Mohon tunggu...
Mabellita Sausan Humairah
Mabellita Sausan Humairah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Indonesia

Pribadi yang membutuhkan musik dan Twitter untuk mengiringi kehidupan sehari-harinya.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Belajar Bahasa Jepang Hanya dari Anime? Coba Dipikir Dulu Deh...

9 Juni 2024   12:40 Diperbarui: 9 Juni 2024   12:49 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemelajar juga tidak dapat menulis karangan (sakubun) atau karya tulis apapun dalam bahasa Jepang karena tidak memiliki pengetahuan tata bahasa (bunpou) yang baik. Pemelajar tidak dapat memahami penggunaan partikel yang benar karena biasanya penggunaan partikel lenyap saat diterapkan dalam percakapan. Kosakata yang digunakan juga terlalu luas karena anime memiliki genre yang beragam, termasuk genre fantasi.

 Kosakata dalam anime dengan genre fantasi belum tentu sesuai dengan kosakata yang benar-benar digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kalian pasti tidak ingin membuat lawan bicara kalian kebingungan hanya karena mengucapkan satu kosakata yang tidak familiar, kan?

Selain itu, mengenal budaya suatu negara juga merupakan poin penting dalam mempelajari bahasa asing. Bagaimana pun juga, bahasa tetaplah bagian dari budaya dan terbentuk karena budaya itu sendiri.

Begitu pula dengan bahasa Jepang. Kehidupan sosial di masyarakat Jepang sangat kental dengan nilai atau konsep yang melihat hubungan antarmanusia. Salah satunya adalah konsep uchi-soto. Uchi (bahasa Indonesia: ‘bagian dalam’) adalah lingkup yang memiliki hubungan dekat dengan pembicara dan menjadikan pembicara sebagai bagian dari lingkungan tersebut, seperti keluarga dan perusahaan. 

Sementara itu, soto (bahasa Indonesia: ‘bagian luar’) adalah lingkup yang tidak memiliki hubungan dekat dengan pembicara, seperti orang yang baru saja dikenal, pelanggan toko, dan pihak-pihak lain yang dianggap tidak akrab. Konsep ini menjadi dasar bagi masyarakat Jepang untuk menentukan tuturan seperti apa yang harus digunakan ketika berbicara kepada orang lain karena sangat memengaruhi sikap dan tingkat kesopanan.

Begitu juga dengan pemelajar bahasa Jepang. Untuk dapat berbicara layaknya penutur jati, kita perlu memperhatikan hubungan dengan lawan bicara kita. Jika tergolong dalam uchi, kita sebagai pembicara dapat menggunakan bentuk biasa atau futsuukei. Sementara itu, jika tergolong dalam soto, kita sebagai pembicara harus menggunakan bahasa hormat atau keigo. Kosakata dan tata bahasa yang digunakan antara futsuukei dan keigo juga sangat berbeda sehingga perlu pemahaman lebih lanjut. Menurut Chan dan Wong (2017), penggunaan futsuukei dan keigo dalam anime terkadang tidak sesuai dengan hubungan antartokohnya. Sebagai contoh, dialog tokoh pramusaji restoran kepada tokoh pelanggan yang menggunakan futsuukei dibanding keigo. Hal ini bisa dianggap sebagai perlakuan tidak sopan apabila sampai terjadi di kehidupan sehari-hari kita. Maka dari itu, apabila belajar dengan menonton anime, pemelajar tidak boleh serta-merta mempraktikkan tuturan yang diucapkan sang tokoh tanpa memperhatikan apakah ragam bahasa yang ia gunakan sudah sesuai atau belum.

Selain itu, dengan hanya menonton anime, pemelajar tidak bisa mengukur sampai mana tingkat kemahirannya dalam berbahasa Jepang. Hal tersebut dapat terjadi karena ujaran atau dialog yang digunakan dalam anime tidak diukur sesuai dengan tingkat kemahiran bahasa Jepang penontonnya. Bagaimana pun juga, tokoh dalam anime akan tetap menggunakan ujaran yang mengandung kosakata atau tata bahasa Jepang yang tergolong dalam tingkat N1 JLPT (tingkat tertinggi dan tersulit dalam ujian kecakapan bahasa Jepang) agar sesuai dengan konteks. Sebagai pemula, tidak seharusnya pemelajar mempelajari kosakata atau tata bahasa sulit terlebih dahulu karena hal ini hanya akan membuat pemelajaran menjadi tidak terarah. Akhirnya, pemelajar tidak dapat mengembangkan kemahiran berbahasa Jepangnya karena tidak memiliki target.

Sumber: JLPT Indonesia
Sumber: JLPT Indonesia

Dalam kata lain, untuk mempelajari bahasa Jepang, pemelajar tingkat pemula tidak bisa hanya mengandalkan anime sebagai sumber materi. Pemelajar masih memerlukan pemahaman lebih lanjut mengenai dasar-dasar dalam bahasa Jepang, seperti kosakata, kanji, tata bahasa, dan konsep uchi-soto, yang bisa didapatkan dalam buku pembelajaran bahasa Jepang. Pemelajar juga disarankan untuk mempelajari bahasa Jepang dari tingkat yang paling dasar sehingga pemelajar dapat mengukur tingkat kemahirannya. Dengan itu, pemelajar dapat memahami bahasa Jepang dari tingkat yang termudah sampai yang tersulit secara keseluruhan. Di samping itu, anime juga tidak bisa dikatakan sebagai media yang tidak efektif bagi pemelajar bahasa Jepang. Anime justru akan sangat membantu para pemelajar bahasa Jepang untuk melatih choukai, terutama bagi pemelajar yang ada di tingkat menengah. Menonton anime juga dapat melatih kaiwa agar semakin natural layaknya penutur jati. Akhir kata, metode pembelajaran bahasa Jepang dengan menonton anime dapat menjadi metode yang efektif apabila pemelajar sudah memiliki pengetahuan dasar dalam bahasa Jepang.

Referensi:

Chan, Y. H., & Wong, N. L. (2017). Learning japanese through anime. Journal of Language Teaching and Research, 8(3), 485–495. https://doi.org/10.17507/jltr.0803.06

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun