Mohon tunggu...
M AbdulChorim
M AbdulChorim Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Dokumentasi dan Informasi

Selanjutnya

Tutup

Nature

BBPBAP Jepara Kolaborasi dengan HSRT Pertokolan Udang Windu dan Vaname

19 Januari 2025   08:37 Diperbarui: 19 Januari 2025   08:41 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara bisa dibilang sebagai salah satu UPT Ditjen Perikanan Budidaya yang hingga saat ini masih fokus mengembangkan udang (vaname maupun windu). Khususnya dalam pembenihan udang vaname, BBPBAP Jepara mengandeng sejumlah hatchery skala rumah tangga (HSRT)/unit pembenihan rakyat (UPR) untuk melakukan pentokolan. Masyarakat sekitar BBPBAP Jepara yang ingin melakukan usaha petokolan diberi fasilitas berupa benih dan air tandon untuk memudahkan kegiatan usaha mereka.

Kepala BBPBAP Jepara, Supito mengungkapkan, BBPBAP Jepara (Balai Jepara,red) juga bekerjasama dengan HSRT/UPR dalam mengembangkan pembenihan udang. "Masyarakat kami ajak untuk melakukan pentokolan udang. Kita siapkan benihnya dan sumber air di depan balai. Air ini untuk menekan cost produksi mereka. Karena untuk biaya air , satu baknya bisa mencapai Rp 1 juta," kata Supito, di Jakarta, belum lama ini.

Pembenihan udang pada skala pentokolan sangat menguntungkan bagi masyarakat. Ada sekitar 15 HSRT/UPR yang digandeng Balai Jepara untuk mengembangkan budidaya udang. Masyarakat atau pengelola HSRT bisa membeli benur post larva (PL 5-PL6) dengan harga Rp 10 per ekor. Setelah dipelihara dalam bak kurun 10-15 hari, mereka bisa menjual dengan harga Rp 24 -Rp 25 per ekor.

" Benih hasil pentokolan yang dilakukan masyarakat survival rate (SR)-nya cukup tinggi mencapai 70-80 persen. Pentokolan menjadi salah satu usaha yang banyak diminati masyarakat. Sebab, sangat menguntungkan. Tak menunggu lama, hanya dua minggu mereka sudah mendapat untung," papar Supito.

Selain udang vaname, Balai Jepara pada tahun 2025 juga mengembangkan udang windu. " Udang windu tetap kami kembangkan, khususnya di Jawa Timur (Sidoarjo) dan Kalimantan. Udang windu ini juga diminati pasar dalam negeri dan manca negara," ujarnya.

Budidadaya udang windu yang dikembangkan di Jatim dan Kalimantan hanya butuh pakan alami. Sehingga, untuk size (ukuran) 30-40 ekor per kg, perlu waktu budidaya selama 4 bulan.

Lantaran potensinya cukup besar, Balai Jepara juga mendorong pengembangan udang windu ke masyarakat. Salah satunya melalui pengembangan outlet pentokolan, terutama di tambak-tambak tradisional yang tersebar di Pantura Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Utara.

Menurut Supito, Balai Jepara telah mengembangkan inovasi pentokolan benih udang windu dengan membangun outlet pentokolan di kawasan budidaya udang windu. Setidaknya ada 5 outlet pentokolan antara lain di Kabupaten Brebes, Sidoarjo, Gresik, Kalimantan Barat, dan di Kota Tarakan. Keberadaan outlet tersebut secara langsung berdampak signifikan terhadap produktivatas budidaya udang windu di kawasan tersebu. Pentokolan ini dijadikan model untuk pengembangan di daerah lain.

Diharapkan, melalui pentokalan ini mimpi besar untuk mengembalikan kejayaan udang windu yang selama beberapa dekade terakhir masih terpuruk khususnya di Pantura Jawa, bisa terwujud. Mengingat, udang windu ini merupakan salah satu udang asli Indonesia. Balai Jepara pun terus berupaya agar udang windu ini bisa memasyarakat lagi. Sehingga perlu revitalisasi dari manajemen produksi.

"Kami berupaya agar produktivitas naik, dan memberikan keuntungan lebih tinggi bagi pembudidaya," ujar Supito.

Supito mengatakan, udang windu banyak dibudidaya di tambak tradisional yang padat tebarnya rendah. Namun, masalah utama tambak tradisional adalah kualitas lingkungan budidaya, seperti terjadinya pembusukan dasar tambak, sehingga menyebabkan survival rate (SR) rendah yang akhirnya berdampak pada produksi yang rendah juga.

Guna mengantisipasi pembusukan dasar tambak, lanjut Supito, pembudidaya udang perlu melakukan pengendalian dengan aplikasi probiotik lactobacilus dan penggunaan benih yang berkualitas dan adaptif. Benih yang digunakan adalah ukuran tokolan (panjang minimal 1,2 cm) dari outlet pentokolan di dekat lokasi tambak.

Menurut Supito, salah satu kelebihan menggunakan benih hasil pentokolan yakni bisa lebih awal memprediksi SR. Artinya, sejak awal akan diketahui kejadian atau masalah yang muncul dalam waktu 1-2 minggu. Mengingat, umur pentokolan hanya selama 1-2 minggu, sehingga lebih mudah dalam melakukan risk management.

" Benih hasil pentokolan ini lebih efisien dibandingkan dengan tebar benur langsung. Dan pentokolan ini bisa dilakukan untuk udang windu maupun vaname," jelasnya.

Supito juga menjelaskan, apabila pembudidaya menggunakan benur langsung (ukuran panjang 10 mm) dengan harga per ekor rata-rata sampai lokasi tambak sekitar Rp 30, SR nya hanya 10 persen. Secara bisnis, harga benih yang dibeli pembudidaya sebesar Rp 300 per ekor. Apabila pembudidaya menggunakan benih tokolan (ukuran panjang minimal 1,2 cm) dengan harga misalkan Rp 60 per ekor, dengan target SR misalkan 50 persen, maka harga benih sebenarnya hanya sekitar Rp 120 per ekor.

" Harga benih tokolan ini lebih murah dibanding benur dengan tingkat SR yang sangat rendah," ujarnya.

Menurutnya, untuk mengembangkan udang windu di masyarakat, paling tidak diperlukan kerjasama dengan stakeholder lainnya. Bagi pembudidaya yang mengembangkan budidaya udang windu minimal harus memenuhi 5 standard. Kelima stnadar itu adalah, benur yang bebas penyakit, Surat Keterangan Asal Benur (SKA), penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) pentokolan, SOP pembesaran, dan pendampingan teknis.

" Tentang pendampingan, kami dari Balai Jepara akan terus melakukan di lapangan. Mulai dari olah lahan hingga panen," pungkas Supito.

Udang Windu (CHm17)
Udang Windu (CHm17)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun