Dengan melihat hal menarik dan menantang, diharapkan muncul rasa "ingin tahunya" (curiousity). Efeknya, peserta didik bergairah untuk bertanya, berani mencoba dan menganalisis hingga menyimpulkan sendiri hasil pengamatannya. Inilah yang disebut dengan menemukan pengetahuan sendiri (inquiry learning).
Jika pengetahuan itu berupa fakta, maka peserta didik dapat langsung diajak mengamati bendanya. Misalnya Candi Borobudur, Hotel Syariah, Idul Adha, dan lain sebagainya. Karena itu, di Hari Idul Adha merupakan moment yang tepat mengajak peserta didik (muslim) untuk menggemakan takbir, shalat Idul Adha, berbagi daging qurban, dan seterusnya.Â
Jika obyek pembelajarannya adalah matahari, tentu tak mungkin guru mengajak para peserta didik pergi melihat matahari secara langsung dari dekat. Bisa gosong, hehe :)
Solusinya, guru dapat menggunakan multimedia berupa gambar animasi tata surya. Hal ini kiranya akan sangat membantu.
Setelah mengamati ciri-ciri bendanya, peserta didik diharapkan termotivasi untuk mencari informasi detail yang menarik perhatiannya. Bahkan, mampu menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan di depan kelas atau di media sosial.Â
Melalui pendekatan ini, guru berpeluang memperoleh hal baru yang tak terduga sebelumnya.
Bagaimana Langkah-langkahnya?
Untuk memudahkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, maka disusunlah urutan 5M (Mengamati, Menanya, Mencoba, Menalar, dan Mengkomunikasikan).
Apakah langkah 5M itu harus selalu berurutan?
Tidak selalu. Langkah-langkah 5M tidaklah mesti diurutkan secara kaku. Katakanlah peserta didik dapat mencoba dulu, baru bertanya, dan seterusnya. Hal ini tergantung pada tujuan, karakteristik siswa, dan karakteritik mata pembelajarannya.
Untuk melengkapi 5M, bisa ditambah 1M lagi, yakni "Membuat Jejaring" (networking). Ketika peserta didik berani mengunggah karya atau hasil belajarnya di media sosial secara bertanggung jawab, pada saat itulah awal jejaring terbangun.