"Masuk yah! Ayo! Gantiin Nenek ngipasin Hafizah, kasihan Nenek!" Pintanya
"Ya sebentar!"
Istriku menunggu diambang pintu, dan kembali lagi mendekatiku dan menepuk pundakku. "Sabar ya yah, semoga semua indah pada waktunya."Â
"Ya sayank, maafin aku belum bisa memberimu tempat yang terbaik." Ucapku sambil memandang tajam kedua matanya.Â
"Ya ayah, aku juga belum bisa menjadi ibu yang terbaik untuk keluarga" ia meneteskan air mata, lalu menjabat tanganku. Kuraih kedua tangannya dan kuhapus air mata yang mengalir di pipinya. Kami berdua larut dalam pelukan. Bulan dan para bintang menjadi saksi pada dua insan yang saling memaafkan.
Kami berdua memasuki kos, walau di dalam terasa panas menjelma suasana yang sejuk dalam sanubari. Aku izin istri sebentar untuk menuju ke kamar mandi, sesudah mengambil air wudhu kudapati istri duduk di bibir dipan.
"Ga tidur!" Ucapnya
"Mau salat malam dulu sayank!, Eman sudah bangun malam bila tidak kita gunakan untuk menghadap-Nya!" Kataku
"Hanya dua rakaat sayank."Â
"Tunggu, aku ikut!"Â
***