Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menikmati Kopi Ibrik Suguhan "Nakam Dulu" di Paru-parunya Kota Malang

26 April 2018   12:30 Diperbarui: 26 April 2018   17:17 1545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses Pembuatan Kopi Menggunakan Paper Filter Hario V60|Dok. Pribadi

Minggu sore itu (22/04/2018), saya berhenti di pojok Hutan Kota Malabar, Malang. Paru-parunya kota seluas 16.718m2 itu terus bekerja memproduksi oksigen. Idealnya, tiap kota punya Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik minimal 20 % dan RTH privat minimal 10 % dari total luas wilayahnya.

Bagian dalam Hutan Kota Malabar, Malang|Dok. Pribadi
Bagian dalam Hutan Kota Malabar, Malang|Dok. Pribadi
Hutan Kota Malabar menyatu dengan Pasar Oro Oro Dowo (Jalan Malabar), area Taman Merbabu (Jl. Merbabu), guest house, rumah kosa-kosan, dan hunian warga kota. Suasananya asri dan terhubung hingga ke Ijen Boulevard, ikonnya taman Kota Malang. Kondisi demikian, mendukung tumbuhnya ragam penjaja kuliner, resto dan cafe, serta tempat-tempat penginapan.

Bagian depan Nakam Dulu Resto & Coffee|Dok. Pribadi
Bagian depan Nakam Dulu Resto & Coffee|Dok. Pribadi
Di sisi lain, Malang Raya dan sekitarnya dikelilingi oleh alam pegunungan berhawa sejuk. Tanaman kopi tumbuh di lereng-lereng pegunungan Arjuno, Raung, Semeru, Bromo, Kawi, Dieng, Kelud, Lawu, Panderman, dan Welirang. Tiap biji kopi yang dihasilkan, punya cita rasa berbeda. Bahkan, ada kopi rakyat di Malang Selatan yang tumbuh di dataran Nol DPL dengan cita rasanya yang khas.

Respon Terhadap Gerakan Malang Sejuta Kopi

Untuk mengangkat Kopi Malang Raya, muncul gerakan Malang Sejuta Kopi (MSK), yaitu gerakan bersama masyarakat kopi dari hulu ke hilir, terdiri atas anggota petani kopi, pendamping petani, pemroses kopi, roastery, pemilik kedai, barista, peneliti atau pemerhati kopi dan unsur lainnya.

Malang Sejuta Kopi di
Malang Sejuta Kopi di
Visi terbesarnya adalah ingin menjadikan Malang sebagai destinasi wisata ngopi di dunia. Karena itu, komunitas ini mengajak semua komponen MSK saling bersinergi. Bak gayung bersambut, sekitar 40 kedai kopi yang tergabung dalam MSK bersedia memberikan 20 cup kopi gratis/hari, sejak 1 April hingga 30 April 2018. Tak terkecuali Nakam Dulu Resto and Cafe turut berpartisipasi. Alamatnya di Jl. Merbabu 11 A, Malang.

Bar Nakam Dulu Resto & Coffee|Dok. Pribadi
Bar Nakam Dulu Resto & Coffee|Dok. Pribadi
Minggu sore itu, saya sengaja mampir di Nakam Dulu. Lokasinya tepat di sebelah Hutan Kota Malabar. Suasananya asri. Banyak pepohonan menghijau. Halaman parkir luas. Tempat duduknya menghadap view hutan kota. Pantas, lelaki asal Jakarta ini menyerupakan kawasan itu seperti Dago, Kota Bandung.

View Hutan Kota Malabar terlihat dari
View Hutan Kota Malabar terlihat dari
"Saya berada di sini sejak empat bulan lalu. Menurut gue, suasananya seperti di Dago", begitu kesan Mas Rahman asal Jakarta itu kepada saya. Menurut bahasa walikan khas Malangan, Nakam Dulu berarti Makan Dulu.

Nah, di tempat itulah, saya bertemu orang yang dipercaya sebagai manajer Nakam Dulu Resto & Cafe itu. Saya berkesempatan mencicipi Kopi Ibrik, Turkish Style Coffee yang disebut-sebut merupakan yang pertama di Malang.

"Omong-omong, bagaimana respon Nakam Dulu terhadap gerakan Malang Sejuta Kopi?" Tanya saya. Berikut ini jawabnya.

"Gue sampaikan ke ownernya, Pak Koko Hadiono, di Jakarta. Beliau bilang, kita tunggu-tunggu nih event yang seperti ini.... Ya udah, kita ngikut. Dan gak ada jam-jaman. Artinya, jam berapa pun mereka bisa datang ke sini. Terutama pada hari Jumat dan Sabtu, ada yang melebihi dari jatah kopi gratis 20 cup per hari. Ya udah, gak apa-apa, 21 cup itu digratiskan ...".

Kreatif. Tak hanya kopi, Nakam Dulu menawarkan kuliner perpaduan zaman now dan zaman dulu. Ada Nazi Goreng Inlander, Mie Bancaan Dulu, Geprex Chicken Rice, dll. Tersedia pula Kopi Tubruk, V60, dan Kopi Ibrik khas Turkish Style coffee. Harga sengaja didesain everyone can pay, alias ramah di kantong.

Sejarah Nakam Dulu

Nakam Dulu, berdiri sekitar empat bulan lalu, Desember 2017. Tahun Baru 2018 sudah resmi buka. Awalnya, Nakam Dulu menawarkan sajian kopi, plus Grilled Macaroni Chesee. Dua minggu lalu, ada tambahan Asian Food Delight.

Pada 31 Maret-5 April 2018, Nakam Dulu baru saja melaunching 500 ramen gratis. "Ramailah... pada ke sini kalau gratis, hehe", begitu kata Mas Rahman, sembari bercanda ramah.

Menurut pengakuannya, pada saat week end lumayan ramai. Pada saat week day, terutama malam hari, selalu ada saja pelanggan. Pasalnya, banyak tetangga di sini yang membuka guest house. "Kalau malam-malam perlu makanan/minuman ringan, mereka suka ke sini", tambahnya.

Nakam Dulu Resto and Cafe buka setiap hari. Untuk hari Jumat-Sabtu (Week end), buka pukul 11.00 siang hingga 12.00 malam. Sedangkan pada hari Minggu-Kamis (week day), tutup sejam lebih awal, yaitu pukul 11.00 malam.

Nakam Dulu berharap, anak-anak zaman now ramai-ramai datang ke sini bersama komunitas. "Soal harga, kelas mahasiswa masuklah", ujarnya ramah. Ke depan, Nakam Dulu akan menyediakan live music, terutama saat week end. Musiknya akustik, bukan full band. Begitu urai Mas Rahman.

Merasakan Kopi Ibrik, Turkish Style coffee Pertama di Malang

Selain menyediakan Kopi Dampit Premium khas Malangan, Nakam Dulu menawarkan Kopi Ibrik, Turkish Style Coffee. Mau mencoba? Tanya Mas Rahman menawari saya. "Boleh", jawabku singkat.

Tak lama kemudian, dia memanggil karyawati berjilbab untuk membuatkan saya Kopi Ibrik. Saya baru pertama merasakan sajian kopi seduh ala Turki ini.

Proses Pembuatan Kopi Ibrik|Dok. Pribadi
Proses Pembuatan Kopi Ibrik|Dok. Pribadi
Kopi Ibrik, Turkish Style Coffee|Dok. Pribadi
Kopi Ibrik, Turkish Style Coffee|Dok. Pribadi
Saya perhatikan, kopi Ibrik itu diseduh mirip membuat kopi tubruk. Bedanya, proses seduh dan cara penyajiannya unik. Seingat saya, kopinya adalah Kopi Arabica jenis Archipelago.

Usai dipanaskan di atas kompor dengan ukuran tertentu, kopi Ibrik siap saji disuguhkan bersama canting unik itu. Warnanya cokelat keemasan. Kopi canting ini saya tuang ke dalam cangkir keramik pelan-pelan, sedikit-demi sedikit. Saya minum pelan-pelan hingga seluruh saraf lidah merasakannya. Ahh... nikmat!

Tempat Kopi Ibrik|Dok. Pribadi
Tempat Kopi Ibrik|Dok. Pribadi
Saya suka ngopi, tapi kurang paham dunia perkopian. Bagi saya, rasa pahitnya sedang, kekentalannya cenderung medium ke atas, rasa asam tak begitu terasa. Cicipan pertama tanpa gula, rasanya cenderung strong, lalu saya tambahkan gula sedikit. Cicipi lagi... Mantaps!

Cara Membuat Kopi yang Nikmat

Kenikmatan Kopi Ibrik belum habis saya minum, saya diberi kesempatan lagi mencoba kopi V60. Usai kopi dilembutkan dengan mesin, bubuk kopinya diseduh dengan cara disaring menggunakan Paper Filter Hario V60. Kebetulan, saya mendapatkan kopi Arabica jenis Gayo Aceh. Kopi V60, rasanya benar-benar muncul, ada rasa asam-asam sedikit manis, cita rasanya lembut banget.

Proses Pembuatan Kopi Menggunakan Paper Filter Hario V60|Dok. Pribadi
Proses Pembuatan Kopi Menggunakan Paper Filter Hario V60|Dok. Pribadi
Untuk menghasilkan cita rasa yang optimal, berikut ini proses pembuatan minuman kopi menggunakan kertas filter Hario V60, seperti dijelaskan pengelola Nakam Dulu.

Pertama, panaskan air hingga masak dengan suhu maksimal 85 derajat Celsius. Jika terlalu panas, kopi seduh bisa gosong dan mempengaruhi rasa. Kedua, sediakan V60 di atas alat penyaringan. Basahi dahulu V60 berbentuk contong itu dengan air panas sebelum bubuk kopi disaring, jeda waktunya sekitar 20 detik.

Ketiga, air panas 85 derajat celsius itu dituangkan pelan-pelan dengan gerakan memutar, biar merata. Kira-kira lamanya 5 menit. Keempat, gunakan V60 yang sudah dibasahi itu sebagai penyaringnya, hanya sekali pakai. Sisa berupa ampas kopi dibuang bersama bekas V60 sebagai bungkusnya di tempat sampah. Terakhir, takaran minuman kopi adalah 100 ml/cup.

Kopi V60 Siap Dikonsumsi|Dok. Pribadi
Kopi V60 Siap Dikonsumsi|Dok. Pribadi
Penampakan secangkir Kopi V60|Dok. Pribadi
Penampakan secangkir Kopi V60|Dok. Pribadi
Menikmati kopi sembari menghirup udara segar dan tak lupa mensyukuri nikmatNya, membuat pikiran jadi fresh. Ide-ide segar seolah mudah mengalir di tempat-tempat bebas tekanan semacam ini. Konon, ikon bergambar segelas kopi hangat pada program Java itu, terinspirasi setelah pembuatnya meminum Java Coffee?

Perjalanan kopi itu rumit. 

Tapi, jika tiap kedai kopi ramai pelanggan, konsumen terpuaskan, petani kopi merasakan manfaatnya, dan permintaan-penawaran kopi terjaga, maka usaha menjadikan Malang sebagai Destinasi Wisata Ngopi di dunia bukan hal yang mustahil. Inilah esensi dari gerakan Malang Sejuta Kopi. Bagaimana pandangan Anda? Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun