[caption caption="Expo UMKM Binaan Baznas Kota Malang di Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 16-17 November 2015/Dok. Pribadi"][/caption]
Siapa Gulangsari itu? Dia adalah seorang Kompasianer asal kota Malang yang kini menekuni bisnis Ledoe Art miliknya. “Saya juga kompasianer loh, sayang sekitar setahun terakhir ini belum sempat nulis lagi, demikian sapanya ketika saya menyebutkan diri penulis kompasiana dan minta izin mewancarainya. Selama dua hari, wirausahawati itu menampilkan produknya di “Stand Expo UMKM 2015” Binaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Malang. Pameran UMKM itu berlangsung sejak Senin hingga Selasa tadi (16-17 November 2015). Lokasinya di depan Sport Center UIN Maulana Maliki Malang.
[caption caption="Salah satu produk kerajinan dari bahan bambu/Dok. Pribadi"]
[caption caption="Salah satu produk kerajinan rotan di ajang Expo UMKM Baznas 2015/Dok. Pribadi"]
Expo UMKM 2015 itu, menurut ketua Baznas kota Malang, Dr. H. M. Fauzan Zenrif selaku penyelengaranya, bertujuan untuk mengenalkan produk-produk UMKM kepada masyarakat, khususnya kepada mahasiswa, sekaligus untuk mendorong proses alih pengetahuan dan keterampilan entrepreneurship.
[caption caption="M. Fauzan Zenrif (duduk), bersama timnya dari Baznas Kota Malang pada acara Expo UMKM Binaan Baznas dan LAZ Kota Malang/Dok. Pribadi"]
Masih menurut M. Fauzan Zenrif, Expo itu dihadiri oleh 65 peserta UMKM. Dari jumlah itu, 58 berasal dari UMKM binaan Baznas, 2 peserta dari YDSF, dan 2 pserta UMKM dari binaan Yayasan Sabilillah serta 3 lainnya dari masyarakat kota Malang. Dana infaq yang masuk ke Baznas kota Malang selama dua tahun terakhir (2014-2015) berjumlah Rp 6 milyar. Dari dana yang tergali sejumlah itu, sebesar 75% digunakan untuk membantu pemodalan UMKM, demikian tambah M. Fauzan Zenrif.
[caption caption="Salah satu stand olahan limbah menjadi tas plastik yang dikunjungi oleh Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, Rektor UIN Malang/Dok. Pribadi"]
Beberapa di antara produk yang ditampilkan di expo itu seperti aneka produk hidroponik, makanan, kerajinan bambu, rotan, daur ulang sampah plastik, dan lain sebagainya. Ada salah satu booth yang menarik perhatian saya di acara expo diantara 65 peserta di atas, yaitu Ledoe Art. Yuk mari kita ikuti, bagaimana aktivitas usaha kecil bernama Ledoe Art itu dikelola oleh pemiliknya, Mbak Suci Gulangsari, yang juga seorang kompasianer dengan akun chic_goel.
[caption caption="Mbak Suci Gulangsari, terlihat serius namun tetap ramah dan tampil manis, saat melayani pertanyaan para pengunjung Expo tentang Produk-produk Ledoe Art miliknya/Dok Pribadi"]
Ledoe Art, Inovasi Daur Ulang Sampah Kertas
Apa sih Ledoe Art itu? Ledoe Art, jika dibaca terbalik menggunakan gaya bahasa “walikan khas Malangan” terbaca Oedel Art. Unik, oedel (baca “udel”) itu berarti “pusar”, demikian penuturan Mbak Suci saat saya wawancarai ketika menjaga booth-nya di expo (17/11/2015). Unik ya... Mengapa kok diberi nama Ledoe Art? Tanya saya.
“Saya iseng wae, Mas”, demikian jawabnya sambil tersenyum. Dia melanjutkan: “Ngak duwe udel” berarti nggak punya sopan”, demikian menurut Mbak Suci, panggilan sehari-hari Suci Gulangsari ketika saya wawancarai Selasa siang tadi. Jadi, “duwe udel” berarti sopan kan? hehe…
[caption caption="Para pengunjung tampak tersenyum, saat Mbak Suci menjelaskan produk-produk Ledoe Art/Dok. Pribadi"]
Unik dan inovatif. Setidaknya ada dua alasan: pertama, bahan bakunya berasal dari bahan daur ulang koran bekas, kardus atau kertas karton bekas. Kedua, strategi pemasarannya menggunakan pola reseller dropship; Pola ini memberikan peluang kepada pembeli pertama untuk menjual kembali produknya ke pihak lain dengan harga khusus. Melalui pola reseller dropship, produsen pertama (Ledoe Art milik Mbak Suci) mengirim barang langsung ke pelanggan akhir atas nama pelanggan pertama, sehingga seolah pelanggan inilah yang bertindak sebagai produsen atau toko penjual produk.
[caption caption="Motif "Burung Merak", salah satu produk Ledoe Art milik Mbak Suci Gulangsari/Dok. Pribadi"]
Selain menggunakan pola reseller dropship, Mbak Suci juga mulai mencoba memasarkannya melalui sistem online, titip ke galeri-galeri dan ikut pameran semacam ini. Menurut penuturan Mbak Suci: “…ada yang pernah nawari dari Nigeria, Israel, dan Arab Saudi serta perusahaan Seiko. Namun tawaran mereka belum saya balas. Karena tujuan saya hanya tes pasar saja. Ternyata responnya positip Mas…”. Saya bertanya lebih lanjut: “kalau responnya positip, mengapa tidak segera dipenuhi? Tanya saya menyelidik.
[caption caption="Produk Acrylic dan rajut Benang di salah satu Stand Expo UMKM/Dok. Pribadi"]
Usut punya usut, menurut versi Mbak Suci, umumnya mereka minta dikirimi barang dalam parta besar (kontainer), dan pembayarannya mengunakan sistem konsinyasi (dibayar beberapa bulan kemudian, setelah barangnya laku). “Itulah masalahnya Mas, kami tidak bisa memutar bisnis kalau menggunakan sistem konsinyasi”.
Dia melanjutkan, …”saya juga belum bisa melayani sistem reseller online untuk pasar internasional, meskipun sudah ada jaminan sistem pembayaran yang lebih pasti seperti pola escrow. Risikonya, jika barang sudah terlanjur dikirim ke luar negeri dalam jumlah besar, namun ternyata sampai di tempat barangnya tidak cocok dengan beragam alasan, maka masalahnya begitu rumit…. Kalau soal kirim sampel produk, saya siap dan tidak masalah sih…”, demikian Mbak Suci menegaskan.
Apa sih Escrow itu? Menurut sumber Wikipedia, Escrow adalah suatu perjanjian legal di mana sebuah barang (umumnya berupa uang, namun bisa juga benda apapun lainnya) disimpan seorang pihak ketiga (yang dinamakan agen escrow) sementara menunggu isi kontrak dipenuhi. Masih menurut sumber ini, Escrow adalah: pertama, pihak ketiga yang netral yang ditunjuk dan bertindak sebagai pemelihara/wali untuk dokumen dan dana-dana sepanjang proses penyerahan hak milik dari penjual ke pembeli atau selama penggantian struktur kepemilikan;
[caption caption="Souvenir dari bahan limbah kertas koran, tempat menyimpan permen produk Ledoe Art/Dok. Pribadi"]
Kedua, rekening yang dipegang oleh seorang pemberi pinjaman yang berisi dana yang dikumpulkan bersama dengan pembayaran angsuran hipotik bulanan. Dana di dalam escrow account tersebut digunakan oleh pemberi pinjaman untuk membayar biaya tahunan seperti pajak dan asuransi atas nama peminjam.
Hemm… masalah di atas barangkali bukan dialami Mbak Suci saja, ada banyak start-up seperti Mbak suci lainnya yang membutuhkan bantuan penguatan masalah pemasaran, terutama untuk menembus pasar internasional. Hemat saya, pemerintah dan para pihak terkait perlu turun tangan nih dalam membantu memasarkan produk-produk UMKM, sehingga mereka memiliki daya saing. Mengingat modal mereka masih kecil, maka dapat dipahami jika mereka tidak berani langsung bermain ke pasar internasional, meski peluang sudah ada. Mereka selain pandai membaca peluang, seorang wirausahawan juga perlu pandai menimbang risiko.
Apa sih produk-produknya, sehingga Ledoe Art memiliki pangsa pasar tersendiri? Berdasaran pengamatan saya selama di arena expo, produk-produk Ledoe Art itu berupa souvenir dan gift khas Malangan, seperti tempat permen yang unik, tempat uang, miniatur kereta, tempat kue kering (toples), jam dinding, tempat pewangi ruangan bermotif burung merak, gantungan kunci, dan lain sebagainya. Semua bahan itu terbuat dari bahan kertas sampah, terutama koran bekas. Menurut pengakuan Mbak Suci, “kertas koran bekas itu mudah saya dapatkan, kebetulan tempat pengepul koran bekas ada di depan rumah saya...”
[caption caption="Beberapa sampel produk Ledoe Art/Dok. Pribadi"]
“Omong-omong, berapa sih kapasitas produksi sehari? Demikian tanya saya. Sang pemilik Ledoe Art itu menjawab: “sehari bisa mencapai 100-200 pcs, itu untuk yang kecil-kecil loh… kalau produk yang lebih besar dan rumit seperti burung merak itu membutuhkan waktu lebih lama lagi…”. Ingin tahu aneka produk dan harganya, lihat saja di sini.
Tenaga kerjanya berapa Mbak Suci? Tanya saya. “Saya tidak memiliki tenaga kerja tetap, karena saya menggunakan sistem suplai “lintingan” dan “tampar”, demikian jawabnya. Sekedar diketahui, koran bekas bisa dilipat-lipat sedemikian rupa (dilinting) atau dibuat seperti tali yang Mbak Suci sebut sebagai “tampar” (tali). Nah bahan-bahan itu yang mereka setorkan kepada Mbak Suci, selanjutnya Mbak Suci lah yang membuat produk jadi sesuai permintaan pelanggan.
Mbak Suci, apa boleh orang lain belajar membuat kerajinan seperti ini kepada Anda? “Tentu boleh, saya menyediakan paket pelatihan sampai peminat bisa membuat sendiri, demikian jawabnya”. So… tunggu apalagi, bila Anda berminat sebagai reseller atau ingin belajar langsung padanya, silahkan Anda menghubungi Mbak Suci Gulangsari. Dia beralamatkan di Jl. Bandara Eltari III VM 28 Villa Gunung Buring Cemorokandang Kota Malang, Kode Pos 65138.
[caption caption="Mbak Suci Gulangsari, Owner Ledoe Art, Malangan Souvenir & Gift/Dok. Pribadi"]
Wah… ternyata Mbak Suci yang juga seorang kompasianer ini adalah entrepreneur kreatif dan inovatif, sampah kertas pun bisa diolah menjadi aneka produk souvenir dan gift bernilai ekonomi tinggi. Bahkan, seni produk kerajinan tangan olah limbah kertas yang Mbak suci sebut sebagai "Ledoe, Paper Recyclinc At" itu sudah mulai dilirik pasar internasional.
Semoga ekonomi kreatif yang didengung-dengungkan selama ini, benar-benar dapat diwujudkan di berbagai daerah. Selamat berkarya inovatif. Bagaimana sebaiknya membangun ekonomi kreatif di daerah Anda?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI