Indonesia dikenal sebagai negeri Archipelago. Gugusan pulaunya mencapai 17.508 buah. Indonesia juga disinyalir sebagai salah satu negara maritim terluas di dunia. Garis pantainya membentang sejauh 81.000 km, atau 14% dari garis pantai di seluruh dunia. Di kawasan Aseanarean, Indonesia diyakini jauh lebih kaya pesona dari pada kawasan lain semisal Medditteranean atau Caribbean.
Bahkan, survey ini melaporkan secara mengejutkan, bahwa jika diberi kesempatan, sebanyak 42% penduduk Singapura ingin bermigrasi terutama ke Indonesia. Karenanya, kita patut bersyukur mendapat karunia berupa tanah air Indonesia.
Perairan Indonesia yang seluas 5,8 juta km2, atau hampir 70% dari luas keseluruhan wilayahnya, menjadikan negeri ini berpotensi menjadi tujuan wisata bahari terbesar di dunia. Pulau, laut, dan pesisirnya layak dikembangkan menjadi kawasan maritim terpadu.
Apalagi jika didukung dengan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) oleh penduduknya, tak mustahil Indonesia menjadi negeri maritim yang berdaulat secara ekonomi, politik, dan budaya. Bagaimana memulainya?
Pesona Wisata Balekambang dan Budaya Jum’at Bersih
Indonesia punya Bali yang sangat popular di mata pariwisata internasional. Kawasan Bintan Resorts yang sempat saya kunjungi akhir 2015, juga bak Bali keduanya Indonesia. Selain itu, masih banyak destinasi wisata di daerah yang patut mendapat perhatian. Pantai Balekambang misalnya, disebut-sebut bak miniaturnya Tanah Lot, Bali, yang kaya pesona. Lokasinya berada di Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang. Jaraknya sekitar 60 km ke arah selatan dari pusat kota Malang.
Pantai Balekambang, dilengkapi dengan sarana flying fox. Jaraknya kira-kira 250-an meter, melayang di atas air laut menuju pulau Ismoyo. Layaknya di Bali, masyarakat setempat meletakkan benda-benda ritual seperti kendi dan sesajen di sekitar Pulau Ismoyo.
Menyadari hal itu, kehadiran GBBS menjadi sangat relevan. Nah, Di pantai Balekambang itulah, saya sempat menyaksikan pelaksanaan program “Jum’at Bersih”. Kebetulan, saat itu masyarakat setempat sedang menyiapkan Peringatan 1 Syuro tahun lalu (2015).
Program Jum’at bersih melibatkan para Pedagang Kaki Lima, petugas parkir dan komponen masyarakat setempat sebagaimana tertulis dalam Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Unit Wisata Perusahaan Daerah (PD) Jasa Yasa Kabupaten Malang berikut ini.
Terlihat beberapa orang sedang memungut sampah menggunakan gerobak untuk diangkut ke tempat pembuangan akhir. Saya dan kawan-kawan mencoba ikut menarik gerobak itu. Meskipun terlihat sederhana, program semacam ini pada hakekatnya adalah aksi nyata dari Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) seperti yang dicanangkan oleh Kemenko Maritim.
Menurut Pak Riamun dan Pak Ginem yang berhasil saya temui kala itu, masing-masing menyebut dirinya sebagai “nelayan pinggiran”. Mereka bertempat di gubuk itu dengan menyewa. “Mben wulan sewane Rp 60.000”, demikian tutur Pak Ginem. Saat air laut surut, mereka bekerja menangkap ikan dengan peralatan jaring sederhana. Menurut Pak Riamun dan Pak Ginem, terdapat sekitar 40-an nelayan pinggiran di kawasan pantai Balekambang yang bekerja seperti dirinya.
Berjarak sekitar 12 km dari area Wisata Pantai Balekambang, terdapat area wisata pantai Bajulmati yang masih perawan. Area tersebut, merupakan bagian dari kawasan pesisir pantai Laut Selatan di Jawa Timur, membentang dari ujung Pacitan hingga Banyuwangi.
Saya bertiga naik sampan dengan cara mendayung hingga berhasil melintasi sungai bawah jembatan Bajulmati sepanjang 90 m dan berakhir di muara sungai Pantai Ungapan.
Perjalanan Susur Lepen terasa semakin lengkap, karena kami mendapatkan pelajaran langsung dari Cak Izar bagaimana melestarikan alam dengan cara menanam bibit pohon bakau (mangrove) di tepi sungai Bajulmati.
Kesadaran GBBS Perlu Disertai Hospitality
Untuk membangun GBBS, kiranya perlu menghargai kearifan lokal dan melibatkan penduduk setempat. Fokusnya adalah mewujudkan Indonesia bersih, sehat, dan yang melayani dengan ramah. Keramahtamahan (hospitality) adalah ruh dari layanan dunia jasa pariwisata. Tanpa hospitality, sebuah produk pariwisata bahari hanyalah seperti melihat benda asing yang tak bernilai.
Apa yang dilakukan oleh Masyarakat Balekambang dengan Gerakan Jum’at Bersih dan Cak Izar dengan kepedulian menanam mangrove di tepi sungai Bajulmati, adalah contoh usaha sederhana namun sarat manfaat bagi pembangunan.
Jika pulau, laut, pesisir pantai dan penduduknya diposisikan sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem pembangunan kawasan maritim terpadu, kiranya bukan mustahil Indonesia ke depan menjadi poros maritim dunia yang berdaulat secara ekonomi, politik, dan budaya. Hemat saya, itulah ruh dari Gerakan Budaya Bersih dan Senyum yang digemakan oleh Kemenko Maritim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H