Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Oo... Ada Bom..."

14 Januari 2016   22:52 Diperbarui: 14 Januari 2016   23:15 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bom Jakarta

Artikel #36

 

Entahlah... rasanya tak ada sedikitpun yang perlu kukagetkan, kukhawatirkan atau sedih dan seterusnya. Biasa-biasa saja ketika melihat berita untuk pertama kali peristiwa bom Jakarta tadi pagi, yang justru kulihat dari sepotong kalimat cuplikan iklan media berita online di media sosial, bukan dari Headline kanal berita yang memang mengkhususkan diri sebagai media pemberitaan. 

Bahwa ada yang salah dengan diriku mungkin benar adanya, bukan salah dalam artian aku melakukan sebuah dosa, tapi lebih pada diagnosa "aku sakit jiwa".  

Jika benar aku sakit jiwa, dengan indikator utama sikapku yang biasa-biasa saja terhadap peristiwa bom Jakarta, maka aku mungkin hanyalah setitik susu di dalam nila sebelanga. Tak terlalu kurisaukan menjadi bagian yang tak penting dari sebagian besar hal yang jauh tidak lebih penting, bahkan tak berguna.

Ya, tak berguna menurutku, mengutuk, menghujat, dan memaki pelaku, mempersalahkan intelijen negara, menuding pihak lain sebagai pelaku sementara polisi dan intelijenpun belum tahu siapa pelakunya. 

Tapi, bisa juga sebuah kewajaran hal ini terjadi padaku, dan juga pada banyak orang yang lain, bukan aku sedang sakit jiwa. Lihat saja di sekeliling kita, apakah mereka yang hidup jauh di luar Jakarta merasakan risau, sedih, kaget, dan sebagainya hingga mengekspresikannya secara nyata ? Tetangga dekat rumahku masih asyik menonton tayangan dangdut dengan leyeh-leyeh setelah seharian bekerja, tetangga yang lain sedang asyik ngobrol yang saya yakin tak sedikitpun menyinggung berita bom Jakarta, karena mereka biasanya ngobrol masalah kambing atau tanaman dan rumput mereka. 

Bom Jakarta bagiku tak ubahnya heboh politik tempo hari, dengan aktor yang berbeda. Dan saya pikir memang heboh politik juga, hanya beda cara mengekspresikannya. Jika Setyo Novanto, Riza Chalid, Fachri Hamzah, Fadli Zon, Jokowi, Prabowo berjuang melalui tindakan dan juga omongan yang bisa menginspirasi orang lain untuk mengikuti apa maunya, sementara para pengebom ini, yang lantas disebut teroris (bukan bomber), mencoba menginspirasi pihak lain menggunakan bahan peledak dan senjata api.

Mereka memilih menyerang dengan frontal dan langsung dengan senjata api dan amunisi pada lawan politik dan pengikutnya atau simpatisannya dengan tujuan membunuhnya [mungkin] tanpa mempedulikan korban lain yang timbul sebagai akibat sampingnya. Sedangkan SN, RZ, dkk lebih memilih dengan diam-diam melalui mulut dan pengaruhnya menguasai orang lain bahkan mengorbankan saudara-sauadara dan kedaulatan bangsanya sendiri. 

Mereka semua biadab, tak ada yang lebih biadab satu dibanding yang lain

Begitulah, bukan bermaksud menyepelekan korban yang jatuh [semoga mereka yang meninggal mendapat tempat yang layak di sisi-NYA, dan korban luka segera sembuh serta dapat beraktifitas seperti biasa], bom Jakarta hanyalah salah satu peristiwa yang tidak menyenangkan dari ribuan peristiwa besar sejenis di seluruh dunia, yang diekspos dan diulas secara viral aneka media. 

Satu hal yang tidak mengagetkanku adalah bahwa sebelumnya telah ada pengumuman akan adanya serangan di Jakarta dari pihak yang disebut sebagai teroris dunia dan negara sudah dinyatakan dalam keadaan siaga setelahnya.

Namun yang tak kalah penting adalah peranan isi kepala yang bersumber dari mata, telinga, mulut dan meresap ke dalam hati yang telah berhari-hari berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, disesaki dengan aneka peristiwa kacau dan tak menyenangkan serta membuat tak nyaman.

Inilah resistensi yang sebenarnya lebih layak untuk dikhawatirkan oleh para pemimpin negeri

atau menunggu hingga apatisme menjangkiti ?

 

 Maaf saja jika kemudian sampai terluncur kalimat, "oo.... ternyata benar, Jakarta akhirnya dibom"

 

Klimbungan 201511012243

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun