Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suara Perdamaian, Kreasi Seni Tradisional, dan ICIS 2015

25 November 2015   12:50 Diperbarui: 27 November 2015   17:07 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Backdroup Malang Maliki Islamic Festival 2015/Dok. Pribadi"][/caption]

Ada satu momen yang unik, saat saya mengunjungi area Maliki Malang Islamic Festival 2015 pada Selasa (24/11/2015). Di sebuah Booth Tarbiyah, sekelompok remaja sedang memainkan seperangkat alat seni musik tradisional seperti angklung, kenong, ketipung, gendang, seruling, kecapi dan xylo yang dipadu dengan alat musik modern lainnya seperti gitar elektrik.

[caption caption="Angklung, salah satu alat musik tradisional yang dimainkan oleh Komunitas Sanggar Seni PGMI/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Lagu khas Suroboyoan berjudul “Tanjung Perak”, “Perahu Layar” dan “Gundul Gundul Pacul” mereka dendangkan. Saat tiba pada penggalan bait lagu yang berbunyi …Tanjung Perak tepi laut, siapa suka boleh ikut…”, muncul selingan tawa kecil dan senyuman disertai gerakan unik di antara mereka. Asyik… ! Cuplikannya ada di sini.

[caption caption="Komunitas Sanggar Seni PGMI saat tampil di Stand Tarbiyah pada acara Malang Maliki Islamic Festival 2015/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Inilah sebagian lirik lagu Tanjung Perak, yang kadangkala dinyanyikan dengan versi berbeda…

       Tanjung perak tepi laut, Siapa suka boleh ikut

       Bawa gitar keroncong piul, Jangan lupa bawa anggur

       Tanjung perak.. tepi laut.

Lagu itu didendangkan oleh para mahasiswa PGMI, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Maliki Malang. Meski mereka bukan berasal dari jurusan seni, tetapi mereka cukup piawai saat memainkan seperangkat alat musik tradisional atau musik etnik tertentu.

[caption caption="Seperangkat alat seni musik tradisional dimainkan oleh para mahasiswi PGMI di area Festival/Dok. Pribadi"]

[/caption]

[caption caption="Mahasiswi PGMI anggota Komunitas Kreatif Seni sedang memainkan salah satu alat musik di area Festival/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Festival itu merupakan bagian dari rangkaian acara memeriahkan International Conference of Islamic Scholars (ICIS) 2015 yang berlangsung sejak 23-25 November 2015 di UIN Malang. Konferensi itu mengusung tema Upholding Islam as Rahmatan Lil ‘Alamin: Capitalizing Spiritually and Intellectuality Toward Better Life of Human Being”. Ada 32 delegasi dari mancanegara.

ICIS 2015 berkepentingan menyuarakan pentingnya Islam yang damai untuk semua. Seperti diberitakan di Kemenag.go.id, pertemuan itu bertujuan untuk “memperkuat pemahaman Islam yang moderat dan toleran, mewujudkan sistem pendidikan yang memadukan fikir dan zikir, membuka jaringan ulama dan pemikir Islam dunia, serta menemukan titik persamaan perjuangan dalam menatap masa depan dan dunia global”.

Masih menurut sumber itu, sebelumnya Sekjen ICIS KH Hasyim Muzadi mengaku prihatin dengan terjadinya konflik antar negara, terutama di Timur Tengah. Termasuk juga munculnya gerakan ekstrimisme dan terorisme yang dikomandoi pihak-pihak yang mengatasnamakan Islam. Pada saat yang sama, konflik internal umat Islam, Sunny-Syiah juga tak kunjung reda”.

Sementara Festival itu sendiri, sesuai jadwal yang terpampang di backdroup panggung Festival berlangsung sejak 23-27 November 2015. Lokasinya di salah satu areal parkir kampus UIN Maliki Malang. Ada 60 booth di arena festival bertemakan “Islamic Product”, seperti stand untuk halal food, bank syari’ah, Islamic Tour and Tourism, kerajinan batik dan lain sebagainya.

[caption caption="Salah satu booth, menampilkan aneka buah dan produk tanaman di sebuah stand berbentuk joglo/Dok. Pribadi"]

[/caption]

[caption caption="Desain Arsitektur Bangunan Pencakar Langit, Produk Mahasiswa UIN Maliki Malang/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Kreasi Sanggar Seni Bina Madrasah

Di luar forum ICIS 2015, penampilan “Sanggar Seni Bina Madrasah” saat melantunkan lagu khas Tanjung Perak itu menarik perhatian saya. Karena itu saya mewancarai salah seorang di antara mereka.

Maaf Mbak, boleh nanya kelompok ini utusan dari mana?

“Oh… boleh. Kami mahasiswa PGMI semester V Kelas B, UIN Maliki Malang. Kebetulan, kami sedang latihan seni musik etnik untuk suatu event habis UAS nanti…”, demikian Mbak Hariroh Ainil Fitriyah menegaskan.

[caption caption="Kreasi Komunitas Sanggar Seni Bina Madrasah PGMI UIN Maliki Malang/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Apa yang membanggakan Anda bermain musik seperti ini? Tanya saya. Dia menjelaskan:

“Saya bangga masuk jurusan PGMI. Selain saya bisa menjadi pengajar suatu saat nanti, saya juga bisa berkreasi seni. Contonya, beberapa waktu lalu komunitas kami diminta untuk mengajarkan kreasi seni di sekolah lain, seperti senik musik dan seni rupa di MI Alam Bilingual Al-Ikhlas, Kepanjen Malang.

Siapa Mbak yang mengajarkan kreasi seni musik ini? Pak Joko Prihatin, demikian dia menjawab tegas nama sang pengajarnya.

Kok tampil di sini, apa memang diminta oleh kampus atau Pak Joko?”

Demikian saya tanya lebih lanjut. “Nggak sih, kan kebetulan semua peralatannya dibawa ke Stand Tarbiyah ini, jadi ya sekalian latihan di sini sekaligus untuk memeriahkan forum ICIS 2015…”. Demikian jawabnya sambil tersenyum. Tertulis pula di dinding Booth Tarbyah itu: "Kriya Anak PGMI, Gamelan Melambai Ajak Aku. Ayo Bermain Notasi, Ekspesikan Musikmu. Mainkan Sesuka Hatimu." Hemm.... asyik nih. Lalu saya mencoba juga salah satu alat musik tiup mereka, seruling bambu.

[caption caption="Seruling Bambu dan perangkat seni musik tradisional lainnya/Dok. Priadi"]

[/caption]

Apa tema penampilan komunitas Anda? Saya Tanya lebih lanjut.

“mmm… setiap akhir semester, kami menampilkan kreasi seni. Setiap kelompok diminta memilih tema sendiri-sendiri. Komunitas dari kami (Kelas V/B) memilih tema ‘seni etnik’ atau “seni tradisional”. Teman-teman mengkreasi dan memadukan alat-alat musik sendiri. Kami menghadirkan lagu-lagu bernuansa etnik khas Arek Suroboyo, “Tanjung Perak”. Ada komunitas lain yang mengambil tema “Perahu Layar”. Demikian jawabnya lancar. Saya manggut-manggut. Asyik ya…?

Apa pesan yang terkandung dalam lagu “Tanjung Perak” menurut Anda?

“Lagu ini kan khas Arek Suroboyo, berisi ajakan bersama Pak RT, Pak RW dan Bapak-Bapak yang lain… monggo tindak ke sana bareng-bareng”… demikian menurutnya. Seolah ada pesan tersembunyi, bahwa suasana gembira, rukun dan hidup damai bersama warga dan pejabat itulah spirit pesannya.

Apa target akhir dari latihan ini?” Tanya saya.

Mahasiswi semester V itu menjawab: “Kami akan tampil pada acara “Harmoni Seni PGMI 2015”, usai semester pada Desember 2015 nanti. Ini bagian dari matakuliah, yang di akhir perkuliahan setiap komunitas seni wajib menampilkan kreasinya..”. Ohhh… siip!.

Anda tidak merasa keberatan mendapat tugas ini?

“Oh… tidak, hal ini bukan beban, justru mengasyikkan. Kami bangga, selain kami bisa belajar di kelas, kami dapat bermain musik seperti ini bersama kawan-kawan saya. Kami bersama anggota Komunitas “Sanggar Seni Bina Madrasah”, juga bisa membagi pengetahuan dan keterampilan seni ke sekolah lain…”, demikian akunya.

Belajar sambil bermain seni musik tradisional, tampaknya perlu mendapatkan perhatian para pendidik, sekolah dan pejabat terkait dunia pendidikan. Dengan kata lain, memasukkan unsur seni dalam mata pelajaran. Bukankah selain di dalamnya terdapat unsur pengetahuan, juga melekat padanya unsur seni dan nilai-nilai kearifan lokal. Memadukan pembelajarn dengan seni, membuat suasana pembelajaran berasa tidak kering. Sebaliknya, suasana pembelajaran berasa cair tanpa harus kehilangan pesan dan hakikat dari makna “belajar” itu sendiri. Joyful learning. Asyik…!

Unik dan kreatif, bukan? Saya lalu berjalan ke tempat lain di arena Festival 2015 itu. Di sudut booth lainnya, tampak pajangan kreasi mahasiswa dari Fakultas Saintek (Sains dan Teknologi) yang tak kalah menariknya. Ada kreasi robot, arsitektur bangunan, dan produk-produk lain khas bidang eksakta. UIN Malang Press menampilkan ribuan buku hasil terbitannya. Fakultas Psikologi menampilkan tema “entrepreneurial psychology”. Ada stand Batik Fakultas Syariah, Stand Batik Tulis Lasem, Stand Produk Agrobisnis, dan masih banyak lagi. Juga ada aneka lomba instagram, lomba foto, dan lain-lain.

[caption caption="Robot Pemindah Barang, buatan Mahasiswa Jurusan Saintek UIN Maliki Malang saat dipamerkan di Malang Maliki Islamic Festival 2015/Dok. Pribadi"]

[/caption]

[caption caption="Stand Fakultas Saintek UIN Maliki Malang/Dok. Pribadi"]

[/caption]

[caption caption="Salah satu produk Fakultas Saintek/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Penasaran? Mumpung masih belum tutup, silahkan berkunjung ke Maliki Malang Islamic Festival 2015, yang berlangsung di arena parkir bawah gedung perpustakaan UIN Maliki Malang, beralamatkan di Jalan Gajayana 50 Dinoyo Malang Jawa Timur. Jaraknya tidak jauh dari Malang Town Square (MATOS), bersebelahan dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang.

[caption caption="Produk Batik si stand Fakultas Syariah/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Refleksi: Belajar dan Berdamai Melalui Komunitas Seni Kreatif

Hemat saya, suara damai tidak cukup hanya disuarakan lewat diksusi, call for paper atau konferensi internasional, tetapi juga lewat aksi dan budaya damai. Terkadang melalui kreasi seni seperti yang ditampilkan oleh remaja-remaja PGMI semacam itu, pesan dan budaya damai dapat disuarakan tanpa harus melukai pihak lainnya. Act locally, think globally.

Menikmati penampilan mereka saat bermain seni musik di booth itu, seolah saya membaca pesan tak kentara yang hendak mereka suarakan: “Mari kita setuju dalam perbedaan, agree in disagreement. Kami mewujudkan perbedaan itu menjadi sesuatu yang indah melalui kreasi seni musik. Kekhasan suara masing-masing alat musik seperti angklung, kendang, ketipung, gitar dan lainnya justeru akan menghasilkan musik harmoni ketika dipadukan. Nilai-nilai kearifan lokal bisa dihadirkan, melengkapi apa yang mereka suarakan di forum ICIS 2015.

Seperti lirik lagu Tanjung Perak, siapa yang suka boleh ikut. Mari berdamai untuk dunia, tanpa melalui perkataan kasar pun kita bisa berperan serta…”. Masalah kekerasan atas nama agama di Paris, Timur Tengah, dan dunia lain memang sepatutnya harus dihentikan. Akan lebih bijak kiranya, jika tindakan menghentikan kekerasan itu tidak menimbulkan efek luka yang lebih mendalam di kemudian hari. Damai itu milik semua. Bagaimana opini Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun