Sewaktu pulang dari sekolah, Radit masih menggunakan baju putih karena sekolah mengadakan Doa bersama. Setelah mandi ia mendekat pada ibunya dan baru membuka cerita bahwa malam kemarin ia ke rumah pak Haji Nasrul. Ia menceritakan kunci rumah Pak Haji Nasrul ketinggalan di warung pak Sugi, ia bercerita hingga pulang dari rumah pak Haji
"Dit, kamu masih kelas XI. Kamu belum mendapatkan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dari sekolahmu. Dan kamu juga belum kelas XII, mama khawatir sekolahmu putus ditengah jalan. Ku harap jangan berpacaran dulu."Ibu menasehatiku
"Dea kan teng pondok Bu!, nopo mungkin kulo pacaran!" Aku membela
"Kalau Dea sewaktu-waktu pulang ke rumah, apakah kamu tidak menemuinya!"
"Kata pak Sugi, kamu setiap hari ke rumahnya mengirim pisang kipas buat adiknya kan!"
"Njih, ngampunten Bu, kulo mpun terlanjur seneng kaleh Dea"Â
"Pokoknya jangan!!!, jauhi Dea!" Ibu berteriak sambil matanya memerah
"Kenapa Bu, Dea juga suka sama aku. Pun orang tuanya sudah mengizinkanku bersama dia!"
"Orang tuanya juga orang terhormat,"
"Pokoknya jangan!"
Ibu Radit tidak mengizinkannya berpacaran, karena banyak pemuda pemudi sekarang merusak masa depannya, apalagi sampai berbuat zina. Banyak siswi usia SMP yang sudah tidak perawan apalagi usia SMA. Banyak putus sekolah dari akibat pergaulan bebas, mereka dikeluarkan dari sekolahnya. Pergaulan bebas menjadi pengaruh utama, mereka tidak tau aturan agama dan tidak takut kepada Allah dan sebebasnya menerjang larangan-Nya.Â
Anak mulai pacaran, berarti sudah mengenal lawan jenis. Dan juga lebih dari itu, adalah nafsu. Mereka mencoba berpegangan tangan, mencoba mencium, dan seterusnya. Dan ketika saat itu iman luntur dan setan menguasai. Ingatlah ingat bahwa Allah Maha Melihat.
"Ingat kerja ya kerja, sekolah ya sekolah jangan yang lain. Ingat, kalau ke rumah pak Haji Nasrul hanya sekedar mengantar pesanan." Ibu menasihatiku lagi
"Njih Bu insyaallah, ngampunten ingkang katah!" Radit menjabat tangan ibunya dan meminta maaf sekalian izin bekerja ke warung pak Sugi.
Radit mengayuh sepedanya menuju ke tempat kerja dengan hati yang hancur, matanya meleleh dan menetes di jalan. Hatinya teriris-iris, dan pikirannya tak karuan.
 "Kenapa dit, kok sedih gitu?" Tanya pak Sugi
"Mboten nopo-nopo pak." Radit memberi senyum menutupi kesedihannya
"Oya jangan lupa pisang kipasnya Hilmi anaknya pak Haji jangan lupa dikirim ya!"
"Siap, niki tesih kulo gorengke pak!"Â
Satu bungkus sterofom pisang kipas siap diantar, Radit izin ke pak Sugi untuk ke rumah pak Haji Nasrul.
Sebelum berangkat mengantar pisang kipas ia siapkan juga jas hujan yang malam kemarin ia pinjam untuk dikembalikan.
Sampai sana, tidak seperti biasa ia tidak mendapati Hilmi yang biasanya di ruang tamu bersama ibunya menonton TV, pak Haji juga tidak ada. Malam itu, dia hanya mendapati Dea di rumah seorang diri.
"Loh kamu Dea, kamu di rumah!, Kemana orang tuamu dan adikmu?"
"Iya sekolah pondok libur semesteran, kemarin aku pulang ngebis dijemput Abah di Terminal. Abah, Umi dan Hilmi keluar ada urusan sama teman bisnisnya. Ini aku disuruh jaga rumah."
"Oh. Ini pisang kipas buat Hilmi"
Dea tersenyum manis mendengar ucapanku
"Sebenarnya itu pesenanku!"
Magdeg
"Aku langsung pulang ya!"
"Ga masuk dulu, bentar lagi Abah dan umi juga datang!" Perintah Dea
"Mohon maaf tidak enak, apalagi kita berdua berati yang ketiga adalah setan dunk" Jawabku. "Sebenarnya hati ini bahagia sekali bertemu denganmu, melihat kedua matamu, melihat senyum indahmu. Kau adalah ciptaan Allah yang sempurna, yang ingin kumiliki" Katanya dalam hati.
Walaupun dilarang oleh ibunya, cinta Radit ke Dea tidak hilang secara mudah. Namun setiap ketemu Dea cinta kepadanya tambah memuncak sempurna.Â
"Oya ini jas hujanmu saya kembalikan,"Â
"Tidak mas, itu jas hujan buat kamu. Aku sudah dibelikan Abah yang baru. Bawa saja, agar kau tidak kehujanan saat sekolah dan bekerja. Jangan lupa dibawa ya, ini musim hujan. Aku tidak mau kamu sakit, kasihan ibumu."
Radit tau batasan pacaran, didikan iman dari almarhum ayahnya begitu kuat. Dia tak berani masuk rumah dan kembali ke warung pak Sugi dengan hati yang berbunga-bunga. Ia membantu kerja pak Sugi sangat bersemangat.
***
Jas hujan pemberian Dea, menjadi ikatan cinta yang indah. Menjadi penyemangat Radit saat mencari ilmu dan bekerja membantu ibunya. Pagi ini Radit pergi ke sekolah, tidak lupa jas hujan pemberian dari Dea dibungkus cantik di dalam tas.Â
Sampai sekolah, ia ingin curhat dengan Pak Alif. Seperti biasa sebelum pembelajaran aku sempatkan untuk salat Duha dulu di masjid sekolah. Di sana sudah ada Pak Alif juga melaksanakan salat Duha. Setelah selesai Radit mendekati Pak Alif.Â
"Ngampunten Pak Alif, maaf mengganggu. Boleh tau tentang pacaran!" Tanyaku
"Pacaran di dalam Islam tidak boleh mas, karena bersifat sementara dan hanya didasari kesenangan nafsu duniawi saja, dan belum tentu menuju pernikahan. Pacaran hukumnya haram kalau antara laki-laki dan perempuan mencoba menjalani hubungan layaknya suami istri dan mereka belum menikah. Itulah zina dan Allah melarangnya, ini sesuai QS. Al-Isra' ayat 32: Dan janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu kotor dan sejelek-jeleknya jalan. Mendekati zina dilarang Allah apalagi berbuat zina." Pak Alif menjelaskan
Radit manggut-manggut
"Kalau kamu sudah menyukai lawan jenis, hendaknya yang pertama imanmu harus kuat. Tanamkan dalam hatimu bahwa Allah Maha Melihat, kapanpun, dimanapun bahwa Allah melihatmu. Yang kedua, bahwa menyentuh kulit laki-laki pada kulit perempuan membatalkan wudhu, maka dari itu tidak boleh bersalaman dengan yang bukan mahram. Yang ketiga, jikalau kamu menemui wanita yang kamu sukai, ajaklah saudara atau ibunya untuk menemaninya."
Pak Alif menjelaskan panjang lebar, dan mengingatkanku lebih baik tidak pacaran.Â
"Begitu juga ta'aruf harus memenuhi aturan syariat Islam. Bedanya ta'aruf dengan pacaran yaitu terletak pada keseriusan menuju pada pernikahan. Ta'aruf merupakan perkenalan yang bersifat kekal, insan yang saling mencintai hingga akhir hayatnya."
"Sebenarnya aku telah dijodohkan, seseorang memintaku untuk menjadi imam anak putrinya."
Mau berlanjut, tapi Bel masuk sekolah berbunyi. Radit dan Pak Alif keluar masjid.
"Matursembhnwun pak Alif atas penjelasannya"
"Sama-sama mas Radit"!
Mereka berpisah di pintu-pintu ruang kelas.
***
Senori, 06 November 2022
Naskah ke-6, tantangan dari dokjay 30 hari menulis di Kompasiana
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H