Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ikhtiar Menuju Malang Kota Kreatif Dunia 2025

20 Mei 2024   13:12 Diperbarui: 10 Juni 2024   12:16 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta Dialog Mbois Kreatif di Kopitiam-Morse, Kota Malang (12/5/2024) | Foto Pribadi

            

Peristiwa bersejarah. Komunitas penulis dan pelukis di kota Malang pertama kali menyelenggarakan pertemuan bertajuk “Dialog Mbois Kreatif: Sharing Seni Rupa Malang”.  Dialog berlangsung pada Minggu, 12 Mei 2024. Dialog dihadiri oleh 34 peserta. Lokasinya di Kopitiam-Morse, Jl. Trunojoyo No. 4 Kota Malang (depan Stasiun Malang Kota Baru).

Dialog itu disebut bersejarah, setidaknya karena pertemuan itu merupakan kolaborasi pertama kali yang dilakukan antara para penulis yang tergabung dalam Blogger Kompasiana Malang (Bolang) dan para pelukis yang tergabung dalam komunitas Asta Citra Perupa Malang (ACPM). 

Dari 34 peserta yang hadir dalam pertemuan tersebut, tercatat dalam daftar presensi yang disiapkan oleh Mas Hery Supriyanto, ada 15 penulis dari Bolang dan 19 pelukis dari ACPM. Dialog itu menghasilkan kesepakatan untuk mendokumentasikan sosok dan karya para pelukis melalui tulisan yang dibukukan. 

Narasumber: Bambang Simbah (ACPM), Agung H. Buana (Pakar KEK Malang), Mas Yunus (Bolang),  Abdul Malik (Moderator) | Sumber: Foto Pribadi
Narasumber: Bambang Simbah (ACPM), Agung H. Buana (Pakar KEK Malang), Mas Yunus (Bolang),  Abdul Malik (Moderator) | Sumber: Foto Pribadi

Aturan mainnya adalah setiap penulis dipasangan dengan pelukis yang akan digali sosoknya. Untuk memperkuat validitas tulisan, penulis mewawancarai lagi rekan pelukis yang mengenalnya. Ini seperti teknik cek antar sumber yang dilakukan dalam riset kualitatif. Outputnya adalah buku dokumentasi yang menggambarkan sosok pelukis. 

Harapannya, diperoleh informasi yang lebih baik tentang peta kompetensi pelukis dari aliran naturalis, realis, atau kontemporer. Bahkan, terpetakan pula perpaduan antar aliran, seperti aliran realis naturalis, realis kontemporer, palet realis naturalis, dan lain sebagainya. 

Dengan demikian, Malang punya dokumen bersejarah yang memuat sosok, karya, dan aliran seni lukis atau perupa. Kegiatan ini merupakan bagian kecil dari membangun ekosistem seni lukis di Malang Raya. 

Sekedar contoh, Malang punya Ari Armed yang dikenal sebagai sosok penulis aliran palet naturalis. Lukisan alamnya pernah laku seharga Rp 15 juta, dibeli tanpa ditawar oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Begitu pengakuan Ari Armed saat saya wawancarai di rumahnya kala itu (7/5/2024). 

Ada lagi Hanz Bethzy, pelukis perempuan aliran realis kontemporer. Hanz Betzhy yang punya nama asli Susi Andayani itu merupakan pelukis otodidak. Ia pernah melayani pelanggan seorang ibu dari Amerika Serikat lewat media sosial. Mbak Hanz diminta melukis anjing kecil untuk anak ibu tersebut. Hal itu saya peroleh darinya lewat obrolan ringan dengannya, di sela-sela Dialog Mbois Kreatif yang berlangsung di Kopitiam-Morse, Kota Malang kala itu (12/5/2024). 

Bayangkan, jika penulis tidak menulis, dan pelukis tidak melukis. Eksistensi mereka tidak ada, bukan?

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”, begitu kata-kata Pramoedya Ananta Toer tentang filosofi menulis. 

Produk penulis adalah tulisan; produk pelukis adalah lukisan. Penulis dan pelukis yang produktif, tentu berdampak positip terhadap diri dan lingkungannya. Jika kedua komunitas berkolaborasi, maka akan muncul sinergi. Penulis mendapat konten dari pelukis, pelukis mendapat nilai tambah atas lukisan yang dipublikasikan. Ada wujud lukisan, ada wujud tulisan. Mbois banget, kan? 

Menuju Malang Kota Kreatif Dunia 2025 

Saat ini, empat kota di Indonesia telah mendapatkan pengakuan sebagai kota kreatif dunia, terdaftar dalam Unesco Creative Cities Network (UCCN). Pekalongan mendapat pengakuan sebagai Kota Kriya & Seni Rakyat (2014); Bandung sebagai Kota Desain (2015); Ambon sebagai Kota Musik (2019); dan Jakarta sebagai Kota Sastra (2021). 

Lalu, Malang ingin menjadi kota kreatif apa?

Sebagai contoh perbandingan, Pekalongan dikenal sebagai kota batik. Daerah ini memiliki industri batik yang berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Pekalongan memiliki pembatik, pengusaha batik, toko-toko batik, pelanggan batik, dan pelaku lainnya yang membentuk ekosistem industri batik. Karena itulah, Pekalongan terpilih sebagai kota kreatif dunia dari Unesco dalam kategori Craft and Folk Arts (Kerajinan dan Kesenian Rakyat). 

Kota kreatif yang masuk dalam jejaring istimewa Unesco, mencakup 7 bidang kreatif sebagai berikut: (1) Kriya dan Seni Rakyat, (2) Seni Media, (3) Film, (4) Desain, (5) Gastronomi, (6) Sastra, dan (7) Musik. 

Dengan mengusulkan Malang sebagai salah satu kota kreatif dunia, maka Malang akan masuk dalam jejaring Unesco yang berisi lebih dari 950 kota yang tersebar di 90 negara di dunia. 

Sesuai namanya, kota kreatif dunia berarti kota yang menempatkan industri kreativitas dan budaya masyarakatnya sebagai inti dari rencana pembangunan lokal dan bekerja sama secara aktif di tingkat dunia dengan anggota sesama jejaring Unesco. 

Muncul wacana yang berkembang dalam forum dialog Mbois Kreatif di atas, bahwa kota Malang akan mengusulkan bidang kreatif Seni Media jenis New Media Art ke Unesco. Apa itu? 

New Media Art atau seni media baru adalah cara ungkapan dalam berkesenian dengan memanfaatkan media baru yang tidak konvensional. Jadi, perlu memanfaatkan semua media yang berhubungan dengan teknologi yang sangat beragam dan luas. Misalnya, dulu melukis dengan kuas, kemudian dengan pisau palet, dan sekarang dengan media digital (digital painting). 

Nah tentu itu menjadi tantangan yang tidak mudah untuk dipecahkan, bukan? Melalui dialog kecil dan penulisan buku hasil kolaborasi Bolang-ACPM, setidaknya ada usaha awal untuk mendokumentasikan pelaku seni yang hidup di Kota Malang dan terpetakan kompetensi mereka. 

Malang sudah punya MCC (Malang Crative Center) dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ke depan, berharap muncul pasar-pasar seni, galeri-galeri seni, dan pusat penyedia peralatan seni yang mendukung ekosistem kota kreatif. 

Sudah saatnya pemerintah, perguruan tinggi, pengusaha, komunitas-komunitas, dan media saling bersinergi untuk mewujudkan Malang sebagai kota kreatif dunia pada tahun 2025. 

Sekedar usul, alangkah strategisnya jika di pojok kawasan wisata heritage Kayu Tangan didirikan pusat galeri seni lukis yang menarik. Produk-produk seni lukis aliran realis, naturalis, dan kontempoter dipajang di sana. 

Demikian halnya dengan lukisan tempat-tempat wisata Malang yang mempesona dapat dipajang di galeri-galeri yang tersedia. Festival-festival seni rutin digelar. Dialog-dialog kreatif difasilitasi. 

Kiranya, Kota Malang akan semakin berkembang dan memiliki nilai tambah setelah memperoleh predikat Kota Terbaik I Penghargaan Pembangunan Daerah (PPD) Tingkat Nasional dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas 2024. 

Tentu saja, kegiatan-kegiatan kreatif itu diarahkan untuk mencapai apa yang disebut dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menuju kota kreatif dunia yang sejahtera dan ramah untuk semua. Bagaimana pendapat Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun