3. Kandungan Gizi dan Kehalalan Produk
Untuk mengetahui Angka Kecukupan Gizi (AKG), Fauzi melakukan uji lab di Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Universitas Brawijaya Malang. Tertera hasil pengujian lab tanggal 19 Mei 2016. Bakso Wong Duro mengandung total fat 0,40 g dengan AKG 0,82%. Untuk protein seberat 9,48 g, mengandung AKG 18,92 %, dan karbohidrat 16,01 g memiliki AKG 5,34%.
4.Motivasi Fauzi Meluncurkan Inovasi Produk Bakso Wong Duro
Menurut pengakuan Fauzi, berdasarkan pengalamannya sekitar 20 tahun berjualan bakso, banyak produk bakso yang beredar di masyarakat yang patut diragukan kehalalan atau mutu daging sapinya. Sepengetahuan Fauzi, tak sedikit bakso yang beredar itu bahan bakunya berasal dari campuran daging sapi dan daging jenis lain, misalnya dengan daging ayam. Hal ini bisa dipahami, karena daging sapi super harganya relatif mahal.
Fauzi adalah sosok wirausahawan ulet. Kisahnya ketika berjualan bakso, berawal saat krisis moneter (Krismon) yang berlangsung di Indonesia pada tahun 1997-an. Sebelumnya, ia bekerja di bangunan. Saat krismon tiba, proyek-proyek perumahan di mana ia bekerja tiba-tiba berhenti. Ia jadi pengangguran.
Menghadapi tantangan itu, terpikir olehnya untuk bekerja di sektor yang tidak mungkin berhenti, meskipun diterpa oleh badai krismon. Lalu muncullah motivasi memilih bekerja di sektor jasa makanan. Berbeda dengan bekerja di bangunan, menurut Fauzi, orang tak mungkin berhenti makan, meski ada krismon. Selain itu, Fauzi berani memilih pekerjaan ini, karena sebelumnya ia punya pengalaman pernah bekerja di restoran.
Bermula akibat krismon dan berbekal pengalaman itulah, kisahnya sebagai pedagang bakso bergulir dan hasilnya cukup sukses. Namun dalam perkembangannya, ia sempat jatuh bangun. Karena suatu hal, usahanya harus ia rela bagikan buat saudaranya. Saat masih berjaya, Fauzi mengaku, kemana-mana sering bermobil. Paska kejatuhannya, jangankan mobil, untuk makan pun hanya mengandalkan makanan sisa, tambahnya. Bahkan, Ia rela mengumpulkan nasi sisa yang sudah basi, kemudian dikeringkan. Orang Jawa biasa menyebut makanan seperti ini dengan “karak”. Nah, nasi yang sudah jadi “karak” inilah yang Fauzi makan.
Roda kehidupan terus berputar, kadang di atas, kadang di bawah. Seiring dengan waktu, ia berhasil bangkit kembali, setelah sempat berpindah beberapa kali. Saat ini, Fauzi membuka usaha bakso di Kebonsari, Sukun. Lokasinya cukup strategis, meski rumah itu bukan milik Fauzi sendiri. Sampai tiba waktunya, ia bertemu dengan Baznas Kota Malang. Atas dorongan Baznas, ia bersedia mendirikan Baitul MaalAz-Zahra (BMA) di tempat berjualan baksonya yang sekarang ini.