Ketika pulang ke Yogyakarta, aku sempatkan menengok pamanku yang rumahnya di dusun Cawisan, Argomulyo, Cangkringan. Ia tinggal sekitar satu kilometer dari jembatan Gendol yang menghubungkan dusun Bronggang dengan Gadingan yang terkena awan panas Wedhus Gembel. Setelah sampai disana, diriku tertegun sejenak melihat situasi sedemikian berbeda dengan beberapa bulan sebelum malam 4 November kelabu. Aku lihat banyak sekali kendaraan roda empat maupun roda dua yang berjejer di tepi jalan hanya untuk melihat kondisi lingkungan wilayah itu. Beberapa bulan sebelum peristiwa 4 November 2010, kali Gendol masih nampak hijau dan asri dengan hawa sejuk lereng gunungnya. Namun dua bulan setelah 4 November, situasi menjadi berubah. Timbunan lahar setinggi lima meteran, masih terasa hawa hangat diantara semilirnya angin lereng gunung, banyak sekali pengunjung hanya melihat-lihat dan beberapa korban erupsi yang berasal dari dusun tersebut ada yang duduk termangu dengan mata menerawang. Dapat dibandingkan kondisi kali Gendol pada bulan Desember 2009 dengan kali Gendol pada tanggal 1 Januari 2011.
Kali Gendol upstream pada medio bulan Januari 2009. Nampak hijau nan asri.
Foto pada medio bulan Januari 2009 diambil dari tengah jembatan kali Gendol yang menghubungkan dusun Bronggang Suruh dengan dusun Gadingan. Nampak perbedaannya dengan kondisi 1 Januari 2010 dengan obyek yang sama, yaitu tanggul penahan lahar sekitar 100 meter dari kali Gendol.
Demikian pula downstream dalam jepretan medio Desember 2009 nampak hijau nan asri.
Sebaliknya, Kali Gendol downstream paska erupsi nampak gersang.
Sedangkan jembatan yang menghubungkan antara Bronggang-Gadingan antara sebelum dan sesudah erupsi berbeda penampakannya. Bahkan terdapat batu sebesar gajah.
Bagaimanakah kondisi masyarakat disekitar Kali Gendol ? Sebagaimana segala sesuatu berpasangan, dalam bencana inipun banyak sekali yang berduka, namun disanapun terdapat kesempatan-kesempatan yang lain. Disana-sini nampak penjual makanan dan minuman yang datang dari wilayah sekitar, namun ada beberapa korban letusan Merapi yang duduk termangu sembari di depannya terdapat kardus untuk menaruh sumbangan berupa uang. Ketika seorang wartawan bertanya, ia bercerita sambil meneteskan air mata, "keenam cucu saya semuanya jadi korban, mereka baru berada di rumah seberang kali, sedangkan saya berada di sisi sini" (sambil menunjuk ke arah dusun Bronggang). Ia menyeka air matanya.
Ya Tuhan, Ya Allah, ampunilah dosa-dosa yang meninggal, kuatkanlah yang ditinggalkan. Bronggang-Gadingan, Argomulyo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta MA Darmawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H