Kamis pagi (21/02/2019). Kami meluncur dari tempat penginapan di kota Banyuwangi menuju sebuah pulau. Rusa-rusa liar terlindungi di pulau tak berpenghuni ini.
Pulau itu di kelilingi lautan. Saat diterpa matahari, pasir putihnya berkemilau. Airnya bening. Gradasi warnanya biru dan hijau. Terbayang, gambaran perairan pulau ini mirip Pantai Tiga Warna di Malang Selatan.
Ikan-ikan kecil aneka warna hidup di kawasan lindung itu. Sesekali muncul bintang laut. Mereka bercengkerama bersama terumbu karang. Laksana kepingan surga kehidupan bawah air laut. Destinasi wisata ini cocok untuk kegiatan snorkeling. Di manakah tempatnya?
Menuju ke Menjangan Island
Untuk mencapai lokasi wisata Pulau Menjangan, kami harus melalui jalur darat dan jalur laut. Pertama, kami berangkat dari Santika Hotel menuju Grand Watu Dodol (GWD) Banyuwangi lewat jalur darat.
Kedua, dari GWD menuju dermaga Pulau Menjangan lewat jalur laut menggunakan perahu motor. Dari GWD, kami melewati Selat Bali. Sekitar 45 menit kemudian, kami tiba di Pulau Menjangan, Taman Nasional Bali Barat.
Saya penasaran, bagaimana rasanya melakukan snorkeling, berenang di permukaan air laut sembari melihat pesona kehidupan di bawahnya. Atau melakukan diving, menyelam ke dasar laut sembari menikmati pesona ragam biotanya.
Di permulan, saya sempat ragu. Namun belakangan, justru saya ingin mencobanya lagi. Kok pakai ragu? Ya. Pasalnya, saya tak bisa berenang, kwek kwekkk :)
Menikmati Pesona Bawah Laut Menjangan Island
Wisata Pulau Menjangan cocok untuk kegiatan snorkeling dan scuba diving. Destinasi wisata ini menyajikan pesona kehidupan bawah laut, seperti ikan hias, bintang laut, terumbu karang, dan biota laut lainnya.
Lokasi snorkeling ada dua. Pertama, lokasinya tak jauh dari lokasi dermaga. Di dermaga ini, perahu motor ditambatkan. Meski lagi weekday, saya melihat ada saja turis asing yang tiba di tempat ini.
Sebelum berangkat snorkeling, kami mendapat briefing singkat dari pemandu wisata laut. Kami diberitahu cara memakai pelampung, sepatu katak dan alat bantu pernafasan.Â
Usai briefing, satu per satu menceburkan diri ke laut. Berenang mendekati lokasi terumbu karang. Itulah awal saya ragu untuk mencebur. Ternyata, meskipun tak pandai berenang seperti saya, kegiatan mengapung di atas laut itu "aman-aman" saja. He he :)
Kami naik perahu motor lagi menuju tempat snorkeling yang kedua. Lokasinya tak seberapa jauh dari lokasi pertama. Di lokasi kedua, airnya lebih jernih dari lokasi pertama. Laksana kaca, kehidupan di bawah air laut terlihat lebih jelas. Saya coba melempar sedikit makanan. Sejurus kemudian, aneka ikan berwarna-warni itu memburunya.
Teman-teman kami ada yang melakukan diving, menyentuh terumbu karang, mendekati ikan-ikan. Jepret. Sang pemandu memotretnya dari dalam air laut.
Masih sejalur jalur dengan Menjangan Island, terdapat Bangsring Underwater. Tempat wisata "Rumah Apung", lokasi penangkaran ikan lumba-lumba. Sayang, saya tak sampai mendekati tempat ini. Pasalnya, ada drama kecil di atas laut.
Drama Kecil di atas Air Laut yang Mendebarkan
GWD Banyuwangi-Pulau Menjangan terhubung oleh Selat Bali. Selat ini merupakan pertemuan antara arus Laut Pantai Selatan yang berkarakter relatif "keras" dengan Pantai Utara yang berkarakter "lembut".
Ketika menyeberangi Selat Bali dengan perahu motor saat itu, kami menyaksikan pusaran air palung hanya beberapa meter dari perahu motor kami. Kusebut nama Dzat Yang Maha Pengampun dalam hati. Saya membatin, apakah ini yang disebut fenomena "Segitiga Bermuda" kecil?
Mungkin karena itu, di selat ini belum terbangun laiknya jembatan "Suramadu". Namun kami merasa relatif tenang, karena kami dibantu oleh seorang pemandu snorkeling, kru laut berlisensi, serta seorang pemandu darat dari Yuk Banyuwangi yang menyertai kami.
Kami berempat belas harus berani menyeberang. Bagi saya, hal itu sekaligus untuk melunasi penasaran akan sensasi snorkeling di Pulau Menjangan, melihat Bangsring Underwater, dan Pulau Tabuhan yang tak berpenghuni. Sayang, sebelum misi tuntas, cuaca sore itu mulai tak bersahabat. Pertanda hujan segera datang.
Kami langsung menuju pulau Tabuhan, tak sempat melihat Rumah Apung tempat penangkaran ikan lumba-lumba itu.Â
Sekitar 3 menit sebelum mencapai pulau Tabuhan, hujan mulai turun. Perahu motor segera menepi, kami turun. Perahu motor itu kemudian berputar-putar agak tengah laut untuk menghindari hantaman ombak yang relatif besar.
Sementara kami kehujanan dan mencoba berlindung di bawah pepohonan perdu. Untuk mengurangi guyuran hujan yang semakin deras, kami menuju sebuah gubuk kosong. Gubuk ini sepertinya difungsikan untuk kedai terutama pada saat weekend. Kala kami ke sana, tak ada aktivitas jual beli kuliner di gubuk itu. Terasa seperti berada di pulau yang tak berpenghuni sarat legenda.
Legenda Pulau Menjangan
Seperti namanya, Pulau Menjangan dihuni oleh rusa-rusa liar (menjangan) yang dilindungi. Sayang, ketika itu saya tak melihat rusa-rusa itu. Konon, ketika stok makanan alami habis di tempat itu pada bulan-bulan tertentu, kawan rusa bermigrasi ke pulau lainnya.
Mereka menyeberang laut dengan cara berenang. Ketika suplai makanan tiba di musim tertentu, mereka balik ke tempat semula.
Mas Agung, apa legenda di Pulau Menjangan?
Tanya saya kepadanya. Kebetulan, saya duduk di dekatnya. Di atas perahu motor. Pemandu darat itu bertutur demikian:
"Di pulau ini, terdapat goa-goa. Di goa-goa itu, hidup sekawanan binatang kelelawar. Di pulau ini terdapat tempat ibadah bagi agama tertentu. Mereka datang ke sini untuk melakukan kegiatan spiritual...".
Entahlah, apa yang sebenarnya terjadi di goa-goa Pulau Menjangan. Perahu motor tak boleh mendekati tempat-tempat yang berpotensi merusak terumbu karang. Parkir perahu motor pun harus di tempat tertentu, tak boleh sembarangan.
Jika membawa makanan, sampahnya harus dipungut dan dibawa kembali ke perahu motor. Begitu sang pemandu mengingatkan kami. Tujuannya, agar destinasi wisata itu tetap terjaga kebersihannya.
Di tempat spesial itu pun dilarang memancing ikan. Mas Agung bercerita, jika ada yang memancing ikan di tempat terlarang, sang sniper sigap untuk mengingatkannya dari kejauhan.
Berakhir di Pulau Tabuhan
Pesona kawasan wisata bahari ini tak habis hanya di Pulau Menjangan. Di ujung wilayah Blambangan yang masih segaris dengan Pulau Menjangan, terdapat Pulau Tabuhan. Di tempat ini, terlihat lebih jelas degradasi air laut berwarna biru bertemu dengan air laut berwarna hijau.
Sekitar pukul 15.15 Wib kami tiba kembali di GWD. Kami cuci-cuci badan, ganti pakaian dan menjamak shalat dzuhur-ashar di musalah darurat GWD. Kendaraan Hiace segera tancap gas mengangkut rombongan menuju "Osing Deles", gerai oleh-oleh khas Banyuwangi.
Rasa lapar tak bisa diajak kompromi. Di penghujung sore itu, kami meluncur ke warung "Sego Tempong" Mbok Wah. Lokasinya tak seberapa jauh dari lokasi penginapan kami, Santika Hotel. Lokasi kuliner khas Banyuwangi ini menyatu dengan perumahan warga.
Usai shalat maghrib di musalah warung "Sego Tempong Mbok Wah" dan menikmati makanan khas petani khas Banyuwangi yang naik kelas itu, kami bergegas menuju Santika Hotel. Satu pilihan tempat menginap di tengah kawasan perkotaan Banyuwangi yang nyaman.
"Orang boleh membeli layanan wisata sesuka hati, tapi obyeknya tak bisa dibawa pulang. Wisatawan hanya bisa membawa pulang kenangan indahnya".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI