Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ucapanku adalah Doaku

24 Desember 2023   18:53 Diperbarui: 24 Desember 2023   19:01 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sebenarnya ini tulisan lama, tetapi sepertinya belum sempat terekspos saat menyisir catatan-catatan yang terserak di beberapa memory portabel, gadget dan laptop. Judul pertama saat menulisnya adalah Sabda Pandhita Ratu, tetapi isinya sangat relevan dengan hikmah Ramadhan. 

Sabda Pandhita Ratu

Sabda pandhita ratu tan kena wola-wali, kurang lebih bermakna bahwa ucapan seorang raja tidak boleh berubah-ubah.
Unen-unen atau bunyi bahasa tersebut dulu sering aku baca dan kadang aku dengar dalam pergaulan sehari-hari sebagai gambaran bagaimana ucapan seseorang bisa dipegang. Meskipun yang bicara hanya orang biasa, jangankan seorang raja, ketua atau pengurus RT pun bukan, namun peribahasa itu seringkali digunakan untuk mengomentari apa yang orang tersebut katakan, atau untuk mengingatkan jika pendapatnya berbeda dengan pendapat sebelumnya.

Kesamaan antara unen-unen pada pembuka tulisan ini dengan unen-unen lain yang aku ubah menjadi judul tulisan ada pada sumber keluarnya bunyi, atau ucapan seseorang yaitu mulut, dan lebih spesifik lagi adalah pada Lidah. Bagian dari tubuh manusia yang bisa menentukan nasib seseorang, baik nasib diri pribadi maupun orang lain.

Terkait dengan judul di atas, pengalaman kemarin (14/06/18) hari terakhir puasa Romadhan atau H-1 dan hari ini (15/06/18) saat hari H Lebaran 1 Syawal 149 H, menjadi salah satu contoh bagiku pribadi dan juga pembaca sekalian tentang akibat dari sesuatu yang diucapkan secara nyata, sesuatu yang diucapkan dan sampai bisa didengar oleh orang lain. Beda halnya jika masih tersimpan dalam hati.

Pagi itu dengan semangat menyambut datangnya hari kemenangan, beserta istri dan anak-anak kami melaksanakan aksi bebersih rumah dan pekarangan. Meskipun aksi lebih didominasi oleh koordinator lapangan, hal itu tidak mengurangi semangat untuk mewujudkan perubahan di negeri kecil kami, setidaknya ada perubahan suasana sebagaimana yang diinginkan oleh "wakil presiden" kami yang saat eksekusi bertindak laksana pimpro merangkap mandor sekaligus oposisi. Ya, benar, oposisi yang kerjanya mengkritisi segala hal yang sedang, sudah, dan bahkan yang belum dilakukan oleh pelaksana proyek. #hihihi.. untung "beliau" bukan kompasianer.. 

Proyek pertama dilaksanakan pada H-3, adalah mengubah warna cat dinding, niatnya hanya sekedar meneruskan kamar si sulung yang sudah lebih dari setahun belum selesai dicat, sehingga yang dibeli hanya kaleng ukuran kecil (1kg). Alhamdulillah, Sulung dan istri mengecat kamar, sedangkan aku dan si tengah mengecat dinding depan (si bungsu ikut kakungnya di ndalem Klimbungan) terselesaikan kurang dari 2 jam. Di sela istirahat tercetus ide baru demi melihat sisa cat masih lumayan banyak setelah pengecatannya menggunakan pola, bukan diblok rata satu warna. Maka berlanjutlah proses eksekusi proyek #2, Dinding Ruang Tamu.

Di H-1 proyek #2 sudah selesai, sambil menunggu air menyala, sejak kemarin pagi dan beberapa hari sebelumnya air menyala eh..mengalir tak teratur,  iseng-iseng kucabuti rumput di belakang rumah dan berkembang menjadi menata sisa batu bata sebagai pengeras tanah belakang rumah. Tiba-tiba tanpa ada gejala dan pertanda apapun sebelumnya, dalam keadaan jongkok, terasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam dada, perut melilit dan rasa lemas menjalari seluruh tubuh diiringi rasa dingin yang tak biasa seperti menusuk dalam relung hati.

Astaghfirullah... gejalanya seperti ketika dulu terkena gejala typhus, minus mulut/lidah terasa pahit. I'am Dropped by the lizard.

Segera kuambil jaket, penutup kepala dan celana panjang, duduk terpekur menelusuri sebab musababnya, dan sekali lagi kuucapkan istighfar berulang-ulang, semoga Allah mengampuni segala kesalahan dan dosaku. Atas segala ucapan dan perilaku yang kulakukan tanpa baik kusadari maupun tidak.

Mengapa ?

Malam itu aku tidak makan besar usai buka puasa seperti biasanya, hanya makan camilan seadanya yang tentu saja ukurannya sangat jauh dari mencukupi untuk mengganti energi yang aku lepas dengan penuh semangat saat mengecat dan bersih-bersih pekarangan pada siang harinya. Makan besar baru aku lakukan saat pukul 00.lebih sekian menit, takarannya pun hanya sekedarnya.

sebelum sampai pada sebab utamanya, penelusuran bathin aku menemukan bahwa malam hari sebelumnya, Kemarin sore saat masih H-2, sambil duduk-duduk bersama istri menemani anak-anak menunggu tiba waktu shalat isya' dan Taraweh, terluncur/tercetus dari bibir, "kok rasa-rasane sesuk kaya ora arep badan (di beberapa daerah di Jawa sudah umum menyebut lebaran dengan Bada atau badan -dengan lafal huruf "d" posisi lidah tidak di langit-langit mulut tetapi di antara gigi depan atas dan bawah )". Istripun sempat menimpali meski mungkin salah dengar sehingga timpalannya dengan kalimat, "pancen sesuk badan".
Sialnya, aku tegaskan saat itu juga dengan kalimat pendek, "lha iya, rasane kaya ora arep badan".

Dan, "Kun fayakun", apa yang dikehendaki terjadi oleh-NYA maka terjadilah, tidak perlu menunggu lama hingga kusadari apa yang kuucapkan, Allah jadikan pada pagi hari 1 Syawal 1439 H kondisiku tak memungkinkan untuk merayakan hari kemenanganku atas perangku melawan nafsu pada detik-detik terakhir dengan penuh kebahagiaan, justru keprihatinan mendalam oleh karena istri dan anak-anakku pun ikut menanggung akibatnya. Bahkan tetangga kiri kanan dan saudara jauh maupun dekat otomatis tidak mendapat kunjunganku sebagaimana biasanya. Semoga mereka semua benar-benar dalam suasana memaafkan, hingga ketidakhadiranku sekeluarga tidak menimbulkan syak wasangka daam hati mereka.

Begitulah, peristiwa besar dalam hidupku sebelumnya juga ada beberapa,  bahkan bisa dibilang banyak setelah kucoba telusuri melalui perenungan mendalam, yang merupakan akibat dari ucapan, baik disengaja ataupun tidak, baik positif maupun negatif. Bahkan, sempat dalam beberapa waktu tema itu selalu aku sampaikan pada anak-anakku di kelas setiap kali kegiatan belajar mengajar, bahwa apa yang kita ucapkan adalah doa, jadi mari berhati-hati dengan ucapan.

Wallahu'alam bishawab

NB : Pass banget, selesai kutulis ini tampil clue di RTV pukul 17.33 "Hidup dan mati seseorang dikuasai lidah, barang siapa gemar menggemakannya akan menuai berkah"

#Klimbungan 1 Syawal 1439 / 20180615

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun