Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komunitas Bolang, Yuk Saling Menginspirasi!

1 Juni 2016   16:37 Diperbarui: 2 Juni 2016   15:50 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesona di Hutan Wisata Religi Sumur 7/Dok. Pribadi

Mulanya, artikel ini ditulis dalam rangka mengantarkan Bolang ikut event bertajuk Gramedia Reading Community Competition 2016 (GRCC). Isinya adalah kegiatan inspiratif yang telah dilakukan oleh komunitas kami. Sayang, tadi malam sewaktu mau posting nggak jadi, padahal hari itu adalah hari terakhir. Pasalnya, ada salah satu persyaratan GRCC (struk belanja) tidak ketemu saat hendak dikirim. Ya sudahlah. Maka jadilah artikel dalam bentuk lain seperti ini. Anggap saja isinya adalah  portofilo Bolang, mungkin berguna sebagai bahan saling berbagi dan saling menginspirasi antar komunitas.

Setahun lalu, tepatnya pada 12 Mei 2015, terbentuklah komunitas Bolang, singkatan dari Bloger Kompasiana Malang. Awal berdirinya, berkat Roadshow Kompasiana di kampus UB, kota Malang. Usai roadshow, peserta ingin tetap bisa saling berbagi pengetahuan dan saling terkoneksi. Diinisiasi oleh Mbak Wawa dan Mas Nurulloh kala itu, terbentuklah Bolang di sebuah coffee @MXMall. Hadir di forum itu sedulur Konekers Jatim seperti Mbak Avy, Mas Sam, Bunda Nur Hasanah dkk. Mas Derry juga hadir, yang baru saya ketahui esoknya saat ngopi bareng. Sejak Mei itu, berdirilah Komunitas Bolang dengan Mbak Nara sebagai koordinator pertamanya.

Mbak Wawa (paling kiri) dan Mas Nurulloh (paling kanan) saat Roadshow Kompasiana di Kampus UB/Dok. Pribadi
Mbak Wawa (paling kiri) dan Mas Nurulloh (paling kanan) saat Roadshow Kompasiana di Kampus UB/Dok. Pribadi
Sejak berdiri hingga saat artikel ini ditulis, Bolang memiliki 123 anggota. Mereka saling terhubung melalui group facebook [Bolang] dan blog Kompasiana. Anggota Bolang berasal dari beragam latar belakang profesi, umur, dan pendidikan. Asal daerahnya terutama dari Malang Raya dan seputar Jawa Timur. Kami disatukan oleh kesamaan visi, yaitu semangat sharing and connecting antar sesama Kompasianer, sebutan akrab untuk anggota Kompasiana.

Tujuan Bolang adalah untuk mengangkat ragam potensi Daerah dan Komunitas melalui tulisan dan aksi sosial. Sasaran komunitas yang dibidik, terutama kelompok “wong cilik” dan potensi daerah yang jarang dikunjungi orang. Karena itu, selain melihat kehidupan wong-wong cilik, Bolang juga telah mengunjungi destinasi wisata unik setempat, seperti Wisata Religi Sumur Pitu, Wana Wisata Coban Jahe, Pura Agung Giri Arjuno, dan Arboretum. Tak ketinggalan, usaha rakyat seperti peternak sapi perah di Jabung dan usaha marning rakyat pernah Bolang kunjungi. Destinasi-destinasi wisata dan usaha kecil tersebut, masih berada dalam satu kawasan yang disebut Malang Raya, yaitu Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu.

Pelangi indah di Coban Jahe, Bolang Memori/Dok. Pribadi
Pelangi indah di Coban Jahe, Bolang Memori/Dok. Pribadi
Hasil-hasil kunjungan, kemudian ditulis dalam bentuk artikel, cerpen atau puisi. Berharap di akhir tahun, Bolang bisa merekamnya lewat buku kecil, semacam Anotasi bertajuk “Kehidupan Wong Cilik di Tengah Kota” dan “Pesona Wisata Malang Raya di Mata Bolang”.

Struktur organisasi Bolang cukup sederhana. Bolang dikendalikan oleh tim admin dan dikelola berdasarkan pendekatan kolegial. Hanya ada seorang koordinator admin dan bendahara yang dibantu oleh beberapa anggota tim admin lainnya. Sekedar menyebut  beberapa nama diantaranya ada Pak Yun, Mbak Desy, Mas Selamet Hariadi, Mbak Avy, Mbak Nara, Mbak Rara, Mbak Eren, Mbak Fikri, Mas Ukik, dan lain-lain.

Memori Bolang Saat Meeting di Cokelat Klasik/Dok. Pribadi
Memori Bolang Saat Meeting di Cokelat Klasik/Dok. Pribadi
Untuk menjalankan aktivitas sehari-hari, tidak ada penyandang dana khusus, seringnya sih iuran sukarela anggota. Alhamdulillah, sesekali ada dana insentif dari Kompasiana pusat. Kami patut bersyukur, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, Bolang masih dapat beraktivitas menjalankan visinya untuk saling berbagi dan terhubung lewat “kopdar" dan aksi sosial yang melahirkan ragam tulisan. Dari sejumlah aktivitas Bolang, ada beberapa kisah yang kami pandang cukup inspiratif, sebagaimana dideskripsikan berikut ini.

Berbagi Kasih dengan Penghuni Panti

Panti itu bernama Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu Al Musthafa, beralamatkan di Desa Sumber pasir, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Ada pelajaran berharga, saat Bolang bisa bermain bersama dan berbagi kasih dengan mereka pada hari itu (27/03/2016). Mulanya mereka tampak begitu lugu, terlihat malu-malu, dan terkesan sangat membutuhkan perhatian. Namun setelah Bolang’s Angel (sebutan untuk para cewek Bolang) mengajak mereka menulis, bermain di tepi sawah, berbagi bingkisan dan makan bersama, pelan-pelan wajah ceria anak-anak yatim dan yatim piatu itu mulai tampak.

20160327-122615-574ea29e0523bd9506be57a6.jpg
20160327-122615-574ea29e0523bd9506be57a6.jpg
Hati siapa yang tak tersentuh, saat Bolang menemani mereka untuk belajar menuliskan nama dan cita-citanya di atas secarik kertas. Ternyata, meski hidup sangat sederhana di sebuah panti asuhan, mereka punya cita-cita besar yang sangat mulia. Ada yang igin menjadi polisi, pramugari, memiliki bengkel, menjadi pelukis, dan bahkan ada yang ingin punya rumah sakit.

Mengajari Anak-anak Panti AsUhan Menuliskan Nama dan Cita-Citanya/Dok.fb Group Bolang
Mengajari Anak-anak Panti AsUhan Menuliskan Nama dan Cita-Citanya/Dok.fb Group Bolang
Hasil kunjungan itu, kemudian Bolang ekspresikan lewat tulisan, seperti tulis anggota Bolang berjudul “Asa Anak-Anak yang Kehilangan Orang Tuanya” dan satu tulisan sejenis di sumber ini.

Menyapa “Wong Cilik” dan Pak Tua

Pada malam itu (9/5/2016), Bolang berkeliling membawa sejumlah nasi bungkus dan seperangkat bahan-bahan makanan mentah untuk diberikan kepada para tukang becak dan buruh kasar yang kebetulan sedang kami temui di tepi jalan. Ada yang unik, saat kami bertemu secara tak sengaja dengan tukang cukur rambut, sebut saja Pak Tua.

Pak Tua itu, setiap hari bekerja mulai pukul 11.00 Wib – 16.00 Wib. Tempat kerjanya di pinggir jalan raya, bersandar pada tepi pagar seng tua yang membatasi sebuah bangunan yang sedang dipugar. Unik. Lapaknya tak berdinding dan tak beratap. Ia hanya bermodalkan sebuah kursi kayu. Ada gunting, sisir, cermin, dan peralatan cukur  tradisional ala kadarnya ditempelkan pada seng tua itu. Lokasinya berada di daerah Kasin, seberang jalan depan mulut Gang IR Rais 8, Sukun, Kota Malang.

Perlengkapan Cukur Tradisional, Bersandar di Pagar Seng/Dok. Pribadi
Perlengkapan Cukur Tradisional, Bersandar di Pagar Seng/Dok. Pribadi
Pak Tua Sedang Melayani Pelanggannya/Dok. Pribadi
Pak Tua Sedang Melayani Pelanggannya/Dok. Pribadi
Tempat mangkal Pak Tua berdekatan dengan Tempat Pembuangan Sampah (TPA). Untuk sekedar berlindung dari sengatan matahari dan guyuran hujan, Pak Tua memilih lokasi tepat di bawah pohon beringin. Jika hujan datang, maka saat itu pula dia harus segera berlari mencari tempat bernaung di emper-emper toko.

Di sinilah Pak Tua Bekerja Setiap Harinya. Tampak Dua Anggota Bolang Sedang Memayunginya Saat Hujan Tiba/Dok. Pribadi
Di sinilah Pak Tua Bekerja Setiap Harinya. Tampak Dua Anggota Bolang Sedang Memayunginya Saat Hujan Tiba/Dok. Pribadi
Rata-rata setiap hari, dia mendapatkan 5 - 8 pelanggan. Untuk sekali menggunakan jasa cukurnya, pelanggan hanya diminta membayar Rp 5.000. Pak tua pernah seharian tak mendapatkan pelanggan, ya karena alasan hujan. Terkesan betapa beratnya hidup dia. Boleh jadi begitu. Tapi setelah kami berbincang-bincang, ternyata kami salah. Bahagia itu sederhana, mengapa?

Berbincang santai dengan Pak Tua/Dok. Pribadi
Berbincang santai dengan Pak Tua/Dok. Pribadi
Pak Tua masih mampu bertahan sebagai tukang cukur hampir 32 tahun, di tengah persaingan layanan cukur modern. Meski sebelumnya harus berkali-kali pindah tempat karena digusur petugas, ia dapat menikmati hidupnya seperti yang sekarang ini.  Sambil tersenyum ramah dan tertawa lepas pertanda tak ada rasa galau yang memancar dari raut wajahnya sedikitpun, Pak Tua  itu bilang:

Anggota Bolang, Mas Hariadi, Sedang Dicukur/Dok. Pribadi
Anggota Bolang, Mas Hariadi, Sedang Dicukur/Dok. Pribadi
Jika digusur oleh petugas Satpol PP, saya harus rela, kan tempat ini memang bukan milik saya, saya hanya sadermo numpang. Hidup itu mengalir, cuma tinggal nglakoni, pasrah”. Demikian yang dapat saya garisbawahi dari kata-katanya.  

Bahkan dia mengaku kepada Bolang, jika mendapati teman seprofesinya yang kesulitan mencukur karena guntingnya sudah “kethul” (tumpul), ia rela mengasahkan gunting temannya itu. Penasaran akan pribadi Pak Tua itu, tak sengaja saya bertemu dengan pemilik lapak “Rizki Minallah”, tepat di seberang jalan berhadapan dengan tempat Pak Tua sehari-hari mangkal. Saya mengkonfirmasi padanya yang mengaku sudah lama kenal Pak Tua. Kata pemilik lapak barang bekas itu:

“…Coba aja cukur ke dia… lalu kasih aja Rp 2.000, bilang padanya hanya punya segitu, dia pasti tetap menerimanya dengan senang hati…. Saya sering melihatnya demikian, tatkala ada mahasiswa yang hanya membayar segitu. Bahkan, jika ada yang potong rambut dan hanya tinggal mencukur “gudhek”nya lalu turun hujan, si pelanggan dipersilahkan pergi dan tanpa membayar sepeser pun…”.

Lain kali, ada juga yang memberi dia upah dengan selembar uang Rp 50.000, bahkan ada yang memberinya Rp 100.000”, demikian pemilik lapak Rizki Minallah itu menambahkan apa yang pernah diketahuinya.

Untuk menuju tempat kerja dari rumahnya yang berjarak sekitar 7 km, Pak Tua itu tiap hari selalu naik sepeda “onthel” tua miliknya. Sepeda itu, disandarkan di pagar seng dekat tempatnya berkerja. Bersyukur, kala itu Bolang bisa menyapa dia, berkunjung ke tempat tinggalnya dan berbagi kasih ala Bolang. Seorang teman kami saat itu berkata bahwa “bahagia itu sederhana”. Yui, saya setuju. Juga “berbagi kasih itu indah”.

Sepeda Onthel Milik Pak Tua/Dok. Pribadi
Sepeda Onthel Milik Pak Tua/Dok. Pribadi
Dari Wisata Eksotik Hingga Dayakan Limbah Ternak 

Wana Wisata Coban Jahe, adalah salah satu destinasi menarik yang jarang dikunjungi orang. Pasalnya, destinasi wisata itu baru saja dirintis dan insfrastruktur pendukungnya masih belum memadai. Setelah kami mengunjunginya, berasa pesona air terjun, indahnya pelangi dan suasana hutan dari dekat. Dibalik eksotika Coban Jahe, tersimpan edukasi lingkungan hutan dan sejarah perjuangan rakyat melawan pasukan Belanda seperti terekam dalam monumen TMP Kali Jahe. Hasil kunjungan anggota Bolang ekspresikan lewat tulisan, seperti artikel berjudul “Melihat Pelangi dari Dekat di Air Terjun Coban Jahe Malang” dan “Nilai Sejarah dan Cinta Wana di Balik Pesona Coba Jahe”. 

Pesona Coban Jahe/Dok. Pribadi
Pesona Coban Jahe/Dok. Pribadi
Bolang juga telah melakukan aktivitas lain yang unik. Seperti kopdar dengan petani jagung di gubuk tengah sawah, berkunjung ke Arboretum, pantai Balekambang, Wisata Religi Hutan Sumur Pitu, dan lain sebagainya. Ini salah satu tulisan anggota Bolang terkait dayakan peternak rakyat bertajuk “Mendulang Untung dari Limbah Ternak Sapi”.

Beberapa anggota Bolang juga ada yang mendapatkan undangan atas prestasi tulisannya di berbagai event, seperti berkunjungi ke Malaysia saat Event  MotoGP Sepang 2015 oleh Mas Hariadi, BlogTrip Pesona Eco Resort di Kepri dan Pesona Budaya di Bali 2015, dan lain-lain. Bertajuk “Pesona Alaya Resort Dibalik Perempuan Bali” adalah salah satu hasil review artikelnya. Beberapa anggota lainnya juga ada yang mendapatkan hadiah menarik dari serangkaian event fiksi yang diikutinya, seperti cerpen berjudul “Odile Menangis” dan cerpen humor berjudul “Sembunyikan Milik Pak Ustadz”, hehe...

Pesona Bintan Resor di Kepri/Dok. Pribadi
Pesona Bintan Resor di Kepri/Dok. Pribadi
Demikianlah, tulisan ini hanyalah sebagian atas kinerja komunitas Bolang. Teriring harap muncul inisiatif dari para pengurus, anggota, pembaca dan antar komunitas dalam rangka ikut meningkatkan mutu sharing and connecting, baik lewat Kopdar maupun tulisan. Nambah saudara, nambah wawasan. Dengan membudayakan menulis, juga diharapkan minat dan budaya baca di kalangan generasi muda Indonesia semakin meningkat.

Pesona di Hutan Wisata Religi Sumur 7/Dok. Pribadi
Pesona di Hutan Wisata Religi Sumur 7/Dok. Pribadi
Mari bergabung dan terhubung, sama-sama belajar menulis untuk berbagi, dayakan potensi negeri yang tersembunyi, dan gairahkan komunitas yang menginspirasi. Apapun bentuk partisipasi Anda untuk komunitas, sangat berguna bagi kami. Salam paseduluran.

Malang, 1 Juni 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun