/kiryoku.v1i4.37-47

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun