Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Jokowi, Mampukah Kaubuat Aku Move On ?

1 Januari 2016   23:21 Diperbarui: 11 Januari 2016   21:03 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini, setiap kubuka blog keroyokan ini pasti ada saja tulisan tentang Jokowi, dan itu membuatku gatal untuk mengarahkan pointer ke sana sekaligus mengekliknya. Dan sialnya, karena selama ini jujur saja aku masih belum begitu yakin dengan perubahan kondisi yang terjadi di negeri ini di masa pemerintahan ini, yang kutemukan selalu saja tulisan yang isinya puja-puji meski dalam selubung tebal kebijakan pikir sang penulis yang ahli dalam mengolah kata dan data.  Jauh beda dengan di medsos lain dan di kanal berita yang notabene berada di pihak oposisi/lawan maupun kanal yang netral, yang menurutku justru lebih adil dalam memuat info.

Di kanal-kanal berita online tersebut kita tidak hanya melihat dari sisi positifnya saja namun juga melihat secara obyektif sisi lemahnya. Memang baik mengambil hikmah dari sebuah peristiwa, tapi bukan itu konteks yang mesti diterapkan untuk menilai sebuah capaian, sayangnya seringkali tulisan di kompasiana masih terkesan sebagai Jokowi lovers. Meski ada juga yang dalam kalimatnya tidak mengakui sebagai lovers tetapi secara tersirat tampak jelas maksud di belakangnya. 

Bahwa kompas terlanjur dicap/dituduh sebagai salah satu bagian dari barisan media pendukung Jokowi tentunya juga sudah kuketahui, namun tidak apa bagiku, malah menambah nuansa demokrasi dalam pola pikirku. Yang kupikirkan justru tulisan-tulisan di Kompasiana ini, makin memperkuat citra itu, apalagi kini di setiap kunkernya Jokowi menyertakan 2 orang kompasianer sebagai bagian dari rombongan, lengkap sudah segala citra bicara. Kalau ketahuan hater bisa jadi amunisi baru yang seru kayaknya...

Ini sudah kutulis dalam artikel terdahulu perihal silent operation on K'ers

Laporan pertama, kedua dan selanjutnya yang ditulis kompasianer selama mengikuti rombongan kunker Jokowi juga menyiratkan hal itu, meski reportasenya sesuai dengan harapan pribadiku, melihat sisi lain dari kunker yang biasanya ditulis oleh pewarta di luar topik utama, namun seobyektif apapun usaha si kompasianer menampilkan fakta, tetap saja unsur subyektivitas sebagai seorang blogger masih turut andil di dalamnya. Sehingga dengan demikian reportasenya menjadi sarat dengan muatan ketakjuban, keheranan, kekaguman pada etos kerja, kepribadian, gestur dan segala aspek kehidupan Jokowi selama kunker. Bisa dimaklumi bahwa terjadi yang seperti itu, karena itu merupakan pengalaman luar biasa yang tidak setiap orang bisa mengalaminya. Dan oleh karenanya perlu disampaikan kepada dunia. 

Mungkin setup seperti ini sudah terpikirkan oleh sang operator (The Operators-nya bung Ninoy Karundeng)

Jika memang demikian, apa yang disetting oleh the operators sudah mendekati kenyataan, dengan seringnya kubaca reportase sepak terjang Jokowi, kini sedikit demi sedikit ada rasa jengah yang muncul secara spontan dan alami ketika kubaca bully di fb terhadap Jokowi. Meski ketika tokoh lain dibully pun seringkali rasa itu muncul, sebagai bentuk ketidaksukaanku pada bahasa kasar dalam mengungkapkan ketidak sukaan, sebagai orang yang menjunjung tinggi etika, namun kali ini terasa agak aneh saja mengingat sebelumnya rasa itu seperti pengecualian buat Jokowi..hehehe... 

Efek jangka panjang peribahasa tresna jalaran saka kulina rasanya lebih pas untuk menggambarkannya. 

Sekelebat cepat dari rasa itu, pikiran warasku segera saja berreaksi, tidak, tak semudah itu aku terpengaruh, ketika Jokowi tinggalkan Solo untuk maju menjadi DKI 1 aku masih bersimpati dan mengaguminya, pun ketika kebiasaannya menyebabkan booming ungkapan Jawa "blusukan" di  jagad media, aku masih mengagumi dan bersimpati. Tapi ketika wacana nyapres mulai muncul..perlahan-lahan rasa itu pergi. Dan mencapai klimaksnya ketika pemilu tiba, tak kucoblos gambarmu, Jokowi. 

Proses yang senada kualami ketika memutuskan untuk pro kubu yang kini oposisi. Tak semudah menghembus asap di mulut ke angkasa. Maka jika Jokowi ingin kembali mendapat simpatiku, maaf pak geer banget nih... hehehe..., maka tak ada  jalan lain kecuali lalui proses yang sama dengan ketika kutinggalkanmu. 

Bayangkan jika ada banyak type sepertiku, yang tak mudah percaya dan simpati kecuali dengan bukti, maka kerja keras Jokowi akan semakin berat, namun sepertinya jauh lebih berat untuk membuktikan pada haters sejati yang tak percaya pada tumpukan bukti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun