Mengapa komitmen mutu untuk melahirkan lulusan bertaraf internasional justeru ditunjukkan oleh sekolah-sekolah berbasis pesantren? Ada beberapa pelajaran yang dapat kita peroleh, antara lain:
Pertama: Visi, Komitmen Mutu dan Pendidikan Karakter!
Visi pesantren tercermin dari orientasi pendidikannya yang berkomitmen untuk mewujudkan manusia unggul dan utuh. Unggul dan utuh dalam arti melaksanakan sekolah berbasis pesantren, bertujuan untuk melahirkan manusia yang menguasai ilmu agama sebagai bekal bagi lahirnya seorang ulama besar, selain itu juga menguasai ilmu-ilmu umum sebagai bekal menjadi pemimpin, konglomerat, dan profesional di bidangnya. Karena itu sistem pendidikan dilaksanakan secara ketat dan bertanggung jawab, unggul, utuh, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat yang berminat. Komitmen ini senantiasa disosialisasikan ke calon orang tua/wali, termasuk ditegaskan dalam sejumlah brosur-brosur PP "Amanatul Ummah". Jika diringkas, kira-kira cukup diwakili dengan kata kunci "bertekad menjadi yang terbaik".
Beberapa komitmen mutu itu tercermin saat saya melihat para santri sudah bangun sejak jam tiga pagi, shalat tahajjut di masjid, shalat shubuh berjamaah bersama sang Kyai. Menurut penuturan seorang wali santri yang sudah lama, dan dikuatkan oleh sang security, begitulah setiap harinya mereka di sini. Mereka sudah bangun jam tiga pagi dan sang Kyai selalu berada di tengah-tengah para santri hingga selesai mengaji kitab, kira-kira jam 05.15. Selanjutnya mereka harus bersiap-siap untuk makan pagi, mandi dan berangkat sekolah untuk mempelajari kurikulum nasional hingga pukul 16.00. Habis shalat maghrib, ada pembelajaran kuriklum al-Azhar, dilanjutkanbelajar malam terbimbing hingga jam 22.30, setelah itu baru mereka istirahat. Inilah implementasi perpaduan antara tradisi kurikulum nasional dengan pendidikan berbasis pesantren. Kiranya, hakekat pendidikan karakter model pesantren seperti ini sulit ditemukan di tempat lain, di luar pesantren.
Kedua: Sistem Dauroh (Repetisi)
Para siswa yang belajar di lembaga pendidikan pesantren, selalu diminta untuk mengulang berkali-kali sepulang sekolah di bawah bimbingan guru pendamping senior. Jika ada murid yang tidak menguasai kompetensi yang ditargetkan, guru pendamping inilah yang mendapatkan teguran keras, bukan muridnya. Maka para guru pendamping berlomba memotivasi para murid gemar belajar dan didampinginya hingga mereka berkompeten.
Pada awal tahun ketiga, kegiatan ini lebih ditekankan, saat mereka harus menyiapkan diri menghadapi Ujian Nasional (UN) dan seleksi masuk PT. Bagi mereka yang menginginkan masuk ke PT tertentu, semua berkas diurus oleh pesantren sejak pendaftaran hingga benar-benar mereka diterima. Santri tidak diperbolehkan kembali ke rumah orang tua masing-masing, meskipun sudah dinyatakan lulus sekolah, sebelum mereka dipastikan mendapat tempat untuk melanjutkan studi.
Ketiga: Strategi Differensiasi Produk
Pesantren menyadari, tidak semua siswa memiliki kompetensi dan minat yang sama. Agar mereka tertarik memilih sekolah sesuai dengan minat dan kemampuannya, maka diberikan pilihan produk yang beragam. Ini semacam strategi marketing. Mereka diberi kebebasan untuk memilih sekolah umum atau sekolah agama berbasis pesantren (SMP-SMA atau MTs-MA Unggulan). Ada program unggulan reguler dan ada pula Program Kelas Akselerasi (Aksel). Program Aksel sekarang namanya diganti dengan Kelas Cerdas Istimewa/CI, karena ada kebijakan pemerintah yang sempat menghentikan program ini. Ada juga SMP-SMA Full Day School khusus di Surabaya; ada sekolah umum berbasis pesantren yang berorientasi hanya untuk studi umum dan hafalan al-Quran. Untuk yang memiliki IQ di atas rata-rata, diberikan pilihan program Excellent, waktunya ditempuh dua tahun, tahun ketiga hanya fokus dauroh, penguasaan IT, bahasa Arab dan Inggris sertadiberi kesempatan belajar pada program Unggulan Bertaraf Internasional (MBI) yang berorientasi sekolah ke luar negeri;
Dengan banyaknya ragam produk unggulan yang mereka tawarkan, para siswa bisa memilih sesuai dengan kemampuan dan minatnya berdasarkan hasil seleksi. Tidak mengherankan, jika setiap sekolah berbasis pesantren umumnya punya boarding school (tempat pemondokan),  berlaku sistem 24 jam, dan semacamnya. Namun ada keunikan di pesantren ini, yang membedakan dirinya dengan pesantren lain, yaitu adanya fokus minat; misalnya fokus untuk sekolah plus hafalan Qur'an, atau fokus untuk sekolah dan masuk perguruan tinggi dalam dan luar negeri sesuai dengan pilihannya. Selain itu, sistem dauroh atau mengulang-ulang pelajaran sampai benar-benar menguasai pelajaran, adalah salah satu keunggulannya. Di samping itu, seluruh sekolah/madrasah (SMP-SMA dan MTs-MA) di lingkungan Pondok Pesantren "Amanatul Ummah" telah terakreditasi "A".
Barangkali, gambaran di atas menunjukkan pada kita, inilah model pendidikan sesungguhnya yang dibutuhkan masyarakat ke depan. "Amanatul Ummah" berhasil memadukan tradisi belajar sekolah umum dengan tradisi belajar ala pesantren. Metode belajar taqrar (repitisi) yang telah mentradisi di pesantren berhasil dipadukan dengan tradisi try-out yang dilaksanakan menjelang UN oleh sekolah-sekolah pada umumnya. Tapi yang beda, semua itu didasari dengan semangat "pendidkan karakter" ala pesantren: niat belajar sungguh-sungguh, gurunya ikhlas mendampingi dari awal hingga akhir, dan fokus belajar dengan kompetensi tertentu dan berlangsung dalam boarding school.