Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lomba Panjat Pinang Tidak Mendidik, Apa Efeknya Bagi Pendidikan?

15 Agustus 2015   15:17 Diperbarui: 13 April 2016   16:30 2359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan juga bukan berarti sekedar memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge), dari guru ke murid. Kalau demikian halnya, murid seakan seperti benda mati layaknya hard disk, tempat menyimpan beragam data, yang siap dipanggil apabila diperlukan. Misalnya, murid diminta menghafal sebanyak mungkin pengetahuan untuk menghadapi ujian, dan diminta untuk menuangkan kembali pengetahuan yang telah dihafalkan itu saat ujian berlangsung. Para siswa dilarang membuka buku saat ujian. Jika jawabannya cocok, maka dia diangap lulus dan berprestasi. Sebaliknya, jika jawabannya tidak cocok, siswa dianggap salah dan gagal dalam ujian, alias tidak lulus. Apakah hakikat pendidikan semacam itu?

Pendidikan bukanlah seperti “bank”, yang fungsinya untuk menghimpun, menyimpan dan menyalurkan dana ke pihak lain yang membutuhkan. Siswa atau peserta didik bukanlah tempat menabung atau menyimpan pengetahuan sebanyak mungkin. Pendidikan model demikian, mendorong siswa untuk terus-menerus menabung informasi dengan cara menghafal, agar kelak siswa memiliki simpanan informasi sebanyak mungkin. Sayangnya, siswa diposisikan sebagai pihak yang pasif, hanya menerima informasi. Tabungan informasi berupa pengetahuan itu pada gilirannya akan diambil kembali saat dibutuhkan, yaitu saat ujian. Seolah siswa diperlakukan seperti bank, layaknya benda mati. Jika siswa diperlakukan seperti benda mati, maka kreativitas siswa dalam belajar menjadi tumpul, alias tidak berkembang. Maka tak heran, jika tidak jarang anak-anak kita kesulitan memecahkan persoalan hidup sehari-hari, karena kurangnya pembelajaran kreatif saat duduk di bangku sekolah.

Lomba panjat pinang memang cukup seru, juga ada unsur kebersamaanya. Sunguh pun begitu, unsur mendidiknya sulit ditemukan. Jika ini terus dipertahankan, apa efeknya bagi pendidikan generasi muda? Gembira sesaat waktu lomba panjat pinang, balap karung, dan makan  kerupuk hanyalah pemecahan masalah semu dan sifatnya sesaat. Kini harus ada kreativitas, bagaimana menanamkan nilai-nilai kepahlawanan dan cinta tanah air dalam kegiatan perayaan 17 Agustus kali ini dan di masa depan. Jangan hanya karena alasan itu disukai oleh masyarakat, dan telah menjadi membudaya, lalu kegiatan semacam itu tetap dipertahankan sepanjang tahun, bahkan dilaksanakan di sekolah-sekolah dan diikuti oleh para siswa-siswinya.

Kreativitas dalam Pembelajaran

Belajar, dengan demikian harus ada unsur mendidik yang memungkinkan kreativitas anak dapat berkembang. Suasana itu akan muncul manakala lingkungan sekolah menggembirakan. Umumnya, dalam suasana gembira muncul kreativitas. Untuk itu, guru dituntut kreatif, tidak hanya kreatif saat menyampaikan bahan ajar, tetapi juga kreatif ketika melakukan penilaian pembelajaran. Misalnya, pendidik mesti merancang soal yang mampu menumbuhkan kreativitas, seperti contoh soal-soal berikut ini.

                          Bandingkan

Soal Pola 1                                         Soal Pola 2

1. Apa Manfaat hutan? <> Mengapa kita perlu melakukan reboisasi?

2. Apa yang dimaksud dengan dikotil? <> Jelaskan Perbedaan tanaman dikotil dengan monokoti!

3. Apa yang diperlukan tanaman untuk proses asimilasi? <> Mengapa tanaman mati bila disimpan lama di ruang tertutup?

4. 3 + 4 =... <> Tentukan dua bilangan bulat yang mempunyai jumlah 7 !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun