Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Disrupsi Ijasah di Depan Mata

8 Maret 2023   17:30 Diperbarui: 8 Maret 2023   17:33 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penghapusan Ujian Sekolah ternyata sudah terjadi, tanpa disadari oleh para pelaku, praktisi, dan pengamat pendidikan. Tak seperti ketika penghapusan UN yang gegap gempita, penghapusan US ini begitu senyap, sampai tak terasa gejalanya sama sekali.

Tulisan ini hanyalah saduran dari tulisan di gurusiana.id dengan judul "Disrupsi Ijasah, Sertifikat, dan Piagam" yang dimuat pada Hari Selasa, 7 Maret 2023.

Ijasah, sertifikat, piagam, adalah produk turunan dari proses pendidikan dan pelatihan di lembaga pendidikan formal. Lulusan atau alumni adalah produk utamanya. Nama dan cara memperoleh ketiga jenis surat pengakuan atas kompetensi itu beda, maka tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemiliknya juga berbeda.

Nilai atau value ketiga surat tersebut juga berstrata,  seirama dengan tingkat kesulitan, lamanya waktu, dan keluasan serta kedalaman penguasaan bidang keilmuannya.

Dunia pendidikan kita pernah beberapa kali dilanda gonjang-ganjing akibat legalitas dokumen ijasah yang digunakan oleh seseorang untuk suatu kepentingan yang cukup penting bagi masyarakat luas.

Yang terbaru tentang gela Doktor Honoris Causa (DR HC), gelar akademik tertinggi (setara strata tiga (S-3) yang dianugrahkan kepada seorang tokoh sebagai  bentuk apresiasi dari lembaga pendidikan yang menerbitkannya, atas kiprah dan peran tokoh tersebut  bagi masyarakat.

Hebohnya bukan layak dan tidaknya, tetapi ketika gelar hadiah tersebut kemudian dipakai di depan namanya untuk kepentingan yang tidak ada kaitannya dengan gelar tersebut, sehingga seolah-olah ybs telah menempuh jenjang pendidikan S3. Tidak etis dilihat dari sudut pandang akademik.

Kehebohan gelar hadiah ini juga sempat  mengundang komentar masyarakat luas ketika seorang tokoh senior mengatakan bahwa beliau memiliki gelar DR (HC) terbanyak di negerinya. 

Beberapa tahun sebelum pandemi pernah marak juga kabar tentang mudah dan murahnya meraih ijasah dari jenjang pendidikan tinggi. Khususnya untuk meraih gelar yang waktu studynya singkat, seperti S-2 yang normalnya dua tahun, atau S-3 yang normalnya 3 tahun. 

Sedangkan untuk S-1 keramaiannya bukan terkait dengan murah dan mudahnya mendapatkan, tetapi pada kredibilitas atau akreditasi lembaga pendidikannya. Banyak sekali perguruan tinggi yang belum terakreditasi  atau hasil akreditasinya belum memenuhi syarat untuk mengeluarkan/menerbitkan ijasah.

Ijasah, sampai saat ini kedudukannya masih sangat tinggi di tengah masyarakat. Para pemegang ijasah yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan formal masih diakui eksistensinya. Setiap instansi yang butuh karyawan masih mensyaratkan kepemilikan ijasah. 

Di peringkat kedua adalah sertifikat, para pengelola pendidikan informal berlomba memberikan kursus dan  pelatihan keterampilan yang berkualitas dan bersertifikat dari lembaga sertifikasi terkemuka. Diterimanya para alumni lembaga kursus di berbagai bidang pekerjaan menjadi pembangun citra  lembaga tersebut di mata masyarakat. 

Tetapi sejak saat ini, saya khawatir pada kemungkinan diarupsi fungsi dan nilai (values) ijasah, sertifikat, dan piagam, sepertinya eranya baru dimulai. Mulai tahun ini ijasah hanyalah sebuah reward, bukan pengakuan atas perjuanagan panjang penuh pengorbanan untuk menguasai kompetensi dan menorehkan prestasi melalui serangkaian ujian pendadaran.

Peniadaan Ujian Sekolah bisa menjadi legitimasi bahwa "masa di mana ijasah tidak menjamin kompetensi" telah nyata adanya. Dan ke depannya bisa jadi "masa di mana "sekolah hanyalah formailitas pendidikan " akan benar-benar terwujud. Dan itu berarti juga matinya marwah guru sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun