Mohon tunggu...
M Abd Rahim
M Abd Rahim Mohon Tunggu... Guru - Guru/Dai
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

GPAI SMK PGRI 1 SURABAYA, Ingin terus belajar dan memberi manfaat orang banyak (Khoirunnas Anfa'uhum Linnas)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menikmati Perbedaan

25 Februari 2023   16:59 Diperbarui: 25 Februari 2023   19:26 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini langit masih menyimpan cahaya mentari, sisa-sisa air hujan tadi malam yang menempel di dedaunan, masih segar dan jatuh membasahi bumi. Begitu juga saat melihat air di muka jalan yang berlubang masih menggenang. Sekali dilewati kendaraan besar dan cepat, cipratan air keruh langsung mengenai sekitarnya.

"Fy bangun, tolong mas antar ke terminal!" Beberapa kali istri membangunkannya, tapi beberapa menit berkata "ya," matanya mengatup lagi.

"Raffy, bangun!" Kini suara istri lebih mengeras, membuat Raffy langsung berdiri dari tidurnya dan menuju kamar mandi.

"Jangan lama-lama, nanti mas terlambat kerja!"

Aku menunggunya duduk di sofa kamar tamu, memasang headset di telinga kiriku dan menikmati lagu lewat gawai yang ada di tanganku. Yang aku suka dari aplikasi gawai adalah sportify, di situ bebas memilih genre musik. Agar perjalanan menuju Surabaya, nyaman dan langsung bisa menikmati lagu dan menyerap beberapa ilmu dari podcast ataupun dari YouTube.

Delapan menit telah berlalu, Raffy telah mempersiapkan diri, dan mengantarkanku ke terminal. Alhamdulillah sampai depan terminal aku langsung mendapat bus yang biasanya lama menunggu, memilih bus yang tak penuh. Kalau penuh, siap-siap berdiri dari Mojokerto sampai Surabaya.

Alhamdulillah pagi ini aku mendapatkan bus yang agak kosong, Aku naik langsung mengambil tempat duduk di pojok yang paling belakang. Tidak seperti dulu saat pandemi, walaupun bus kosong tidak langsung duduk aku ingat prokol kesehatan pandemi covid 19, menjaga jarak, dan memakai masker. Saat itu aku bingung, walaupun ada tempat duduk kosong aku tetap berdiri.

Pagi ini, 06:15. Kunikmati, cahaya mentari yang mulai menghapus embun, sisa-sisa air yang memeluk daun pepohonan dunia mulai sirna.

Beberapa menit kemudian kondektur bus berkata 

"Yang baru Mojokerto

Saya menoleh ke samping,

"Ke Bungurasih pinten pak? "

"9 rb,"

Aku mengeluarkan selembar uang 10 ribu, sisa kemarin malam beli Mie Ayamnya Cak Man. Setiap hari Sabtu saya kadang naik bus, tak menjumpai pengamen. Biasanya kebanyakan dari mereka akan muncul di siang hari, tapi pagi ini di bus ini aku tumpangi menjumpai pengamen yang salah satu matanya rata, sebuah gitar kecil dikalungkan di lehernya mulai ia sentuh. Ia bersama temannya yang memegang alat tabuh memainkannya terdengar teduh.

Si pengamen wajah rata setengah itu, mulai mengeluarkan suaranya, sungguh indah dan enak didengar. Semua orang di bus ini, terbius oleh lagu-lagu yang dibawakannya. Walaupun salah satu telingaku tertutupi headset masih bisa menikmati lagu-lagu yang dinyanyikannya.

Diantara lagu yang didendangkannya adalah lagu milik Armada 

Syukuri apa adanya

Hidup adalah anugerah

Tetap jalani hidup ini

Melakukan yang terbaik

Tuhan pastikan menunjukkan

Kebesaran dan Kuasa-Nya

Bagi hamba-Nya yang sabar

Dan tak kenal putus asa

Aku termenung sebentar memaknai kehidupan. Tiba-tiba gawaiku memberi notifikasi 20%, lalu kuletakkannya di dalam saku. Headset juga kulepas, kumasukkan ke dalam tas. Lagu-lagu yang dinyanyikannya semakin asyik. Apalagi lagu viral yang nyanyikan penyanyi cilik Farel.

Wong ko ngene kok dibanding-bandingke

Saing-saingke, Yo mesti kalah

Ku berharap engkau mengerti, di hati ini

Hanya ada kamu

Lagu tersebut merupakan lagu akhir yang dinyanyikan oleh muka setengah rata. Saat itu aku mengingat anakku Hafiza kalau di Surabaya dibelikan ikan bandeng, terus Hafiza melafalkannya "Bandeng-bandengke, saeng-saengke." Kutertawa geli sebelum menikmati bandeng tersebut.

Beberapa menit kemudian temannya si muka setengah rata, mengulurkan tangannya ke para penumpang sambil memegang bungkus Snack. Para penumpang ada yang memasukkan rezekinya di kantung plastik tersebut, juga ada yang enggan. Saat pengamen tersebut mendekat, ku memasukkannya selembar rezeki berwana coklat.

Mentari telah menampakkan cahayanya, dibalik pepohonan yang kami lewati. Mereka menghilang entah ke kemana saat turun di lampu merah, setelah beberapa penumpang dan pengamen baru naik di dalam bus. Waktu terus melaju, kunikmati perbedaan penumpang baru tersebut sampai ke tempat pemberhentian.

***

Mojokerto, 25 Februari 2023 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun