Oleh: M. Abd. Rahim
***
Setelah mobil Expender parkir dihalaman rumah ibu kosku. Dea dan orangtuanya menuju pintu rumahku. "Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab kami serempak dari ruang tamu.
"Siapa Dit?" Tanya ibuku.
"Beliau pak Haji Nasrul, ayahnya Dea." Bisikku
"Dea" Ibuku berfikirÂ
"Monggo pinarak Pak Haji" perintahku Ibuku tersenyum menyalami mereka.
"Tadi saya ke rumah Pak Sugi, katanya kamu diajak Umrah. Ya kami sekeluarga sekalian kesini." Cerita pak haji mengawali pembicaraan kami.
Kupandang sebelah sana Dea memakai gaun yang indah, dan memakai kerudung yang setara dengan warna baju dan bibirnya, merah meranum.
"Astaghfirullah Al adzim." Seketika itu ku menundukkan pandangan. Dea tersenyum kemudian ibunya menepuk pundaknya.Â
"Dea, apakah kamu sudah memutuskan jawaban
Beberapa menit kemudian mbak Clarissa datang sendirian, disusul teman-teman bersama Irine tiba-tiba datang. Namun ruang tamuku hanya cukup beberapa orang. Aku ambil terpal di kamar belakang, kemudian melewati Dea dan Ibunya.
"Ngampunten, amit nggeh!" Kataku sopan
"Dea, dibantu dunk Mas Radit!" Pinta Ibunya.Â
Kami mbeber terpal di depan kos bersama Dea, Irine datang menghampiri dan membantu kami. Kami memegang ujung-ujung terpal namun kurang satu di sisi Irene, datanglah mbak Clarissa membantu kami.Â
Pemandangan yang indah, Aku masih menjaga pandanganku. Aku melirik disisi kiriku ada Dea yang sedang membantu, di depanku ada Irene dan Clarissa. Setelah terpal terbeber rapi, Aku mempersilahkan teman-teman kelasku untuk duduk di depan kos. Aku dan Dea kembali ke ruang tamu sementara Irena dan Clarissa duduk bersama dengan teman sekelasku.
Ada yang aneh pandangan mereka, menuju diriku bersama Dea masuk ke rumah. Wajah ayu Irine mulai sinis, dan Clarissa menemani Mas Kris yang sedang merokok di samping rumah.
Aku bersama Ibuku, Pak Anam, Pak Haji dan istrinya masih di kamar tamu. Mereka menikmati air zam-zam dari tanah suci. Sementara Dea izin kepada ibuku menuju ke kamar mandi.
"Oh ternyata Ust. Anam ini teman ibunya Radit!" Sapa pak Haji
"Nggeh Pak Haji" Jawab Ayahnya mas Kris.
"Semoga pertemuan ini mengantarkan ibadah yang disukai oleh Allah" Doa pak Haji.
Ibu dan Pak Anam tersenyum lebar dan manggut-manggut. Dari perkataan pak Haji Ibu dan Pak Anam mengizinkan mereka bersatu lagi.
"Kapan baiknya hal ini menjadi keluarga yang satu?" Tanya pak Haji Nasrul
Aku melirik Dea
Dea tersenyum padaku, aku membalasnya. Ketika aku saling pandang, ibunya Dea mengerti bahwa Aku dan Dea saling mencintai.Â
"Kalau menurut saya, dibersamakan saja sama Dea."
"Ayah," Teriak Ibu Dea memotong pembicaraan mereka
"Mohon maaf Pak Haji, Kalau pak Haji berkenan. Nikahkanlah kami berdua dulu. Untuk Radit dan Dea biar kami yang bertanggung jawab." Jawab pak Anam
Irine memasuki rumah izin mau ke kamar mandi. Dia mendengar pembicaraan kami, "Mas Radit boleh kesini sebentar, minta tolong bukakan pintu kamar mandi!"
Ibu mengizinkanku ke belakang. Memang pintu kamar mandi sedikit rusak. Biasanya kalau kamar mandi tidak digunakan, kami buka pintunya. Mungkin tadi Dea yang barusan ke kamar mandi menutupnya. Aku tidak menyalahkan siapa-siapa, tapi irine menyalahkanku.Â
"Mas apakah benar kau dijodohkan sama Dea,?"Â
Aku diam
"Aku memendam rasa, sejak kamu satu kelompok waktu PPDB dulu" cerita Irine sambil memandangku dengan air mata terurai.
"Apakah aku salah mencintaimu!"Â
Sebelum kujawab, Dea menemui kami di belakang.
"Mas Radit apakah Irine itu pacarmu, jawab yang jujur!"Â
"Tolong sekarang kamu memilih, pilih Aku atau dia!, sebelum semua menjadi berantakan. Sebelum orang tuaku bergerak mengurus pernikahan kita!" Dea marah, matanya semakin mengurai air mata kepedihan.
Bersambung!
***
Surabaya, 16 November 2022
Naskah ke-16, Tantangan Dari Dokjay 30 hari Menulis di Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H