Kurikulum merdeka, khususnya di fase D (Kurikulum tingkat SMP) sangat terbuka untuk memasukkan  atau mengintegrasikan pendidikan politik di dalamnya.Â
Selain pengetahuan tentang proses politik kenegaraan, perlu juga pengetahuan tentang sikap-sikap yang perlu dimiliki dan dikembangkan agar suasana kehidupan yang harmonis dapat terjaga dalam situasi yang panas seperti hari-hari belakangan ini.Â
Eskhalasi politik yang pastinya akan semakin panas di tahun depan perlu diantisipasi sejak dini. Di sinilah peran dunia pendidikan formal (sekolah) dapat menjadi sentral.Â
Para siswa sebagai calon pemilih pemula yang baru akan mulai mengenal secara langsung proses politik kenegaraan pada tahun depan, adalah pelaku utama perubahan (sosial dan budaya) di masa yang akan datang.Â
Sebagai guru IPS yang kebetulan suka mencermati kondisi politik, situasi politikan akhir-akhir ini, Â khususnya sejak 2 periode terakhir, menjadi sesuatu yang memprihatinkan.Â
Minimnya pengetahuan dan  pemahaman para siswa terhadap proses politik dan perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat rentan disusupi paham-paham dan praktik politik yang kurang baik, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai idealisme.Â
Salah satu sebabnya adalah minimnya integrasi aspek-aspek terkait proses politik kenegaraan dengan materi pembelajaran. Proses politik hanya dipahami sebagai sebuah pengetahuan, bukan sebagai pengalaman yang berimplikasi secara langsung pada kehidupannya.Â
Di sinilah, saya mencoba berimprovisasi dengan memasukkan "Proses Pemilu" sebagai contoh bentuk perubahan yang direncanakan.Â
Bahkan, pemilulah yang menjadi pintu gerbang atau tahap awal perubahan sosial dan kebudayaan pada lima tahun atau beberapa puluh tahun ke depan.Â
Semoga saja, chaos sebagaimana yang diramalkan akan bisa terjadi di Oktober 2024, tidak pernah akan terjadi.Â
Suksesi kepemimpinan pasti dapat berjalan dengan tertib dan damai jika masyarakatnya sudah cerdas dalam arti kata yang sebenarnya, bukan hanya retorika yang menjadi milik golongan tertentu.Â