Kupandang sebelah sana Dea memakai gaun yang indah, dan memakai kerudung yang setara dengan warna baju dan bibirnya, merah meranum.
"Astaghfirullah Al adzim." Seketika itu ku menundukkan pandangan. Dea tersenyum kemudian ibunya menepuk pundaknya.Â
"Dea, apakah kamu sudah memutuskan jawaban
Beberapa menit kemudian mbak Clarissa datang sendirian, disusul teman-teman bersama Irine tiba-tiba datang. Namun ruang tamuku hanya cukup beberapa orang. Aku ambil terpal di kamar belakang, kemudian melewati Dea dan Ibunya.
"Ngampunten, amit nggeh!" Kataku sopan
"Dea, dibantu dunk Mas Radit!" Pinta Ibunya.Â
Kami mbeber terpal di depan kos bersama Dea, Irine datang menghampiri dan membantu kami. Kami memegang ujung-ujung terpal namun kurang satu di sisi Irene, datanglah mbak Clarissa membantu kami.Â
Pemandangan yang indah, Aku masih menjaga pandanganku. Aku melirik disisi kiriku ada Dea yang sedang membantu, di depanku ada Irene dan Clarissa. Setelah terpal terbeber rapi, Aku mempersilahkan teman-teman kelasku untuk duduk di depan kos. Aku dan Dea kembali ke ruang tamu sementara Irena dan Clarissa duduk bersama dengan teman sekelasku.
Ada yang aneh pandangan mereka, menuju diriku bersama Dea masuk ke rumah. Wajah ayu Irine mulai sinis, dan Clarissa menemani Mas Kris yang sedang merokok di samping rumah.
Aku bersama Ibuku, Pak Anam, Pak Haji dan istrinya masih di kamar tamu. Mereka menikmati air zam-zam dari tanah suci. Sementara Dea izin kepada ibuku menuju ke kamar mandi.
"Oh ternyata Ust. Anam ini teman ibunya Radit!" Sapa pak Haji