Tertulis jelas di papan biru bertuliskan cata warna putih kalimat “from this site spring the water of the Brantas River”, yang berarti dari tempat inilah sumber air Sungai Brantas itu berasal. Karena itu tak heran, jika lokasi ini dikenal sebagai "Titik Nol" sumber air hulu Sungai Brantas.
[caption caption="Titik Nol, Dari Tempat Inilah Air Sumber Brantas Berasal/Dok. Pribadi"]
Sebelum bertemu di Selat Madura, air itu mengalir di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas seluas sekitar 11.800 km2 atau hampir setara dengan ¼ wilayah Jawa Timur seluas 47.157,72 Km2. Aliran air itu melintasi Kota Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Nah, di Mojokerto inilah aliran Sungai Brantas mulai membagi diri secara adil menjadi dua bagian. Satu cabang sungai mengalir ke Surabaya melewati Kali Mas, dan satu cabang sungai lainnya mengalir ke Kali Porong, Sidorajo, sebelum akhirnya keduanya berkumpul kembali di Selat Madura.
Unik. Ukuran sumur mata air itu relatif kecil, hanya berdiemeter 1 m. Dari sumber ini, mengalir air jernih, seolah seperti kaca, sehingga tampak jelas tanah yang ada di dasar airnya. Demikian seperti yang saya lihat pada saat kami mengunjungi mata air Sumber Brantas.
[caption caption="Titik Nol, Dari Tempat Inilah Air Sumber Brantas Berasal/Dok. Pribadi"]
[caption caption="Mata Air Sumber Brantas, Terlihat Dilihat dari Dekat/Dok. Pribadi"]
[caption caption="Mata Air Sumber Brantas Sangat Jernih, Terlihat Hingga ke Dasar Air/Dok. Pribadi"]
Sumur itu airnya mengalir secara terus menerus, “lumintu”, kata orang Jawa. Sumber ini merupakan salah satu mata air yang menuju Kali Brantas (Sungai Brantas). Oleh sebab lumintunya mengalir dibandingkan mata air lainnya yang menuju Kali Brantas, maka mata air di Arboretum itu layak disebut Sumber Brantas. Mungkin karena alasan itulah, arboretum ini dinamakan juga dengan Arboretum Sumber Berantas. Menurut sumber Jasa Tirta I, nama ini diberikan oleh Menteri Kehutan RI, yang pada waktu itu dijabat oleh Ir. Hazrul Harahap, saat berkunjung ke tempat ini pada tahun 1989.
Mata air Sumber Brantas menjadi ikon Arboretum, selain pohon Pinus Parana yang ditanam oleh Roedjito Dwidjomestopo sekitar 14 tahun lalu, tepatnya pada 11 Juni 1992. Pohon Pinus Parana menjadi saksi hidup, atas partisipasi Indonesia dalam Konferensi Bumi di Rio De Janeiro, Brazil pada Juni 1992 lalu. Info ini terpajang di tanda pengenal pohon pinus itu.
[caption caption="Pohon Pinus Parana, Buah Tangan Roedjito Dwidjoemestopo di Arboretum Sumber Brantas/Dok. Pribadi"]
Ketika saya berkunjung ke sana, saya amati pohon Pinus Parana dan sempat memotretnya dari dekat. Dengan membaca identitas tanaman yang tertempel di pohon, saya bisa mengenal namanya. Antara lain, ada pohon Kenanga (Cananga Odorata), Pakis/Paku Tiang (Cyathea Containans), Sikat Botol/Kalistemon (Callistemon Citrinus atau Curts.), Kayu Putih (Malalenca Kajuputi), dan satu lagi saya yang tampak asing bagiku, yaitu pohon Kukrup (Engelhardia Spicata) yang berfungsi dapat menyerap dan menyimpan karbon dengan baik.