Mohon tunggu...
M Abd Rahim
M Abd Rahim Mohon Tunggu... Guru - Guru/Dai
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

GPAI SMK PGRI 1 SURABAYA, Ingin terus belajar dan memberi manfaat orang banyak (Khoirunnas Anfa'uhum Linnas)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya Itu Ilmu, Obornya adalah Guru

25 November 2022   00:56 Diperbarui: 1 Desember 2022   02:28 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri/diolah dengan canva.com

Cahaya Itu Ilmu, Obornya Adalah Guru

Oleh: M. Abd. Rahim

***

Hujan sore itu, membuatku harus berdiam di sekolah. Mengikuti ekstra BTQ yang dilaksanakan satu kali dalam seminggu. Walau hujan membelah malam, aku tetap berusaha untuk datang mencari ilmu. 

Ilmu adalah cahaya yang menerangi masa depanku, ilmu adalah cahaya yang menyinari hati dan fikiranku. Agar hidup ini tidak gelap, segelap malam. Masa depanku perlu adanya penerang, petunjuk untuk menjadi manusia yang berguna. Aku takkan bisa berjalan indah tanpa cahaya kebenaran, aku butuh guru yang memberi sumber cahaya itu.

***

"Dit, ayo dimulai ngajinya!" Kata Bu Yayuk

"Baik Bu!"

Walaupun beberapa anak yang mengikuti, adalah hujan deras penyebabnya. Aku masih standby bersama Feliks di ruang perpustakaan siap menerima ilmu. Bila hujan hanya gerimis, mereka masih bisa melewatinya dengan nafas lega. Di sisa tenagaku menerima pembelajaran dan membantu para panitia menyiapkan pelaksanaan Hari Guru, Aku masih butuh ilmu.

Guru yang mengajariku adalah orang tuaku di sekolah. Mereka membimbingku dari ketidaktahuan menuju cahaya pengetahuan. Namun bagian dari temanku tidak sadar diri bahwa kita sebagai siswa yang membutuhkan guru. Membutuhkan ilmunya, membutuhkan pengalamannya.

"Tsa-Sya, Dhlo-Dho." Rino masih belajar membedakan antara bunyi huruf Hijaiyah Tsa dan Syin besar, antara bunyi huruf Dhlo dan Dhod. Kemudian kami lanjut membunyikan panjang dan pendeknya huruf. 

Bu Yayuk senyum dan membenarkan ketika kami salah.

***

Sementara Pak Alif mempersiapkan absensi untuk kegiatan Hari Guru besok. Memang semua harus dipersiapkan, yang sebelumnya sore tadi pak Alif ngeprint bacaan istighosah kemudian digandakan sebanyak 360 lembar.

Aku yang disuruh pak Alif pergi ke foto kopi belakang sekolah, tapi masih tutup. Pergi ke tempat foto kopi lain, "Pak toko foto kopinya buka jam berapa?" Tanyaku kepada pemilik toko yang sedang bersama anak perempuannya.

"Iya mas ini mau saya buka!, maaf tadi tutup sementara menjemput anakku pulang sekolah." Katanya

Anak perempuannya kurang lebih baru berumur 5 tahun. Memakai seragam kanak-kanak. Anaknya diturunkan, kemudian bapak tersebut membuka tokonya. Begitulah jerih payah orang tua ketika anaknya sudah sekolah. Menutup tokonya sementara hanya untuk mengantar atau menjemputnya sekolah.

"Baik pak!"

Setelah kumasuk, benar mesin fotocopy sudah nyala dan lembar bacaan istighosah kiriman dari Ust. Mahrus siap digandakan. 

"Ditunggu saja mas, sebentar kok!"

Beberapa menit 360 lembar bacaan istighosah sudah dimasukkan ke tas plastik. "Berapa Pak?"

"72 ribu"

"Kwitansinya ya pak!"

Aku sangat berterima kasih, karena aku adalah orang pertama yang dilayaninya. Sehingga aku tidak harus menunggu lama karena biasanya banyak mahasiswa yang menjilid skripsinya di sini.

Menjumpai anak sekolah, para Maha Siswa mengerjakan tugas akhirnya. Mereka adalah berjalan menuju proses masa depan yang cerah. Yang tidak lain adalah guru sebagai pengantar kesuksesannya tersebut.

"Ya Allah berikanlah kesehatan pada semua guru-guruku, guru-guru Indonesia yang mendidik anak bangsa. Karena merekalah aku tahu, karena ilmu dari merekalah hati dan fikiranku bercahaya menatap masa depan yang lebih cerah." Doaku sambil jalan kembali ke sekolah

"Untuk para teman-temanku yang sering melukai hati bapak atau ibu guru segeralah minta maaf kepadanya, mintalah rida darinya karena dari rida tersebut hidup kita akan mulia. Ingatlah para teman-teman sekolahku jangan pernah menyakiti guru, karenanya kita tidak bisa memperoleh barokahnya ilmu."

"Guruku tetaplah menjadi obor untukku, berilah cahaya dengan ilmu-ilmumu. Selamat Hari Guru Pak Alif dan guru-guruku semua. Maafkan segala kesalahan dan kebodohan. Semoga langkahmu selalu di permudah oleh-Nya, semoga ilmu yang kau beri menjadi cahaya masa depanku dan anak bangsa." Aku berdoa dalam Sukma dan meneteskan air mata.

***

Surabaya, 25 November 2022

Naskah ke-27, tantangan dari dokjay 30 hari menulis di Kompasiana 

***

Silahkan Baca Juga Naskah Sebelumnya:

Naskah ke-1 : Guruku Adalah Orang Tuaku

Naskah ke-2: Sekolahku Adalah Surgaku

Naskah ke-3: Satu Visi, Satu hati

Naskah ke-4: Tragedi di Warung Pak Sugi

Naskah ke-5: Doa Bersama Untuk Para Guru Indonesia

Naskah ke-6: Ibu dan Guruku Melarangku Pacaran

Naskah ke-7: Madu Guru, Buah Manis Cita-cita Siswa

Naskah ke-8: Teman Kerja Adalah Guruku

Naskah ke-9: Berguru pada Pangeran Diponegoro

Naskah ke-10: Berguru pada Sunan Kalijaga

Naskah ke-11: Si Kebaya Merah

Naskah ke-12: Kangen Masakan Ayah

Naskah ke-13: Guruku Inspirasiku, Karenamu Ada Toko Online

Naskah ke-14: Berkah Digitalisasi Warung Pak Sugi

Naskah ke-15: Cinta Bersmi, Kembali dari Tanah Suci

Naskah ke-16: Cinta Segitiga

Naskah ke-17: Ledakan Itu, Melukai Dua Hati

Naskah ke-18: Hubungan Terlarang

Naskah ke-19: Guruku Adalah Obat Hatiku

Naskah ke-20: Ibuku Awet Muda, Apa Rahasianya?

Naskah ke-21: Di Ujung Waktu; 8 Miliar Manusia

Naskah ke-22: Solusi Bau Badan Menjadi Teladan

Naskah ke-23: Berguru Pada Elon Musk

Naskah ke-24: Hujan Di Akhir Bulan

Naskah ke-25: Detik Perjuanganku Menyambut Hari Guru

Naskah ke-26: Semangat Menyambut Hari guru

Naskah ke-27: Cahaya Itu Ilmu, Obornya adalah Guru

Naskah ke-28: Upacara Hari Guru

Naskah ke-29: Doa Bersama, Persiapan Ujian Akhir Semester

Naskah ke-30: Arti Apresiasi

Naskah ke-31: Bertemu di Warung Kelontong

Naskah ke-32: Lembutnya Hati Telah Kembali 

Naskah ke-33: Saat Belajar Bersama

Naskah ke-34: Badai Cinta Melukai Cinta

Naskah ke-35: Salju Berhembus dalam Kalbu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun