Kemiskinan dalam arti luas, Â merupakan masalah utama yang menjadikan suatu negara disebut maju atau berkembang. Jika dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan, kemiskinan menjadi indikator makmuran negara.Â
Oleh karena itulah sudah seharusnya kemiskinan menjadi salah satu kebijakan prioritas pemerintah. Apapun nama dan bentuk kebijakannya, pastinya hasil akhir akan bermuara pada tujuan negara, yakni tercapainya kesejahteraan seluruh warga negara.
Di era milenial, pola kehidupan di semua lapisan masyarakat sudah berubah seiring kemajuan teknologi di berbagai bidang, tak terkecuali di kalangan masyarakat miskin. Bukan masanya lagi orang miskin tak kenal gadget, medsos, dan alat transportasi bermesin. Beda soal jika orang miskin tak memilikinya, berarti dia bukan orang miskin, tetapi orang yang sangat miskin.
Ngomong-ngomong soal kemiskinan, pasti akan sampai pada indikatornya. Karena itulah di awal saya sebut kemiskinan dalam arti luas. Jadi, termasuk di dalamnya ada miskin moral, miskin etika, miskin pendidikan, dan sererusnya, tak hanya soal miskin harta.
Tentang subsidi, khususnya BBM, alasannya juga kemiskinan. Dalam rangka mengurangi miskin pendidikan maka subsidi bbm dikurangi, dialihkan untuk subsudi pendidikan.Â
Bunyi kebijakan formalnya begitu, jika ada opini lain di belakang kebijakan resmi, tentunya bukan kesalahan si pemikir, karena di balik kebijakan tersebut tidak hanya hitam putih soal pendidikan dan soal subsidi, tetapi ada juga dimensi bisnis, usaha dan perusahaan, bahkan juga politik.
Ketika diputuskan menerapkan kontrol  terhadap subsidi, berbagai model dan pola sudah pernah diterapkan, basis kontrolnya tentu yang terkait dengan angka kemiskinan, kategori miskin, dan indikator kemiskinan. Hasilnya nyaris semua kontrol itu kurang memuaskan banyak pihak, kebocoran masih banyak terjadi. Orang miskinkah pelakunya ? Ya, miskin moral dan etika. Bukan yang miskin harta dan pendidikan.
Mengapa bisa terjadi seperti itu? Jawabnya karena kurangnya keteladanan dari para petinggi, para pemimpin. Sudah banyak orang pintar yang membahasnya.
Subsidi bbm menunjukkan hal itu. Kita semua tahu, bahwa perusahaan penjual minyak milik negara itu adalah perusahaan yang sekarang sedang berusaha meraih untung untuk menutup kerugian yang mencapai  trilyunan, sementara para dirutnya bergelimang uang. Â
Kita juga tahu bahwa selama ini perusahaan platmerah itu tidak sepenuhnya menjalankan prinsip yang pernah dicanangkan di suatu waktu terkait harga jualannya. Kita juga masih bisa melacak jejak kebijakan yang dijanjikan di awal tahun bahwa  janjinya akan berlaku dalam setahun. Namun kini faktanya berbeda, ketika belum sampai seperempat tahun saja kebijakan sudah berubah, dan sampai sekarang sudah berapa kali berubah ?Â
Orang miskin jaman now memang kebanyakan miskin harta, tapi tidak miskin informasi, tidak miskin teknologi. Jauh lebih banyak orang yang kaya harta tapi miskin etika dan moralitas, itu yang mesti ditindaklanjuti agar kontrol subsidi benar-benar efektif sehingga subsidi tepat sasaran.