Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bisnis Cacing Ala Adam Community

21 Agustus 2015   15:03 Diperbarui: 4 April 2017   17:15 13825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Suasana Gudang Produksi Cacing Milik Mas Adam/Foto Dokumen Pribadi"][/caption]

“Kesan pertama mungkin “menjijikkan”, selanjutnya Anda bisa berpikir ulang!” Begitu kira-kira ungkapan yang tepat untuk menggambarkan bisnis cacing. Apakah Anda merasa jijik ketika memegang cacing tanah? Bagaimana kalau pegang uang Rp 300 juta per bulan senilai omzet bisnis cacing yang dikelola oleh Mas Adam, jijik atau ketagihan? Mmm… silahkan ditimbang-timbang, gak pakai lama (GPL) loh!

Kesuksesan bisnis Mas Adam, barangkali dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi daerah-daerah lain agar dapat memanfaatkan Anggaran Dana Desa (ADD) untuk program-program pembangunan berbasis komunitas semacam itu, dengan produk yang unik sesuai kekhasan potensi setiap daerah.

Artikel ini membahas bagaimana Mas Adam (panggilan sehari-hari Abdul Azis Adam Maulida) mengelola bisnis cacingnya. Mas Adam berhasil menggerakkan para ibu-ibu rumah tangga, pensiunan dan siapa saja yang berminat bergabung dengan “Adam Community” dengan cara yang ia sebut “sistem plasma”. Dengan model jejaring bisnis sistem plasma, pasokan cacing sesuai permintaan pasar sebesar 1 ton cacing setiap bulan berhasil ia penuhi. Kreatif dan inovatif bukan? Penasaran, yuk ikuti pengalaman entrepreneur sukses yang tinggal di kota Malang Jawa Timur ini.

Sekitar dua minggu lalu (4/8/2015), saya berkesempatan melihat tiga gudang miliknya, yaitu gudang untuk produksi, gudang untuk edukasi (pelatihan), dan gudang untuk penyimpanan kascing (bekas cacing). Untuk yang disebut terakhir, kascing adalah produk sampingan cacing berupa pupuk bekas cacing. Cacing hanyalah media, darinya dapat dibuat untuk umpan ikan, makanan ikan di kolam, aneka pupuk organik, kapsul obat, dan masih banyak produk turunan lainnya. Tulisan ini sekaligus untuk mengkonfirmasi di lapangan, apakah bisnis cacing sebagaimana pernah diwartakan oleh Kompas.com setahun lalu masih masih menjanjikan dan berkelanjutan.

Pada Selasa itu, saya sempat menyaksikan seorang perempuan sedang menimbang cacing, bersama para pekerja lainnya di gudang produksi cacing milik Mas Adam, lokasinya di daerah Sukun Kota Malang. Binatang kecil yang nama latinnya Lumbricus Rubellus itu diperlakukan lembut penuh perhatian. Menurut entrepreneur yang dikenal sebagai “Bapak Cacing” itu, “jika kita perhatian sama cacing, maka cacing dapat memberikan manfaat lebih pada kita”. Di gudang produksinya, tertulis jelas slogan 5R yang berarti “ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin”.

[caption caption="Mas Adam (baju batik) sedang berada di salah satu Gudang Produksi Cacing, terlihat slogan 5 R dipajang di gudang itu/Foto Dok. Pribadi"]

[/caption]

Ringkas, karena cacing dapat dipelihara hanya dengan media kotak kayu berukuran lebar 40 cm x panjang 50 cm. Tampak di gudang produksinya, kotak kayu itu ditumpuk rapi hingga mencapai 9-12 tingkat. Bisnis cacing tidak membutuhkan lahan yang sangat luas, cukup ringkas bukan?. Cara memeliharanya pun tidak ribet, asal lingkungan hidup cacing dijaga kebersihannya (resik), rajin dan telaten merawatnya. Makanan cacing bisa diambilkan dari sisa-sia limbah rumah tangga (seperti sisa makanan, sayuran, dan semacamnya) dan limbah pasar terdekat. Dengan memanfaatkan limbah tersebut, bisnis cacing yang dikembangkan oleh “Adam Community” ini memiliki manfaat ganda, selain bernilai ekonomis, juga ramah terhadap lingkungan.

[caption caption="Media Kotak Kayu Tempat Pemeliharaan Ternak Cacing Disusun Rapi Bertingkat-tingkat/Foto Dok. Pribadi"]

[/caption]

Untuk menambah kualitas makanan cacing, dapat ditambahkan makanan limbah industri lainnya, seperti ampas tahu. Ketika saya tanya apa warna putih-putih di atas tumpukan kotak kayu itu? Mas Adam menjawab, “itulah taburan ampas tahu, makanan tambahan bagi cacing”. Saat saya berkunjung di gudang produksinya itu, sekitar 9 orang sedang terlibat dengan bisnis cacing, ada yang sedang merawat cacing, menimbang cacing, dan ada pula yang sedang menerima transaksi hasil setoran cacing dari petani plasma yang menjadi mitranya.

Gudang kedua, dimanfaatkan oleh Mas Adam untuk tempat edukasi, yaitu melatih para petani cacing maupun calon mitra baru yang mau bergabung dengan “Adam Community”. Di gudang inilah mereka dilatih bagaimana cara beternak cacing yang baik. Mas Adam membentuk plasma-plasma, terdiri atas beberapa anggota kelompok yang berminat bergabung dengannya, terutama untuk berternak cacing dan pertanian tanaman jahe.

[caption caption="Tempat Workshop Budidaya Cacing Milik Mas Adam/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Kok produk jahe? Ya, karena jahe akan cepat berkembang jika diberi pupuk berbahan baku cacing. Baik jahe gajah maupun jahe merah ada pasarnya, memeliharanya pun mudah. Jadi antara cacing dan jahe dapat dikembangkan secara terpadu, bahkan bisa dilengkapi dengan kolam ikan, seperti ikan lele atau ikan sidat. Harga ikan sidat saat ini cukup mahal, bisa mencapai Rp 120.000/kg. Menurut Mas Adam, produk cacing berguna untuk makanan sekaligus perangsang percepatan pertumbuhan beragam jenis hewan peliharaan, tanaman produk pertanian dan perikanan. Budidaya cacing ini membentuk siklus usaha yang unik, saling menunjang.

Di dekat pintu masuk gudang kedua ini terpajang papan nama Kelompok Tani “Sri Mulyo” yang beranggotakan 60 orang. Mereka berasal dari komunitas terdekat di daerah Sukun kota Malang. Sayangnya, saat saya berada di sana, tempat tersebut tidak sedang digunakan untuk pelatihan beternak cacing seperti biasanya. Ketika saya tanya, berapa anggota yang telah dilatih dan menjadi plasma-plasma tersebut? Mas Adam menjawab: “ada sekitar 8.000 orang, tersebar di Jawa Timur, kebanyakan terkonsentrasi di sekitar Malang, namun yang aktif sekitar 1.000 orang”.

Sementara di gudang ketiga, terlihat tumpukan sak berisi kascing. Bekas kotoran cacing itu dapat dimanfaatkan untuk pupuk pertanian, pupuk tanaman jahe dan tanaman lainnya. Jadi sejak pembibitan, pembesaran, hingga kotorannya pasca dipanen pun tidak ada yang tersisa, semuanya bermanfaat. Mas Adam tidak hanya melakukan budidaya cacing, ia yang sebelumnya pernah bekerja di pabrik kertas di daerah Mojokerto itu pun mengembangkan kolam pembesar ikan dan tanaman jahe, dengan memanfaatkan cacing sebagai makanan dan pupuknya. Sayang saya tidak sempat melihatnya kolam itu, karena waktunya sangat tebatas dan lokasinya terpisah.

[caption caption="Gudang Penyimpanan Pupuk Bekas Cacing (Kascing)/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Keuntungan Berbisnis Cacing dan Prediksi Ke Depan

Menurut pengakuan Mas Adam, waktu saya berkunjung ke sana, pada hari itu tersedia 1 ton hasil produksi cacing yang siap dipasarkan. Salah satu pelanggannya adalah Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur, order setiap bulannya mencapai satu ton cacing dari hasil produksinya. 

Secara ekonomi, jika 1 kg bibit cacing dipelihara selama 3 bulan, akan berkembang menjadi 3-5 kg hasil produksi cacing siap jual. Harga jual di tingkat peternak cacing berkisar antara Rp 27.500 - 35.000/kg. Dengan demikian, jika sebulan bisa menghasilkan 1 ton cacing dengan harga rata-rata Rp 30.000 per kg, maka hasilnya bisa dihitung sendiri. Lumayan bukan? Belum lagi hasil produk lainnya, seperti hasil produksi kolam ikan, hasil tanaman jahe, pupuk organik, dan jamu ternak berbahan baku cacing.

Melalui sistem plasma, stabilitas hasil produksi cacing Adam Community bisa terjaga. Dari mana bibitnya diperoleh? Si Adam yang alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu bisa memproduksi bibit cacing sendiri. Bibit cacing ini dijual dengan harga Rp 50.000 per kilo gram. Bagi calon peternak baru, untuk pertama kalinya bisa membeli bibit ke Mas Adam, selanjutnya tidak perlu membeli bibit lagi, karena bisa dikembangkan sendiri.

Sebagai gambaran, seekor cacing saat dipencet, akan terlihat telurnya hingga mencapai 3-5 buah telur cacing. Jika dirata-ratakan, maka 1 kg bibit cacing mampu menghasilkan 4 kg cacing, setidak-tidaknya 3 kg cacing lah, demikian menurut pengakuan salah satu karyawan Mas Adam, saat saya konfirmasi di kantor Mas Adam, CV Rumah Alam Jaya Organik (CV RAJ Organik) yang letaknya hanya beberapa meter dari rumahnya. 

[caption caption="Kantor Kerja Mas Adam, CV RAJ yang Letaknya Hanya Beberapa Meter dari Rumahnya/Foto Dok. Pribadi"]

[/caption]

Sebenarnya, cacing hanyalah mediator saja, bisnis intinya (core business) bukan pada cacing itu sendiri, demikian Mas Adam berpandangan. Cacing dapat digunakan untuk pakan ikan, pupuk tanaman jahe, dan produk-produk turunan cacing lainya seperti kapsul cacing, pupuk organik untuk pertanian, jamu untuk binatang ternak (sapi, kambing, ayam) dan lain sebagainya, demikian ia melanjutkan penjelasannya. Menurut hasil risetnya yang diteskan ke laboratorium, cacing mengandung protein hewani yang tinggi dan sejumlah hormon yang bermanfaat untuk percepatan tumbuhan tanaman dan hewan ternak, bahkan bemanfaat untuk obat penyakit tertentu bagi manusia. Kapsul cacing misalnya, dalam keadaan darurat dapat dimanfaatkan untuk menurunkan panas, mengobati sakit cikunguya, typus, dan semacamnya.

Saat ini, selain cacing segar, produk-produk berbahan baku cacing yang sudah dipasarkan secara luas adalah pupuk organik untuk bidang pertanian, perikanan, dan peternakan. Sementara produk berbahan baku cacing untuk obat bagi manusia, Mas Adam belum berani memasarkannya secara luas, sementara ini masih dilakukan tes pasar secara terbatas di lingkungan internal komunitas plasmanya. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan, di antaranya adalah manfaat, keamanan, dan kehalalan produk. Ke depan, Mas Adam ingin terus mengembangkan hasil produksi cacingnya menjadi produk-produk baru dengan nilai tambah yang semakin tinggi. 

Upaya Tindak Lanjut

Untuk saat ini, mantan karyawan pabrik kertas di Mojokerto itu sedang berjuang keras untuk menghasilkan produk olahan cacing berstandar dengan kandungan protein sebesar 70%, karena sudah ada pasar yang menunggu produknya. Bahan baku cacing itu dilembutkan menjadi "juice cacing" (bubur cacing). Bahan setengah jadi ini selanjutnya diolah oleh industri pabrikan yang menjadi mitranya menjadi aneka produk, terutama untuk pertanian, perikanan dan peternakan. Karena itu tak heran, Mas Adam kini mulai didatangi banyak pihak. Saat saya berkunjung waktu itu, sesaat kemudian datang tamu dari Indonesian Care, Jakarta. Bahkan menurut Mas Adam, pada bulan Agustus 2015 ini akan datang tamu dari Swiss. Tamu ini tertarik untuk kepentingan riset, kedatangannya untuk melihat langsung bagaimana program pengolahan limbahnya yang ramah lingkungan sekaligus memiliki nilai bisnis yang tinggi.

Apa harapan Mas Adam? Dia menuturkan pada saya, berharap Malang menjadi sentra produk cacing. Selain bermanfaat secara ekonomi, budidaya cacing dapat menjadi alternatif pengolahan limbah yang ramah lingkungan. Kreatif, inovatif, dan bermanfaat bukan? Melihat kesuksesan tersebut, pemerintah selayaknya memberikan apresiasi, seperti yang dilakukan oleh Dinas Perikanan dengan cara membeli produk unggulan dalam negeri semacam itu.

Baru-baru ini Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) kota Malang juga menyalurkan bantuan modal untuk pengembangan usahanya. Sementara itu, komunitas miskin produktif yang menjadi binaan Baznas di kota itu dapat dengan mudah mengakses kegiatan bisnisnya. Hal itu saya ketahui saat saya mendampingi dirinya dan Mas Adam saat melakukan sosialisasi dengan sebuah komunitas di salah satu Pondok Pesantren di Putukrejo Kecamatan Gondanglegi Malang (5/8/2015).

Hemat saya, Kementerian Perindustrian dan pihak-pihak lain seperti perguruan tinggi, mestinya ikut terlibat dalam usaha mendorong lahirnya produk-produk inovatif yang bermanfaat sekaligus bernilai bisnis seperti yang dilakukan oleh Adam Community. Gerakan ekonomi rakyat tidak cukup hanya disosialisasikan, tetapi terus dilakukan. Di tengah kondisi perekonomian 2015 yang belum bangkit seperti yang diharapkan, bisnis berbasis komunitas semacam itu menjadi salah satu alternatif yang menarik untuk dikembangkan.

Kiranya Kementerian Perdesaan (Kemendes) diharapkan dapat mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi berbasis komunitas sejenis itu; bukankah pada APBN 2015 lalu Pemerintah telah mengalokasikan Anggaran Dana Desa (ADD) senilai Rp 20,7 triliun untuk 74 ribu desa yang tersebar di Indonesia? (sumber).

Anda tertarik dan mau mencoba? Silahkan datang sendiri ke kantornya yang berlokasi di daerah Sukun Kota Malang, GPL loh!. Bagaimana pandangan Anda agar ekonomi berbasis komunitas itu dapat berkembang secara berkelanjutan?.

-------------------------------------

)*Catatan: Alamat Kantor CV RAJ Organik milik Mas Adam: Jl. S. Supriyadi Gang 9A/42 RT 07 RW 04 Kec. Sukun Kota Malang. Telp (0341) 5366267/085755699111. Website: www.cacingmalang.com. facebook: Cacing Malang. Semoga bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun