[caption caption="Wedang Uwuh, terasa nikmat disajikan selagi hangat/Dok. Pribadi"][/caption]Segelas air hangat berwarna merah cerah. Perubahan warna itu terbentuk dari seduhan serutan tipis kayu secang (Caesalpinia sappan). Rasanya manis sedikit pedas. Mengapa? Karena ada unsur gula batu dan irisan jahe ikut terseduh di dalam gelas. Isinya apalagi? Ada daun kayu manis kering dan beberapa bulir cengkeh serta entah apa lagi namanya.
Aromanya yang harum, menambah selera ketika meneguknya selagi hangat. Meminumnya disertai bacaan basmalah, berasa nikmat dan menyehatkan. Sejak dahulu kala, nenek moyang kita percaya pada khasiat minuman dari rempah-rempah itu dapat mengobati masuk angin, kembung, batuk ringan, nyeri, capek, pegal, dan memperlancar peredaran darah. Itulah sebagian sensasi dan manfaat setelah “nyruput” minuman tradisional bernama wedang uwuh.
Sore itu, kalender menunjukkan Hari Sabtu, 16 Januari 2016. Kami dirajuk untuk menemani anak-anak weekend. Ya, sekadar pergi bersama membeli mainan yoyo untuk anakku yang kebetulan hari itu sedang berulang tahun. Tak ada perayaan mewah, kecuali dia minta dibelikan yoyo dan sepasang sepatu sekolah yang sudah waktunya “minta adik”.
Maka saya ajak mereka ke Malang Town Square (Matos) terdekat, yang hanya berjarak sekitar 1 Km dari rumah. Sepulang dari Matos, kami mampir ke warung sederhana Ayam Pakuan di Jalan Sigura Gura Kota Malang. Kami bersyukur, bisa hadir bersama mereka, yang tampak riang gembira di hari itu. Indahnya kebersamaan di Hari Sabtu, malam minggu bersama keluarga.
[caption caption="Lokasi Warung Makan Ayam Pakuan di Jalan Sigura Gura Kota Malang/Dok. Pribadi"]
Saat saya disodorkan daftar menu, mata saya tertuju pada salah satu nama minuman yang belum pernah saya sruput, yaitu “Wedang Uwuh”. Minuman tradisonal inilah yang membuat penasaran saya memesan minuman itu kepada pramusaji.
Kami berempat bersama anak-anak, duduk semeja. Mereka suka ayam kampung di warung berslogan “Mantap sambal koreknya, jelas ayam kampungnya” di Jalan Sigura Gura itu. Sementara saya memilih nasi goreng ikan asin, dan segelas Wedang Uwuh. Rasanya ingin kembali meminum wedang itu, karena berasa bukan seperti jamu. Meminum segelas wedang uwuh, badan saya terasa hangat dan berkeringat.
[caption caption="Menikmati Ayam Pakuan dan Wedang Uwuh/Dok. Pribadi"]
[caption caption="Ayam Pakuan. Mantap Sambal Koreknya. Jelas Ayam kampungnya/Dok. Pribadi."]
Waktu memesan minuman itu, sang pramusaji saya tanya: “Mas, wedang ini isinya apa?” Dia hanya menjawab singkat, dedaunan uwuh. Saya tak puas dan masih penasaran. Nah, selepas puas makan minum bersama anak-anak, dan shalat Maghrib di Mushalla yang disediakan di warung Ayam Pakuan itu, saya mengucapkan terima kasih dan mohon diri. Di rumah, saya cari informasi di internet. Inilah penjelasan ringkas Wedang Uwuh dan cara membuatnya.
Apa itu Wedang Uwuh?
Menurut penjelasan Wikipedia, Wedang Uwuh adalah minuman dengan bahan-bahan dedaunan mirip sampah. Orang Jawa menyebut wedang yang berarti minuman, sementara uwuh berarti sampah.
Kok seperti sampah? Ya, karena tampak dedauan kering utuh seperti sampah masuk gelas. Bentuk dan lebarnya seperti umumnya daun teh kering atau daun salam. Persis seperti penjelasan sumber itu, minuman tradisional khas Yogyakarta ini rasanya manis dan pedas, berwarna merah cerah dengan aroma harum. Rasa pedas karena bahan jahe, sedangkan warna merah karena adanya secang.
[caption caption="Wedang Uwuh/Dok. Pribadi"]
Bahan-bahan wedang uwuh terdiri atas jahe, kayu secang, bunga, batang dan daun cengkeh, kayu manis dan daunnya, pala dan daunnya, akar dan daun sereh, kapulaga, dan gula batu.
Seiring dengan perkembangan teknologi modern, wedang uwuh dikemas dalam bentuk instan atau celup. Namun, Wedang Uwuh seharga cuma Rp 8.000 yang saya minum di tempat itu, disajikan secara alami. Uwuhnya tampak mengambang di permukaan gelas besar yang disuguhkan selagi panas itu. Nikmat!
Cara Membuat Wedang Uwuh
Mengacu pada sumber ini, cara membuat Wedang Uwuh cukup serhana. Terlebih dahulu, siapkan bahan-bahan berikut:
- 700 ml air
- 40 gram serutan kayu secang kering
- 50 gram gula batu atau gula pasir
- 6 cm jahe, memarkan
- 2 lembar daun kayu manis kering
- 3 lembar daun cengkeh kering
- 3 lembar daun pala kering
- 10 butir cengkeh atau batang cengkeh kering
Setelah bahan-bahan tersebut tersedia, bakar jahe, lalu memarkan. Tuangkan air dalam panci. Masukkan jahe, cengkeh atau batang cengkeh, daun cengkeh, daun kayu manis, daun pala, serutan kayu secang, jahe, dan gula batu.
Rebus dengan api sedang sampai mendidih selama kurang lebih 15 menit. Angkat dan saring. Anda boleh juga menyajikan tanpa disaring. Rempah-rempah alami yang telah direbus itu, tuangkan ke dalam gelas, lalu hidangkan selagi panas atau hangat. Hemm… nikmat.
Anda akan melihat perubahan warna air yang merah cerah, terbentuk dari air seduhan secang. Sementara bau harum muncul dari aroma kayu manis yang telah diseduh. Rasa hangat-pedas terbentuk dari jahe dan perpaduan dedaunan rempah-rempah.
Saya jadi teringat pada masa kecil. Ketika saya terkena flu dan batuk, keluarga kami memberikan seduhan wedang jahe hangat. Jika tak berselera makan, dibuatkan minuman beras kencur, kadang dibuatkan minuman dari kunir (kunyit) yang diparut, dicampur dengan “butro wali” yang rasanya pahit, diberi tambahan perasan jeruk nipis yang dibakar.
Jika tak mau meminumnya, saya “digujer”, yaitu kaki dan tangan dipegangi kuat-kuat agar tidak meronta. Parutan rempah-rempah segar itu diperas dengan kain lembut atau sapu tangan, dikucurkan tepat di atas mulut. Tujuannya, agar tetesan air perasan rempah-rempah itu mudah masuk ke dalam kerongkongan: “glek”.
Hehe… kenangan indah sewaktu kecil.
Indonesia dulu dikenal kaya akan rempah-rempahnya. Bahkan penjajah Portugis dan Belanda datang ke negeri kita, konon karena tertarik rempah-rempah kita. Ke mana gerangan bahan-bahan itu saat ini? Andaikan rempah-rempah itu dapat dimanfaatkan secara optimal untuk tujuan wisata herbal alami, barangkali akan memiliki nilai lebih yang menguntungkan masyarakat kita. Selamat mencoba!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H