Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kopdar Kompasianer di Gubuk Tengah Sawah

27 Mei 2016   18:16 Diperbarui: 3 Juni 2016   11:20 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bakal Tingkol Jagung Muda yang Mungil, Enak Langsung Dimakan/Dok. Pribadi

Tak kusangka, siang itu (26/05) seorang kompasianer senior asal Surabaya bersama seorang pegiat Wakaf Plannermengunjungi kompasianer Malang (Bolang). Mereka berkunjung atas nama personal, karena pertemanan sesama kompasianer. Mengawali kunjungannya, mereka tiba di rumah kami sekitar pukul 10.25 Wib. Kami ngobrol santai seputar aktivitas komunitas Kompasiana dan “Wakaf Produktif”. Wakaf sejenis ini begitu berkembang di Singapura.

Di Indoensia, produk wakaf ini dilindungi oleh regulasi yang sah. Saya baru tahu, kalau produk wakaf uang ini segera dilaunching di Jakarta. Obrolan menarik berlanjut hingga di Warung Angkringan, sambil makan siang bersama. Warung itu berada di dekat rumah kami, di Jalan Sigura Gura, Kota Malang.

Usai makan siang, kami bertiga menuju sebuah gubuk di tengah sawah. Shalat dhuhur kami tunaikan di tengah perjalanan. Tiba di gubuk sekitar pukul 14.45 wib, dijemput oleh petani jagung manis yang juga seorang kompasianer. Lokasi gubuk berada di Dusun Wangkal, Desa Wargosuko, Kec. Poncokusumo. Kawasan ini berdekatan dengan perbatasan kec. Tumpang, Kabupaten Malang. Gubuk itu, seolah sudah menjadi rumah kedua bagi petani ini, selain rumah tinggal tetapnya yang berada di kawasan Perumahan Araya, kota Malang.

Tiba di gubuk dengan view tanaman jagung manis/Dok. Pribadi
Tiba di gubuk dengan view tanaman jagung manis/Dok. Pribadi
Di gubuk  kecil berukuran sekitar 3 x 3 meter inilah, sang petani tinggal selama menggarap sawah. Tepat di depan gubuk, terhampar lanskap tanaman jagung manis di sawah seluas 1 ha miliknya. Untuk sampai di sana, kami harus melewati pematang sawah. Di sampingnya mengalir air alami dari sungai kecil untuk irigasi. Sejauh mata memandang, tampak tanaman jagung yang mempesona. Rumput gajah yang menghijau dan segar di tepi pematang, menambah sedap lanskap persawahan tanaman jagung. Indah. “Aku jatuh cinta di tengah sawah ini”, demikian ungkap sang petani yang juga seorang kompasianer yang satu ini.

Komapsianer Surabaya di Tengah Tanaman Jagung Manis/Dok. Pribai
Komapsianer Surabaya di Tengah Tanaman Jagung Manis/Dok. Pribai
Dialah Rahman Priyono, asal Sumatera yang sudah bermukim lama di Malang. Ia bergabung dengan komunitas Kompasiana Malang (Bolang) sejak dua tahun lalu (sekitar 2014). Selepas berkeliling dari Korea Selatan, Jerman, dan beberapa negara lainnya karena alasan kerja, belakangan ini dia mulai menekuni dunia pertanian jagung. Bisnis jasa transportasi di Malang dan dan perkebunan sawit di luar Jawa miliknya, ia serahkan pada orang lain untuk mengurusinya. Sementara itu, ia menikmati profesi barunya sebagai petani jagung manis unggul jenis Hibrida F1 “Talenta”.

Mas Rahman Priyono di Tengah Areal Tanaman Jagun Manis Seluas 1 ha Miliknya/Dok. Pribadi
Mas Rahman Priyono di Tengah Areal Tanaman Jagun Manis Seluas 1 ha Miliknya/Dok. Pribadi
Kompasianer Bertani Jagung

Menurut Mas Rahman, tiap hari usai shalat shubuh hingga sore hari, ia pergi ke sawah. Seluruh kegiatan bertani ia kerjakan sendiri, tidak menggunakan tenaga kerja atau buruh tani. Ia merasakan bagaimana indahnya menyemprot rumput, memupuk tanaman, menyulami tanaman jagung yang mati, dan seterusnya. Kecuali saat membuat galur dan menanam benih jagung, Ia menggunakan sejumlah tenaga kerja atau buruh tani lainnya. Di gubuknya, ia dibantu oleh seseorang, yang diajak serta menemaninya bekerja.

Kopdar di Gubuk Tengah sawah. Mas Rahman Familinya yang Sering Menemani di Gubuknya/Dok. Pribadi
Kopdar di Gubuk Tengah sawah. Mas Rahman Familinya yang Sering Menemani di Gubuknya/Dok. Pribadi
Wow… asyik, bukan? Menurut penuturan Mas Rahman, seharian ia berada di gubuk dan sawah. Memasak, mencuci, tidur, dan makan dilakukan di sana. Sekitar pukul 10.00 Wib, dia bisa melakukan shalat dhuha, kemudian istirahat hingga siang hari di gubuknya. Dia pun bisa menggunakan HP dan jenis gadget lainnya. Secara periodik, progress report tanamannya ia upload lewat samrtphone ke media sosial. Jika musim libur sekolah, bersama keluarga dan kedua anaknya sering bermalam di sini. Hehe… asyik, bukan?

Indahnya areal pemandangan tanaman jagung di kala sore hari/Dok. Pribadi
Indahnya areal pemandangan tanaman jagung di kala sore hari/Dok. Pribadi
Indahnya Bertani Jagung Manis

Jagung manis super jenis Hibrida F1 milik Mas Rahman, ditanam di areal sawah seluas 1 ha miliknya. Tujuannya dijual untuk dikonsumsi selagi muda. Waktu yang dibutuhkan untuk menanam bibit jagung hingga siap panen berkisar antara 75-80 hari.

Tiap satu bulir benih jagung manis yang ditanam, tumbuh sebatang batang jagung. Tiap batang hanya mengasilkan satu buah (tongkol) jagung. Sesuai standar, tiap tongkol jagung dapat menghasilkan 465 bulir jagung. Berdasarkan pengalaman Mas Rahman, sawah seluas 1 ha ini diprediksi menghasilkan jagung sebanyak 12 ton. Jika dioptimalkan menggunakan pupuk tambahan, bisa mencapai maksimal 18 ton.

Penulis Berada di Tengah Tanaman Jagung Manis Hibrida F1
Penulis Berada di Tengah Tanaman Jagung Manis Hibrida F1
Menurut pengakuan Mas Rahman, ia hanya menggunakan Pupuk Hayati, pupuk jenis non kimiai bernama Feng Shou.  Tak ada tambahan pupuk lain. Tiap liter pupuk Feng Shou seharga Rp 100.000. Untuk tiap ha sawah, Mas Rahman hanya menghabiskan 4 liter pupuk cair Feng Shou. Ia melakukan pemupukan selama dua kali, yaitu di awal dan di pertengahan selama tanam jagung. Tepatnya pada dua minggu pertama dan dua minggu kedua.

Pupuk Hayati Feng Shou/Dok. Pribadi
Pupuk Hayati Feng Shou/Dok. Pribadi
Pupuk hayati ini menggunakan mikroba yang berbentuk basil. Ia bekerja secara alami. Fungsinya merangsang mikroba menghasilkan nitrogen yang dibutuhkan tanaman. Berdasarkan pengalaman Mas Rahman yang dituturkan kepada kami, pupuk ini mampu merangsang perkembangan cacing tanah di sekitar tanaman. Cacingnya tumbuh menjadi lebih besar dari pada biasanya.

Penasaran terhadap pupuk itu, saya mencoba melihatnya sendiri. Setelah ditunjukkan dan saya buka tutup botolnya, ternyata pupuk cair Feng Shou baunya nyaris seperti bau kencing. Baunya kuat sekali.  Hihi… tapi manfaatnya, hoho… )

Sebagai bahan perbandingan, saya ambil gambar jenis tanaman jagung milik Mas Rahman yang diberi pupuk Feng Shou dengan tanaman jagung milik petani lain digarap biasa-biasa saja (benihnya bukan benih unggul dan tidak diberi pupuk Feng Shou, ini pengamatan kami bertiga kala itu). Saya ambil gambar jagung yang seumuran di sawah yang berbeda. Hasilnya begitu kontras. Bahwa tanaman jagung  dengan perkiraan usia tanam yang sama, buahnya jauh berbeda, seperti tampak pada gambar di bawah ini.

(1) Tanaman Jagung biasa tanpa Pupuk Hayati (Feng Shou)/Dok. Pribadi
(1) Tanaman Jagung biasa tanpa Pupuk Hayati (Feng Shou)/Dok. Pribadi
Tanaman Jagung Hibrida F1 dengan Pupuk Hayati (Feng Shou)/Dok. Pribadi
Tanaman Jagung Hibrida F1 dengan Pupuk Hayati (Feng Shou)/Dok. Pribadi
Pendapatan Hasil Bertani Jagung Manis

“Berapa pendapatan bertani jagung manis untuk sawah seluas ini Mas Rahman?” Tanya saya. Dia memberi ilustrasi kepada kami sebagai berikut:

“Beaya oprasional yang saya keluarkan sekitar Rp 9 – 11 juta. Untuk tiap 1 ha sawah, saya membutuhkan 30 kotak bibit jagung. Tiap satu butir bibit jagung, standarnya menghasilkan 456 - 500 butir jagung. Anggap saja tiap tongkol jagung terdapat 500 butir jagung. Tiap tongkol jagung bobotnya sekitar 5 - 6 ons. Untuk 1 kg rata-rata ada 2 tongkol jagung”.

Jagung Manis Hibrida F1 (dokpri)
Jagung Manis Hibrida F1 (dokpri)
“Jagung ini ditanam pada 15 Maret 2016 lalu, dan prediksi panen pada 3 - 4 Juni 2016. Hasil panen diperkirakan mencapai 12 ton”. Harga jual antara Rp 2.500 – Rp 3.000/kg.Bulan depan adalah bulan puasa, jadi harga jualnya bagus, bisa Rp 3.000 per kg. Jualnya bisa dengan cara “tebasan” (diborong) atau “kuintalan”. Jika dijual pola kuintalan, maka batangnya milik petani. Batang jagung seluas 1 ha ini bisa laku seharga Rp 2,5 jt. Lumayan, bisa buat beli pupuk”, demikian ujarnya.

Jika tiap kg jagung harganya Rp 3.000, maka jika menghasilkan 10 ton saja, ada pemasukan kotor sebesar Rp 30 juta-an”. Hasilnya lumayan nih…!

"Adakah kelemahan bertani jagung yang Anda rasakan?" Tanya saya. Ada, menurut pengakuannya, pertama, soal jarak tanam. Mas Rahman merasa jarak tanaman jagungnya terlalu rapat. Idealnya jarak tanam antar pohon jagung adalah 25 cm, sementara dia menanam dengan jarak 20 cm. Sedangkan jarak antar galur idealnya 70 cm. 

Kedua, kelemahan dalam menyulam bibit jagung yang mati. Pasalnya, setelah disulam, pertumbuhan bibit sulaman ini lebih lambat dibandingkan phon jagung lainnya. Idealnya, bibit jagung untuk menyisipi (menyulam) tanaman jagung yang mati ditanam bersamaan di tempat terpisah. Nah, bibit inilah yang mestinya digunakan untuk menyulam, sehingga nanti dapat tumbuh besar secara bersama dengan tanaman jagung lainnya.

Tempuyung dan Bakal Jagung Muda, Enak!

Tinggal di gubuk memang tidak semewah dibanding tinggal di rumah. Namun tampak ada kebahagiaan tersendiri, seperti kehidupan yang Mas Rahman lakukan dengan tinggal di gubuk tengah sawah. Ada sensasi berbeda, saat mas Rahman menunjukkan tanaman yang ia sebut Tempuyung.  Tanaman ini daunnya lembut, enak dibuat “kuluban”, apalagi sambil makan di gubuk. Tanaman Tempuyung tumbuh liar di seputar area sawah dan dekat aliran air.

Tanaman Tempuyung, Tumbuh Liar di Dekat Areal Tanaman Jagung Manis/Dok. Pribadi
Tanaman Tempuyung, Tumbuh Liar di Dekat Areal Tanaman Jagung Manis/Dok. Pribadi
Ada kenikmatan lain saat menikmati tongkol unik yang gagal jadi bakal buah jagung. Pada umumnya sih, setiap batang jagung super hibrida F1 Talenta itu hanya berbuah satu tongkol jagung. Namun, di antara ribuan tanaman jagung, ada sejumlah batang jagung yang menghasilkan tongkol mungil, selain buah utama yang tongkolnya besar. Saya tak tahu apa nama buah mungil ini. Buah jagung mungil susulan ini tidak bisa membesar.  

Bakal Tingkol Jagung Muda yang Mungil, Enak Langsung Dimakan/Dok. Pribadi
Bakal Tingkol Jagung Muda yang Mungil, Enak Langsung Dimakan/Dok. Pribadi
Hemm… saya mencoba mengambil dan mengelupasnya. Habis dipetik dari pohonnya, tongkol muda dan sangat mungil ini bisa langsung dimakan. Saya makan satu buah. Hemm… rasanya manis segar, seperti lalapan buah alami.

Mengapa Banyak yang Tak Suka Jadi Petani?

Kopdar banyak manfaatnya, berpotensi menambah wawasan pengetahuan dan nambah persaudaraan. Sharing and connecting seperti semboyan Kompasiana dapat saya rasakan. Usai mengunjungi sawah, muncul pertanyaan di benak saya: mengapa banyak sarjana yang tak suka profesi petani?

Mungkin ada yang salah dengan “persepesi diri” terhadap profesi petani. Mungkin pula ada yang salah dengan pembangunan pertanian di negeri ini yang mesti dibenahi. Bagaimana pandangan Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun