Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Malang Kota Cerdas: “Kota Pendidikan & Wisata, Apa yang Mesti Dibenahi?"

29 April 2015   05:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:34 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_420182" align="aligncenter" width="600" caption="Taman Singha, taman kota pertama di kota Malang yang dibangun dengan konsep 8 Elemen Kota Hijau, luas 29.012 m2 (Sumber: halomalang.com, 5/8/2014)."][/caption]

Wow! Kota Malang adalah salah satu kota impian. I love you, suer !

Saat saya pertama kali menginjakkan kaki di kota ini pada 1996, kota Malang terasa dingin alami. Tapi kenapa kota seindah ini dinamakan Malang, yang maknanya berkonotasi sial? Ternyata dalam sejarahnya ada kaitannya dengan semboyan “Malang Nominor Sursum Moveor” yang berarti "Malang Namaku, Maju Tujuanku". Kalimat ini tertulis dalam Lambang Kota Malang pada tahun 1914 oleh pemerintah kolonial. Versi lain dikaitkan dengan nama "Malangkucecwara", sebutan untuk  nama raja-raja yang pernah memerintah dan dimakamkan di Candi Malangkucecwara. Maka wajar, jika muncul kesalahmengertian dari halayak tentang arti “Malang” yang sebenarnya.

Sekilas Perkembangan Kota Malang

Kota Malang merupakan kota yang memikat. Tak terasa lebih dari 15 tahun saya sebagai penghuni kota berlogo "Tugu" ini, banyak hal telah berubah. Terminal Dinoyo lama, sekarang berubah jadi pusat perbelanjaan. Angkutan publik "bemo" sudah berganti "mikrolet", bahkan kini sudah ada bus sekolah gratis. Pendek kata, "kota menengah" dengan penduduk sebanyak 869.591 jiwa, memiliki keunggulan sebagai kota pendidikan, destinasi wisata dan industri jasa. Karenanya, sangat potensial dikembangkan sebagai "kota cerdas" (smart city) di masa depan. Kota yang cerdas secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Kota cerdas ini memiliki 98 perguruan tinggi pilihan. Selain itu, memiliki belasan hotel, puluhan villa, guest house, homestay atau apa pun namanya yang berarti tempat penginapan. Kota ini dengan ramah membukakan mall, bank, ATM, dan menyediakan beragam produk kuliner. Baru-baru ini juga dibangunkan lima pusat taman kota. Di pagi dan sore hari, anak-anak didampingi orang tuanya bebas bermain di area Singha, taman kota di area Dinoyo. Demikian halnya untuk empat taman kota lainnya.

Terdapat pula pilihan bergabung dengan klub-klub olah raga, hobbi, dan perkumpulan sosial. Ada klub supporter Aremania, klub pecinta burung, study club, organisasi filantropi, hingga kelompok-kelompok pengajian. Jika Anda memiliki mobilitas tinggi ke luar kota atau ke luar negeri, disediakan airport yang berdekatan dengan pusat kota. Meski kecil, bandara Abdurrahman Saleh memiliki beragam pilihan jadwal penerbangan, mengikuti hukum pasar.

Singkat cerita, Malang adalah kota “Tribina Cita”: Kota Pendidikan, Destinasi Wisata dan Industri Jasa. Karena itu saya lebih suka kota impianku disebut sebagai Malang kota ramah (the hospitality of Malang): ramah pendidikan, ramah ekonomi, ramah sosial, dan ramah lingkungan. Hal ini mengingatkan saya ketika berdiskusi dengan Ir. Herman Soemarjono, Ketua PHRI dan owner hotel Splendid Inn Kota Malang (tahun 2013). Dia menegaskan bahwa dalam dunia pariwisata, hospitality merupakan roh, jiwa, semangat dari pariwisata itu sendiri. Tanpa adanya hospitality dalam pariwisata, maka seluruh produk yang ditawarkan pada pariwisata itu sendiri seperti benda mati yang tidak memiliki nilai untuk dijual. Filosofinya memang dalam ya….?!

Menuju Kota Cerdas: Apa Saja yang Mesti Dibenahi dan Bagaimana Solusinya?

Anda ingin tinggal di Malang kota cerdas nan ramah, tetapi terjebak kemacetan? Jangan dulu berprasangka buruk, apalagi disertai umpatan! Secara ekonomi, kota yang “macet” menunjukkan kota itu merupakan kota yang tumbuh pesat. Arus pergerakan orang, barang, dan jasa berpusat di wilayah itu. Ini pertanda ada kemajuan, harus disyukuri. Bukankah setiap warga berpotensi mengais rejeki dari peluang ini? Coba bandingkan dengan kota lain yang sepi, bukankah pertanda kehidupan kota itu berjalan lambat?.

Namun, kemacetan juga sebagai sinyal bahwa tata kota dan transportasi publik di kota ini belum efisien. Hal itu yang harus dibenahi. Pemerintah sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku bisnis, warga kota sebagai penghuni, dan media sebagai komunikator publik harus saling bersinergi; gagasan Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2015 yang difasilitasi oleh Kompasiana patut diapresiasi, ini salah satu perwujudan sinergi itu, ini ide cerdas!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun