Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Keunikan di Balik "Keropak Seikhlasnya" Kompetisi Matematika Malang

6 Desember 2016   08:13 Diperbarui: 6 Desember 2016   08:50 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama siswa bersiap mengerjakan soal, setiap orang tua/wali yang mengantar anak-anaknya, dilarang untuk mendekati anak-anaknya di ruang kelas. Lokasi ujian disterilkan dari gangguang lingkungan, diumumkan lewat pelantang suara oleh penyelenggara.

Bagaimana dengan bobot soalnya?

Soal pertama cukup mudah untuk anak sekelas V SD, kemudian diikuti dengan soal-soal yang membutuhkan kejelian dan nalar yang lebih tinggi. Pada soal nomor 6 misalnya, terdapat soal cerita kodok sebagai berikut:

“Seekor kodok melompat pada sebuah garis bilangan di mana saat melompat, kodok mendarat tepat pada bilangan-bilangan yang ada. Kodok mulai melompat dari angka 3. Setiap putaran kodok melompat 5 lompatan ke depan dan kemudian melompat ke belakang sebanyak 1 lompatan. Jika kodok sudah melakukan 12 putaran, maka di bilangan ke-berapakah kodok tersebut berada sekarang?”

Soal-soal matematika itu disusun sedemikian rupa, berusaha mengaitkan nalar matematik dengan kehidupan nyata.

Refleksi: Proses Pembelajaran Nalar Kreatif dan Konsekuensinya

Ibarat memasak, guru adalah juru masaknya. Dialah yang meracik tujuan belajar, bahan ajar, alat peraga edukatif, alat evaluasi, dan lingkungan belajar di mana anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah. Harapannya, hasil masakan belajarnya enak, sajiannya mengundang selera, efeknya bermakna dan bertujuan.

Lingkungan sekolah di SMP Islam Sabilillah, Malang/Dok. Pribadi
Lingkungan sekolah di SMP Islam Sabilillah, Malang/Dok. Pribadi
Belajar matematika tidak saja untuk menghasilkan orang pandai berhitung, lebih dari itu untuk mendorong anak-anak pandai bersyukur. Jika demikian, maka tidak ada anak yang tidak menang dalam kompetisi. Setiap anak adalah sang pemenang, karena dia berhasil melawan dirinya sendiri sebagai pebelajar sepanjang hayat.

Pembelajaran sains, layak dikaitkan dengan realitas kehidupan atau pengalaman nyata anak-anak dalam kehidupan sehari-harinya, misalnya pelajaran matematika dikaitkan dengan kehidupan kodok, seperti soal cerita KMNR di atas.

Pembelajaran demikian, memungkinkan proses pembelajaran kreatif berlangsung menarik dan bermakna. Karena, anak-anak membicarakan pengalaman mereka sendiri, bukan pengalaman kehidupan antah berantah yang abstrak.

Pembelajaran demikian, dekat maknanya dengan apa yang disebut dengan “Pembelajaran Kontekstual” (contextual learning). Disebut kontekstual, karena pelajaran (teks) dikaitkan dengan kehidupan sosial yang riil (konteks). Dalam konteks pembelajaran matematika, dinamakan pembelajaran matematika nalaria realistik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun