Kok seperti sampah? Ya, karena tampak dedauan kering utuh seperti sampah masuk gelas. Bentuk dan lebarnya seperti umumnya daun teh kering atau daun salam. Persis seperti penjelasan sumber itu, minuman tradisional khas Yogyakarta ini rasanya manis dan pedas, berwarna merah cerah dengan aroma harum. Rasa pedas karena bahan jahe, sedangkan warna merah karena adanya secang.
[caption caption="Wedang Uwuh/Dok. Pribadi"]
Bahan-bahan wedang uwuh terdiri atas jahe, kayu secang, bunga, batang dan daun cengkeh, kayu manis dan daunnya, pala dan daunnya, akar dan daun sereh, kapulaga, dan gula batu.
Seiring dengan perkembangan teknologi modern, wedang uwuh dikemas dalam bentuk instan atau celup. Namun, Wedang Uwuh seharga cuma Rp 8.000 yang saya minum di tempat itu, disajikan secara alami. Uwuhnya tampak mengambang di permukaan gelas besar yang disuguhkan selagi panas itu. Nikmat!
Cara Membuat Wedang Uwuh
Mengacu pada sumber ini, cara membuat Wedang Uwuh cukup serhana. Terlebih dahulu, siapkan bahan-bahan berikut:
- 700 ml air
- 40 gram serutan kayu secang kering
- 50 gram gula batu atau gula pasir
- 6 cm jahe, memarkan
- 2 lembar daun kayu manis kering
- 3 lembar daun cengkeh kering
- 3 lembar daun pala kering
- 10 butir cengkeh atau batang cengkeh kering
Setelah bahan-bahan tersebut tersedia, bakar jahe, lalu memarkan. Tuangkan air dalam panci. Masukkan jahe, cengkeh atau batang cengkeh, daun cengkeh, daun kayu manis, daun pala, serutan kayu secang, jahe, dan gula batu.
Rebus dengan api sedang sampai mendidih selama kurang lebih 15 menit. Angkat dan saring. Anda boleh juga menyajikan tanpa disaring. Rempah-rempah alami yang telah direbus itu, tuangkan ke dalam gelas, lalu hidangkan selagi panas atau hangat. Hemm… nikmat.
Anda akan melihat perubahan warna air yang merah cerah, terbentuk dari air seduhan secang. Sementara bau harum muncul dari aroma kayu manis yang telah diseduh. Rasa hangat-pedas terbentuk dari jahe dan perpaduan dedaunan rempah-rempah.
Saya jadi teringat pada masa kecil. Ketika saya terkena flu dan batuk, keluarga kami memberikan seduhan wedang jahe hangat. Jika tak berselera makan, dibuatkan minuman beras kencur, kadang dibuatkan minuman dari kunir (kunyit) yang diparut, dicampur dengan “butro wali” yang rasanya pahit, diberi tambahan perasan jeruk nipis yang dibakar.
Jika tak mau meminumnya, saya “digujer”, yaitu kaki dan tangan dipegangi kuat-kuat agar tidak meronta. Parutan rempah-rempah segar itu diperas dengan kain lembut atau sapu tangan, dikucurkan tepat di atas mulut. Tujuannya, agar tetesan air perasan rempah-rempah itu mudah masuk ke dalam kerongkongan: “glek”.
Hehe… kenangan indah sewaktu kecil.