Refleksi: Belajar dan Berdamai Melalui Komunitas Seni Kreatif
Hemat saya, suara damai tidak cukup hanya disuarakan lewat diksusi, call for paper atau konferensi internasional, tetapi juga lewat aksi dan budaya damai. Terkadang melalui kreasi seni seperti yang ditampilkan oleh remaja-remaja PGMI semacam itu, pesan dan budaya damai dapat disuarakan tanpa harus melukai pihak lainnya. Act locally, think globally.
Menikmati penampilan mereka saat bermain seni musik di booth itu, seolah saya membaca pesan tak kentara yang hendak mereka suarakan: “Mari kita setuju dalam perbedaan, agree in disagreement. Kami mewujudkan perbedaan itu menjadi sesuatu yang indah melalui kreasi seni musik. Kekhasan suara masing-masing alat musik seperti angklung, kendang, ketipung, gitar dan lainnya justeru akan menghasilkan musik harmoni ketika dipadukan. Nilai-nilai kearifan lokal bisa dihadirkan, melengkapi apa yang mereka suarakan di forum ICIS 2015.
Seperti lirik lagu Tanjung Perak, siapa yang suka boleh ikut. Mari berdamai untuk dunia, tanpa melalui perkataan kasar pun kita bisa berperan serta…”. Masalah kekerasan atas nama agama di Paris, Timur Tengah, dan dunia lain memang sepatutnya harus dihentikan. Akan lebih bijak kiranya, jika tindakan menghentikan kekerasan itu tidak menimbulkan efek luka yang lebih mendalam di kemudian hari. Damai itu milik semua. Bagaimana opini Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H