Mohon tunggu...
mohammad endy febri
mohammad endy febri Mohon Tunggu... Administrasi - Orang awam

Asuh fikiran, lahirkan keyakinan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Monolog Rindu

2 Februari 2016   15:47 Diperbarui: 2 Februari 2016   15:58 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan berarti ini adalah sebuah kemenangan dan kesombongan. Ayah tak ada pilihan. Ayah akan lebih mati rasa jika bersama denganmu dan Ibu, tapi memendam kekecewaan yag tak dapat Ayah ungkapkan. Ayah terlalu menyayangi kalian berdua, Zaura. Memendam semuanya akan lebih sehat buat kamu dan Ibu. Pasti ada titik terangnya nanti. Aku yakin.

 

Ada hal yang sangat ingin Ayah ceritakan…

Tahukah kamu jika Ayah pernah beberapa minggu mengawasimu dari jauh Sayang. Melihatmu berpakaian biru putih di sekolah. Dituntun rindu yang meremukkan tulang, Ayah datang ke Yogya. Secara diam-diam tentunya.

Tak sulit menemukanmu Zaura. Tak ada yangf berubah dengan kehidupan kalian, kamu dan Ibu. Rumah yang sama seperti dulu tempat kita berteduh bersama, tak kan mungkin Ayah lupa. Rumah, teras dan halaman yang menyimpan banyak kenangan itu akan selalu ada dihati Ayah. Hanya Nenek dan Kakek saja yang berkurang. Sisanya bertambah.

Ayah pandang rumah kalian dari jauh. Sangat jauh. Ingin sekali rasanya kembali jadi bagian dari rumah itu sayang. Rumah dimana Ayah menaruh cinta dan harapan di sudut-sudut ruangnya . Kaki Ayah bergetar hebat melihat rumah kalian saat senja itu. Warna temaram langit mengingatkan Ayah kehangatan suasana saat Ayah biasanya pulang ke rumah. Disambut Ibu dan kamu sewaktu kecil. Kini, Ayah benar-benar sendiri Sayang. Tak punya apa-apa. Terlebih cinta.

Ingin sekali berlari kehalamannya Sayang, meneriakkan namamu dan Ibu hingga kalian keluar. Memeluk Ayah, daging yang hampir mati ini. Daging yang sangat sepi ini.

Lama Aku nikmati semuanya. Dalam diam dan sembunyi-sembunyi. Hingga gelap menyelimuti tanah kosong yang agak jauh dari rumah tercinta. Hingga lapar menjemput pergi.

Selama di Yogya, Ayah tidur dibanyak mesjid. Aman dan tenang. Walau tak banyak barang yang Ayah bawa, Ayah cukup banyak menyisakan uang untuk tinggal beberapa minggu dan untuk ongkos pulang kampung. Tabungan dari hasil melaut selama ini, bisa diandalkan. Rindu yang menuntunku mengalahkan segalanya.

Hampir setiap siang Ayah ada didekat sekolahmu. Berpura-pura sebagai pengemis disaat jam istirahat belajar. Setelah sebelumnya mengawasi dirimu keluar masuk halaman rumah kalian, tak banyak yang berubah dari raut wajahmu Sayang.

Ingatkah kau pengemis berambut panjang bertopi yang kerap menatapmu dengan lelehan airmata dan kau melihatnya iba. Itulah Ayahmu sayang, pria yang menyimpan rindu begitu besar. Aku menangis karena hidupku ada di dekatku saat itu. Ya, kamu. Puncak dari semua kesakitan, kesepian dan penderitaan Ayah selama ini. Seluruhnya seperti luruh begitu memandangmu. Tapi aku tak berani menyentuh. Karena kau bukan milikku lagi Sayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun