Guruku Adalah Obat Hatiku
Oleh: M. Abd. Rahim
***
Malam itu langit memberikan kesaksian, bulan telah bersinar terang. Namun tiba-tiba berubah menjadi hitam, suara guntur bersahutan dan hujan mulai turun. Bunga-bunga mulai layu, selayu hati Radit. Bunga yang bermekaran indah di taman kini terjatuh ke bumi, terbawa angin satu demi satu terlepas dari keindahannya. Hati Dea mulai kecamuk, mulai luntur rasa cintanya kepada radit. Satu harapan, mulai terkikis oleh keadaan. Semua harus menerima demi kebaikan bersama.
"Umi, umi, harus kuat Umi,"Ucap Dea, matanya menggenang samudra kepedihan. Hatinya sesak, apalagi menyaksikan Uminya tidak sadarkan diri.
"Dea, maafin kami. Karena penjelasan Ibuku semua berubah menjadi seperti ini." Kataku sambil mendekati Uminya dan menenangkan Dea.
Dea menatapku, hatiku masih luntur. "Andaikan saja hubungan ini masih lanjut, Aku akan bahagia bersamanya. Dea, kaulah yang menumbuhkan cinta dalam sukma ini, dan tumbuh begitu indah. Tapi tak mungkin, kau adalah saudaraku sendiri!"
Setelah beberapa menit Pak Haji menemani istrinya yang berbaring di ruang tamu. "Dea.., Radit..,!" Ibu Dea memanggilku dan juga Dea.
"Umi sudah siuman, ya ada apa Mi!" Tanya Dea. Aku diam menghampirinya.
"Kalian kini bersaudara, hapus perasaan kalian. Tidak ada lagi cinta diantara kalian!"